"Back up mana, Jing?" Kesal Riji.
"Sabar, Cok! Ngga ada ulti." Menyikut rusuk Riji, Mako mendengus tidak senang. Berat sekali punggungnya menggendong dua beban team ini.
"Lu juga, Gin. Mm gga mau ikut war." Beralih mengomeli Gin yang tengah fokus menatap layar ponselnya seraya bersenandung pelan.
"Yeu, push turret nomor satu, kill nanti dulu. Orang mah dimana-mana ngejar turet, bukan kill. Hobi banget war, dapet kaga, mati iya." Omel Gin, melirik pada dua pilar kehidupan yang menempel seperti anak kembar. Mau Gin lihat dari berbagai sisi, mereka ini benar-benar mirip.
Heran.
Mako dan Riji langsung salik lirik dengan sudut bibir yang terangkat ingin protes. Tidak salah memang, tapi entah kenapa mereka tetap merasa kesal.
"Kok ini rasanya damai banget ya?" Harris mengerutkan hidungnya merasa ada yang janggal. Seperti ada sesuatu yang hilang.
"Ya jelas damai, itu biang keroknya lagi tidur. Kecapean mereka jadi babi ngepet semalam." Krow menunjuk Echi, Selia, Exu dan juga Agil yang tengah meringkuk pada sofa pojok ruangan. Benar-benar damai.
"Gila banget." Kekeh Harris, bersandar pada sandaran kursi seraya lanjut mengotak-atik ponselnya. Harris tidak tahu lagi harus melakukan apa, jika mereka sedamai ini rasanya Harris benar-benar sudah berhasil menjadi Ultramen yang menyelamatkan dunia.
"Si bapak ngga pernah ikut ngumpul lagi ya?" Key rasanya sudah jarang sekali melihat si bapak bersama mereka. Sibuk sekali memangnya? Tapi Gin dan Harris masih bisa, kanapa Arion tidak?
"Si papi lagi sibuk ngurusin istri sah sama selingkuhannya." Mia berujar tanpa beban, melirik pada Harris dan langsung mengembangkan senyum lebarnya.
"Hehe, kenyataan itu, Mi."
"Istri sahnya kan udah balik ke rumah orang tuanya. Apa lagi?" Krow tidak paham, benar-benar tidak paham dengan jalan pikir Arion. "Dikasih berlian malah milih batu akik diskonan."
Harris dan Gin tertawa kencang hingga empat anomali yang tengah tidur itu langsung terbangun karena terkejut. Belum lagi dengan Mako dan riji yang ikut tertawa kencang.
"Anjing emang." Riji memegangi perutnya yang sudah terkocok.
"Eh?" Souta melihat dari jendela lantai dua dengan lebih seksama. Memperhatikan mobil hitam yang sudah terparkir di sana entah sejak kapan. "Itu mobil papi bukan?" Gumam Souta.
"Kekny-"
"Ngapain lu bawa-bawa pelakor ke tongkrongan kita?" Suara Echi menggema tidak terima. Echi yang masih mengantuk seketika langsung terbangun segar kembali.
"Gua baru nyampe, lu ngga usah nyari masalah. Gua cape." Melirik Echi sekilas, Arion berjalan mendekati Harris yang tengah duduk bersama Krow dan Souta.
"Mau ngomong sesuatu kah?" Tebak Harris yang langsung diangguki oleh Arion. Dari wajah-wajah itu Harris yakin, Arion pasti baru saja bertengkar dengan Edlyn.
"Boleh, tapi aku ngga mau ada dia di sini." Dagu Harris terangkat untuk menunjuk Fara yang dengan tidak tahu malunya masih mengikuti Arion setelah Echi teriaki.
"Kalau di kantor masih bisa gua maklumin karna kita dalam lingkup kerjaan, walau tetap ngga etis gimana bisa dia ngegoda atasannya. Kalau diluar jam kantor, gua ogah. Mending lu suruh dia pergi atau gua grauk mukanya." Sadar dengan Arion yang pasti akan protes, Gin langsung buka suara.
Menyelesaikan permainannya, Gin bersidekap dada dan menantang Fara yang juga tengah menatapnya. "Jangan pikir gua ngga berani."
"Beneran kek batu akik diskonan, anjir." Mako menggeleng prihatin, memang patut dikasihani Mikazuki Arion ini. Sudah buta memang dia.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Way Love Grows
FanfictionTidak pernah terpikir oleh Arion bahwa ia harus menikah diumur yang baru menginjak dua puluh tujuh tahun ini. Hidupnya selama ini baik-baik saja seorang diri. Bekerja dan membahas berbagai hal bersama dengan teman-teman solasinya. Bermain game, pus...