Ch. 13

217 26 2
                                    

"Mika pulang!" Membuka pintu dengan semangat penuh, mata tertutup, senyum lebar, serta tangan yang merentang lebar. Arion sudah yakin maminya akan menyambut kepulangan anak sulungnya ini.

Satu detik, masih hening.

Dua detik, masih tidak ada perubahan apa-apa.

Tiga detik, Arion kembali membuka mata dengan wajah yang berkerut heran. "Mika pulang? Ngga ada penyambutan? Minimal tari piring gitu?"

"Rumiii, bawa apa itu sayang? Sini mami bantu." Melewati Arion, Edlyn langsung merentangkan tangan guna memeluk singkat anak barunya ini.

"Oalah, Cok. Lebih milih menantunya ternyata." Meratap pilu, sedih sekali Arion dengan nasibnya ini. Parah betul memang.

Melirik Arion sejenak, Edlyn menjinjit beberapa senti dan meraih kepala Arion. Memberi satu kecupan pada dahi anak sulungnya yang langsung kembali tersenyum lebar dan berlalu melewati dua wanita itu dengan langkah riang.

"Udah punya istri juga kamu, malu ih." Protes Edlyn main-main, bagaimanapun juga Edlyn tetap merasa senang saat anak-anaknya masih bersikap seperti anak kecil ini.

"Engga, Mika masih kecil. Ngga masalah dong." Acuh Arion. Meraih setoples nastar dan duduk tenang di ruang keluarga.

"Sampai lupa kan mami, anak cantik mami bawa apa itu?" Menggandeng tangan Rumi, Edlyn menuntun menantunya ini untuk ikut duduk di ruang keluarga.

"Ini Rumi bawain ayam woku sama bakwan jagung yang tadi Rumi buat, dicoba ya, Mi."

"Repot-repot, terima kasih ya. Kamu udah makan?" Menerima bingkisan yang Rumi berikan, Edlyn mengusap sayang puncak kepala bersurai hitam itu.

"Rumi sama Mas Rion tadi udah makan sebelum ke sini, Mi."

"Ya udah kalau gitu, mami ke dapur dulu ya. Mau mindahin makanan dari menantu cantik mami. Exu pasti seneng ini."

"Oiya, bocil kesayangan aku itu mana, Mi?" Memperhatikan sekeliling rumah, Arion tidak dapat menemukan keberadaan Exu. Tidur kah?

"Tempat Souta katanya sekalian bikin tugas." Ujar Edlyn seraya berlalu membawa bingkisan dari Rumi menuju dapur.

"Bentar lagi masuk tagihan dari Souta ni." Mengeluarkan ponselnya, Arion mulai membuka percakapannya dengan bocil tercinta bersurai biru langit itu.

Kurang sayang apa Arion pada adik semata wayangnya itu?

Rumi duduk tegang di sebelah Arion, tidak tahu harus melakukan apa karena jujur saja, permintaannya untuk ke sini itu adalah buah dari pemikiran mendadaknya. Dan sekarang Rumi sedikit menyesal tentu saja.

"Santai aja, kalau kamu mau pulang sekarang mas ngga bisa bawa kamu. Minimal sampai sore baru mami ngebolehin kita pergi." Memberikan setoples keripik apel ke atas pangkuan Rumi, Arion mengacak pelan surai gagak itu.

"Makan aja, itu Exu sengaja nimbun di ruang tamu kok." Menunjuk toples yang baru saja ia letakan di atas pangkuan Rumi, Arion mengibaskan tangannya tak peduli. Sebagai salah satu donatur dari Exu, Arion tentu bebas ingin melakukan apa saja.

"Aku ngga enak sama Exu." Bisik Rumi. Menggenggam erat toples bening itu dengan kedua tangannya, Rumi menggeleng tipis.

"Enakin. Nanti mas ganti uangnya." Sebagai pemilik saldo dengan nominal tak berseri, tak ada yang perlu Arion khawatirkan mengenai uang.

"Kalau Exu nanti ngga senang? Makanannya tiba-tiba habis?" Rumi kembali meraih tutup kaca tak berwarna itu, hendak meletakan kembali harta karun milik Exu sebelum Arion menjauhkan tangannya dari jangkauan Rumi.

"Exu ngga sepelit itu. Coba jangan biasain berpikir berlebihan gitu, pikiran kamu terlalu rumit. Pantes aja badan kamu isinya tulang semua, apa-apa dipikirin." Omel Arion, mau ia beri makan lima kali sehari juga jika memang dasarnya yang bermasalah adalah Rumi dan kepala kecilnya ini, semuanya akan sia-sia.

"Mas ngga ngehina bentuk tubuh kamu, bukan. Keluarga mas juga udah nerima kamu, mas ngga mau lagi denger ada kata-kata ngga enak, takut ngerepotin, sungkan, dan segala macamnya. Cukup ini yang terakhir. Sampai sini kamu paham?" Arion bosan jika harus mengulang kata-kata itu terus. Memang sesusah itu kalimatnya untuk dipahami?

"Paham."

"Good girl."

**

Dahi Exu berkerut samar, wajah di depannya ini memang benar-benar minta Exu tampar. Kesabarannya yang memang sudah tipis ini masih saja diuji Tuhan.

"Di rumah kerjaannya cuma di kamar doang, ngga mau keluar." Cherry menyeruput Lemon Tea di hadapannya dengan satu tangan yang mengetuk-ngetuk meja.

Jika bukan karena keluarga besan, sudah Exu jambak itu rambutnya. Kesal sekali, sungguh.

"Dia juga ngga mau ngomong, keknya dia benci sama aku." Dengan raut wajah yang terlihat begitu sedih, Cherry menatap jemari tangannya yang bertaut di atas meja.

"Benci? Kenapa harus benci?" Jika bukan karena topik pembahasannya Rumi, sudah pasti akan Exu biarkan saja gadis di depannya ini terus mengoceh.

Panas sekali telinga Exu.

"Gegara aku deket sama mama mungkin? Atau karna dia yang harus ditumbalin buat nikah sama Kak Arion."

Mengerjap tidak paham, Exu terdiam untuk beberapa saat, menurut sudut pandang wanita gila ini ada dua kemungkinan. Yang satu Exu sudah tahu, tapi yang satu lainnya? "Keknya gampang dibego-begoin deh ni cewek. Coba ah." Bathin Exu.

"Emang Kak Rumi ngga deket sama mama kalian?" Tanya Exu penasaran, menurunkan sedikit layar laptopnya agar ia bisa lebih fokus mendengarkan cerita Cherry.

Menggeleng, Cherry melipat kedua tangannya di atas meja. Menatap Exu penuh atensi dan mulai kembali buka suara. "Ngga, Kak Rumi benci sama mama."

"Ngga mungkin, mana ada anak yang benci sama orang tuanya." Jika bukan karena beberapa teman Exu yang merupakan anak broken home dan membenci orang tua mereka hingga ke tulang-tulang, mungkin hingga detik ini Exu tidak akan pernah percaya pada fakta anak yang bisa membenci keluarga mereka sendiri.

"Mama itu bukan mama kandung, mama kandung aku udah meninggal." Jelas Cherry, tersenyum tipis dengan mata yang nyaris membentuk bulan sabit.

"Oh i am sorry, my bad." Meletakan telapak tangan kanannya pada dada kiri, Exu tidak benar-benar ingin meminta maaf jujur saja. Wanita di depannya ini terlalu aneh menurut Exu

"Ngga masalah, lagian itu juga udah lama kok." Mengangguk santai, Cherry menatap sekitar. Memperhatikan suasana Cafe yang ramai namun tenang. "Kamu sering ke sini?"

"Ya, lumayan." Jawab Exu seadanya. Mungkin untuk beberapa minggu ini Exu akan meminjam ruangan Souta saja.

"Tadi kata kamu Kak Rumi benci sama kamu gegara dia ditumbalin buat nikah sama Kak Arion? Emang yang seharusnya nikah sama Kak Arion awalnya bukan Kak Rumi?" Menatap penuh minat pada Cherry yang tengah tersenyum kecil dengan tangan yang memainkan ujung rambutnya.

"Najis bet anying." Emosi Exu langsung naik hingga ke ubun-ubunnya.

"Yang seharusnya nikah sama Kak Arion itu aku, tapi aku minta bantuan mama buat ngundur rencana pernikahannya karna aku belum siap. Dan mama ngga bisa, makanya Kak Rumi yang harus gantiin aku." Jelas Cherry. Mengendikan bahunya santai dengan bibir yang tetap tersenyum lebar.

Exu sudah tidak tahu lagi harus menjawab seperti apa, mencatat informasi ini di dalam otaknya. Exu mulai mengulum senyum dengan kepala yang mengangguk samar, "mama kamu meninggal kenapa kalau boleh tau?"

"Dibunuh Kak Rumi. Kalau bukan karena dia, bunda pasti masih ada sampai sekarang."

__

The Way Love GrowsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang