Ch. 10

207 22 4
                                    

Arion tidak tahu harus bereaksi seperti apa, membawa tangannya untuk menepuk-nepuk punggung tangan Rumi yang saat ini kembali tertunduk di depannya.

"Bunda meninggal karna kecelakaan, trus papa nikah lagi sama yang sekarang jadi mama aku. Aku ngga begitu deket sama mama, jadi masih sering kepikiran sama bunda." Mengetuk punggung tangan Arion dengan telunjuknya, Rumi sudah lupa kapam terakhir lagi seseorang menggenggam tangannya seperti ini.

"Kakak? Adek?" Tanya Arion, ingin memastikan sekali lagi bahwa kondisi seperti ini hanya terjadi kepada Rumi atau kepada saudaranya juga.

"Mereka deket sama mama, tapi ngga deket sama bunda." Mengangkat kepalanya, Rumi menatap Arion yang masih memperhatikannya.

"Aku minta maaf karna harus ngebawa mas masuk ke dalam lingkaran keluarga aku." Ujar Rumi. Ia tahu bagaimana cemaranya keluarga Arion. Rumi benar-benar merasa buruk karena sudah menyeret Arion.

"Ini bukan salah kamu."

**

Exu masih tidak habis pikir dengan semua cerita yang baru saja maminya katakan. Sembilan puluh lima persen dari seratus persen bahkan Rumi tidak percaya dengan semua cerita maminya.

"Masa iya segitunya, Mi?" Tanya Exu.

"Buat apa juga mami ngarang cerita?" Edlyn memang pengangguran, tapi tidak separah itu juga. Kurang kerjaan sekali Edlyn.

"Sumpah jahat banget sih mereka." Exu tak habis pikir, jika Rumi adalah kakaknya sudah pasti akan Exu jaga dengan sepenuh hati.

"Arion jangan sampai tau cerita ini ya. Papi ngga mau kalau nanti Arion jadi ngerasa kasihan doang sama Rumi." Alden menepuk-nepuk bahu Exu, anak bungsunya ini pasti bisa dipercaya kan?

"Siap!"

**

"Si Arion Arion itu ngga ikut ya?" Souta meletakan dua cangkir kopi di atas meja. Duduk di sebelah Harris yang tengah menumpu dagu dengan mata yang tertuju pada Souta.

"Pengantin baru, ya kali ikut." Sahut Gin.

"Kenapa sih, Ris? Souta gugup diliatin kek gitu."

"Kamu makin kek bocil kematian ya."

Suara tawa Gin langsung menggelegar memenuhi ruangan, menunjuk wajah Souta yang sudah memberengut kesal karena ucapan pria bersurai merah ini.

"Ada akhlaknya begitu?" Sinis Souta.

Gin memilih diam, memegangi perutnya yang sudah tergelitik karena ucapan Harris tadi. "Tapi Rumi keknya pendiam banget ya." Sahut Gin. Mengingat kali terakhir saat ia bertemu dengan Rumi yang hanya menunduk malu dengan senyum tipisnya.

"Iya, pendiam banget. Betah ngga ya itu Arion?" Souta mempertanyakan kegelisahan hatinya.

"Kalau masalah pendiam doang keknya Arion bisa deh, selagi Rumi masih ngerespon dengan baik. Beda cerita kalau semisal Arumi bener-bener diam ngga mau buka suara." Harris menjawab berdasarkan pengalamannya dalam menghadapi Arion yang terkadang mirip Souta atau bahkan mirip Gin.

"Betah-betah deh ya mereka. Penasaran ngeliat Arion mode bucin." Menyandarkan punggungnya pada kursi, Souta berdoa dengan sepenuh hati. Souta akan ikut senang selama temannya juga merasa senang.

"Mungkin agak lama ya."

**

Setelah memastikan Rumi sudah tertidur, Arion mulai berjalan keluar kamar dan mematikan lampu. Sepertinya Arion akan mempersingkat cutinya. Ia sedikit bingung bagaimana cara merespon Rumi setelah ini.

The Way Love GrowsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang