"RUUUM!"
Rumi berjengit kaget dari tidurnya, langsung terbangun karena suara teriakan Arion yang menggema memenuhi kamar mereka.
"Kenapa, Mas?" Tanya Rumi. Mengguncang bahu Arion yang tengah menangis di dalam tidurnya. Apa yang suaminya ini mimpikan sebenarnya?
"Mas?" Menepuk pelan pipi Arion dan masih berusaha untuk membangunkan Arion yang tidak ada tanda-tanda akan segera terjaga dari lelapnya.
"Rum! Dek, jangan pergi. Mas minta maaf, ayo balik."
Mengerutkan dahinya tidak mengerti, Rumi menatap sekeliling kamar. Tidak ada air, apa Rumi ambil dari kamar mandi saja? Rumi akan meminta maaf nanti karena sudah mengguyur Arion.
"RUUUM!"
"Astaga, iya. Adek di sini."
Menatap sekeliling kamar, Arion menepuk-nepuk pipinya sendiri. Menyentuh lengan Rumi dengan telunjuknya dan jangan lupakan, air matanya yang masih menuruni rahang tegas itu.
"Kenapa? Mimpi buruk?" Tanya Rumi. Mengusap keringat pada dahi Arion dan membawa tubuh besar itu ke dalam pelukannya.
Makin terisak sedih dengan suaranya yang sudah nyaris hilang, Arion memeluk erat pinggang Rumi. Sial, mimpinya benar-benar terasa nyata.
"Jangan pergi." Pinta Arion.
"Iya, adek ngga pergi. Demam mas belum turun, ayo tidur lagi. Adek ke bawah dulu ngambil air minum sama ganti kompresan." Berniat kembali merebahkan Arion sebelum pria besar itu menggeleng tidak terima dan memeluk makin erat pinggangnya.
"Ngga mauuu, di sini aja. Jangan turun." Entah ini yang mimpi, entah tadi yang mimpi. Yang jelas, Arion tidak akan membiarkan Rumi beranjak dari pandangannya.
"Kalau gitu nanti demam mas ngga sembuh-sembuh. Suaranya juga ilang kan, itu juga hidungnya meler." Meraih beberapa lembar tisu dan mengusap bekas jejak air mata pada suaminya, Rumi kasihan juga jujur saja.
"Ngga mau, nanti adek ngga balik." Menggeleng heboh, walau rasanya mau mati. Tapi Arion masih bisa menahan sakitnya. Ia bisa benar-benar mati jika Rumi sungguhan pergi.
"Emang mas mimpi apa? Kenapa sedih banget gitu?" Menyisir rambut Arion dengan jemarinya, Rumi menatap wajah sembab pria dewasa di depannya. Benar-benar seperti anak kecil.
"Mas mimpi, mas mimpi mas selingkuh. Trus adek minta pulang ke rumah papa. Abis itu adek keguguran, trus... trus... trus adek lompat dari atap rumah sakit." Jelas Arion. Kembali masuk ke dalam pelukan Rumi dan melanjutkan tangisnya. Mimpi sialan, terkutuk!
Detak jantung Arion masih menggila jika kalian tidak percaya. Tangannya bahkan masih bergetar karena takut.
"Mas beneran selingkuh kah?" Tanya Rumi.
"Engga! Tanya Gin sama Harris kalau ngga percaya. Mas ngga pernah main mata sama karyawan cewe di sana." Makin heboh lagi Arion, menggeleng panik walau kepalanya sudah terasa diaduk dan tenggorokannya yang gatal minta ampun.
"Ya udah, mas kecapean itu. Seminggu penuh ngejar proyek dari papi kan? Makanya sampai demam gini." Rumi tahu, sekeras apa prianya bekerja bersama Exu kemarin. Rumi yakin Exu juga pasti tengah demam saat ini.
Mengusap kasar air matanya, Arion tidak peduli jika Rumi menganggapnya sebagai anak kecil saat ini. Arion benar-benar takut setengah mati. Tersadar akan satu hal, Arion kembali melepas pelukannya dan menatap wajah Rumi.
"Adek hamil kan?" Tanya Arion.
"Iya?"
Meraba perut Rumi, Arion harus memastikan sendiri. Ia tidak ingin kejadian di dalam mimpi itu benar-benar terjadi. Jika saat ini Rumi tidak hamil, maka Arion akan langsung membawa Rumi ke rumah sakit untuk memastikan. Arion tidak ingin menyesal kemudian.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Way Love Grows
FanfictionTidak pernah terpikir oleh Arion bahwa ia harus menikah diumur yang baru menginjak dua puluh tujuh tahun ini. Hidupnya selama ini baik-baik saja seorang diri. Bekerja dan membahas berbagai hal bersama dengan teman-teman solasinya. Bermain game, pus...