"Loh? Sayangnya mas kenapa nangis?" Mendudukan Rumi di atas ranjang, Arion menarik pelan tangan yang sedari tadi mengusap matanya itu.
"Kenapa? Ayo cerita." Mengusap surai gelap itu, Arion menarik Rumi untuk duduk di atas pangkuannya, memeluk erat si pemilik pinggang kecil yang sudah terisak makin sedih.
"Kalau adek beneran ngga bisa ngasih bayi gimana?" Isak Rumi. Bagaimana jika Arion sudah muak dan membuang Rumi begitu saja?
Membayangkannya saja sudah membuat Rumi putus asa.
"Nanti kita adopsi aja, gapapa." Hibur Arion, untuk saat ini Arion memang belum berkeinginan untuk memiliki anak. Masih banyak yang harus Arion selesaikan.
"Tapi kalau nanti mas pengen punya anak kandung gimana?" Rumi masih terisak sedih, ingin ia lepaskan saja kepalanya yang sudah berpikir yang tidak-tidak ini. Lelah sekali Rumi.
"Emang adek udah pengen punya bayi? Bayi punya bayi?" Tanya Arion, jadi nantinya Arion akan mengurus dua bayi begitu? Bayi besar dan bayi kecil?
"Nanti kalau ternyata beneran ngga bisa dan mas malah ngebuang adek gimana?" Lagi, Rumi menyampaikan keresahan hatinya. Lebih baik ia katakan sekarang dengan jelas.
Dahi Arion langsung berkerut tak paham, wajahnya terlihat sejahat itu atau bagaimana? "Kenapa kok mikirnya gitu?"
"Adek takut." Menunduk menatap pahanya, ada begitu banyak ketakutan yang Rumi rasakan saat ini. Berbagai kata bagaimana berkeliaran di dalam kepalanya.
"Ngga bakal, mana mungkin mas gitu ke adek. Mikirnya jangan jelek-jelek, ngga boleh." Menangkup kedua pipi Rumi, Arion nyaris menggigit bulatan penuh lemak itu karena gemas.
"Sini mas peluk, utututu. Bayinya mas lagi banyak beban pikiran." Tertawa renyah, Arion memilih untuk membaringkan tubuh mereka di atas ranjang. Memeluk erat Rumi yang masih terisak pelan dengan tangan yang sesekali akan mengusap punggung sempit itu.
"Mas ngga bakal ninggalin adek." Bisik Arion.
**
"Kita jadi tempat papi ngga sih?" Mia bersandar pada lengan Mako, menatap kakak-kakaknya yang langsung tersadar akan satu hal.
"Iya, anjir! Kita kemarin itu kita ngga jadi tempat papi. Minggu ini, gas!" Echi tanpa pikir panjang langsung membuat rencana. Dan lagi Echi sudah sangat yakin, Arion tidak akan menolak mereka. Tidak akan bisa!
"Ijin bapak dulu, bisa atau ngga. Capek-capek ke sana orang rumahnya ngga ada." Ujar Key. Buang-buang waktu dan tenaga saja mereka itu namanya.
"Mau bakar-bakar pokoknya!" Selia sudah menyusun bahan-bahan di dalam kepalanya.
"Iya, iya, bakar-bakar. Ijin bapak dulu." Lagi, Key mengingatkan para bocil kematian ini. Bagaimanapun juga, Arion tidak tinggal sendiri sekarang.
"Iya, inget. Bapak udah ngga tinggal sendiri lagi." Riji sebagai orang kepercayaan berusaha untuk tetap berpikir netral. Karena sejujurnya, Riji juga sudah sangat ingin menginjakan kaki ke sana.
"List makanan dulu ke sini, woi!" Krow mengangkat tangannya tinggi-tinggi. Persiapan tidak akan mengkhianati usaha.
Eh?
**
"Oalah, Cok. Masih inget aja mereka." Gumam Arion. Menatap layar ponselnya dengan kepala yang menggeleng prihatin.
![](https://img.wattpad.com/cover/370639198-288-k865612.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Way Love Grows
FanfictionTidak pernah terpikir oleh Arion bahwa ia harus menikah diumur yang baru menginjak dua puluh tujuh tahun ini. Hidupnya selama ini baik-baik saja seorang diri. Bekerja dan membahas berbagai hal bersama dengan teman-teman solasinya. Bermain game, pus...