Jantung Rumi berdetak kencang, benar-benar kencang. Jarak Arion terlalu dekat dan dari jarak sedekat ini, Rumi dapat mencium aroma parfum Arion yang begitu menenangkan.
"Aku baik-baik aja." Bisik Rumi. Satu tangan masih memegang gelas berisi susu vanilla dan satu tangan lagi yang masih memegang pintu lemari pendingin. Menahannya agar tetap terbuka dan tidak menabrak bahu lebar Arion.
"You sure?" Kembali memastikan.
"Iya."
Meraih gelas yang tengah Rumi pegang, Arion mulai menggiring tubuh kecil itu untuk duduk di kursi meja makan. "Kamu duduk aja, ini sisanya biar aku yang selesein."
"Mas, aku gapapa. Biar aku aj-"
Menggeleng pelan, Arion mengacak surai Rumi dengan senyum kecil di wajahnya. "Gapapa, aku bisa masak kok. Kamu mau telur apa? Mata sapi?"
"Mas, biar aku aja." Rumi
"Mata sapi aja? Oh oke."
Kepala Rumi menunduk dengan mata yang tertutup rapat. Membiarkan Arion melakukan apapun yang ia mau dan mulai berkutat dengan alat dapur.
"Mas, beneran gapapa?"
"Gapapa kok."
"Aku ngerasa ngga enak."
"Ngga perlu ngerasa ngga enak. Kalau ngga enak kasih kucing aja."
Mengulum bibir, Rumi duduk tenang dengan kepala yang menunduk menatap kedua pahanya. Arion masih sedikit sibuk di belakang punggungnya.
"Nah, silakan dimakan. Aku rencananya mau beli bubur, tapi kamu udah keburu bangun." Meletakan satu piring berisi nasi goreng lengkap dengan telur mata sapi dan seladanya di hadapan Rumi.
"Oh? Mas mau makan bubur aja?"
"Loh? Kamu kan udah masak? Kenapa aku harus beli bubur lagi? Ini udah lebih dari cukup kok. Terima kasih makanannya."
"Kalau mas ngga suka, mas boleh buang kok. Terima kasih makanannya."
"Aku suka."
**
Arion mendorong troli dengan satu tangan sedang tangan lainnya ia gunakan untuk menarik ujung baju Rumi agar tidak hilang. Arion ngeri saja jika gadis mini ini menghilang di tempat ramai, bagaimana bisa Arion mencarinya.
"Mas ada alergi ngga? Atau ngga suka sesuatu gitu?" Tanya Rumi. Kembali melihat contekan yang sudah ia buat di kertas kecil dalam genggamannya.
"Engga, mas bisa makan semua kok." Menggeleng santai, Arion sedikit menarik Rumi untuk lebih dekat padanya. Jika ingin menjadi orang ilang, minimal Rumi harus lebih menonjol dalam hal tinggi badan.
Mata Rumi sedikit membola dengan jawaban Arion, tidak ada yang salah memang, hanya saja Rumi masih belum terbiasa.
"Kalau gitu kita ke tempat bahan bumbu dapur dulu ya, Mas. Nanti baru ke daging, trus sayuran. Mas gapapa?" Rumi menatap Arion yang berjalan tenang di sisinya.
Mengangguk tak masalah, memang ia terlihat selemah itu di mata Rumi? "Gapapa, ayo."
"Mas ngga mau aku aja yang bawa?" Menawarkan diri, setidaknya Rumi juga harus berkontribusi pada kegiatan pagi. Rumi benar-benar hanya membawa badan saja.
Arion menghadapkan tubuhnya pada Rumi. Dengan satu tangan yang masih memegang troli dan satu tangan lagi terpatri rapi di pinggangnya. "Mas di sini sebagai pria dewasa, suami kamu, menurut kamu mas bakal ngelakuin itu? Mau di dorong sampai rumah ini troli juga ayo. Jadi jangan seperti itu lagi ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Way Love Grows
FanfictionTidak pernah terpikir oleh Arion bahwa ia harus menikah diumur yang baru menginjak dua puluh tujuh tahun ini. Hidupnya selama ini baik-baik saja seorang diri. Bekerja dan membahas berbagai hal bersama dengan teman-teman solasinya. Bermain game, pus...