Ch. 46

202 39 12
                                    

"Mi."

Memasuki kamar orang tuanya, Arion dapat melihat tiga manusia kesayangannya ini tengah duduk melingkar dengan masker di wajah masing-masing dan dua kotak rujak di tengah-tengahnya.

"Ada apa? Mau?" Tawar Edlyn. Jika bukan karena permintaan si bungsu, sudah tidur Edlyn saat ini. Lelah sekali menghadapi Indri dan ocehan sampahnya.

Arion menggeleng, seketika ragu untuk menanyakan apakah Edlyn sudah tahu mengenai kondisi Rumi atau belum.

"Kita... balik besok kan?" Tanya Arion. Sial, Arion bingung.

Menggangguk, sebelah mata Edlyn terpejam karena rasa asam. Ngilu sekali giginya. "Iya, kenapa? Kamu ada acara? Atau udah ada janji?" Tebak Edlyn. Apapun yang Arion lakukan akan selalu ia curigai sebagai perselingkuhan.

Ingin Edlyn bunuh saja si Fara itu, lihat saja.

"Engga, Mika mastiin aja. Kalau gitu Mika balik ke kamar dulu." Berbalik menuju kamarnya, Arion menghela nafas. Sial!

Mendudukan diri di sebelah ranjang, Arion kembali menatap dalam wajah damai rumi.

Mengacak rambutnya frustasi, Arion memiliki begitu banyak pertanyaan sekarang. Apa selama ini Rumi selalu melakukan hal ini? Bagaimana bisa Rumi menyembunyikan luka itu serapi ini?

Melirik tas bawaan Rumi, Arion melangkahkan kaki untuk meraih tas selempangnya.

Sekali lagi, Arion tahu ini tidak sopan, tapi ia harus memastikan lagi. Mengeluarkan semua barang bawaan Rumi dan ya, jantung Arion rasanya berdetak tidak karuan lagi.

Ada enam obat yang Rumi simpan di sana.

"Sialan!"

**

Rumi tidak sadar bagaimana bisa ia sampai di kamarnya, tidak. Ini kamar Arion. Seingat Rumi, terakhir kali ia masih berada di dalam kamar penginapan.

"Mas?" Panggil Rumi. Bangkit dari ranjang dengan rambut yang terlihat masih berantakan.

"Mas-" berlari menuju kamar mandi, perut Rumi mual. Berdiri di depan wastafel, Rumi memuntahkan semua yang ada di perutnya.

"Dek?" Menggendong Rumi di depan dadanya, Arion kembali membawa Rumi menuju ranjang. Mendudukan Rumi di sana dan mengusap wajah basah Rumi.

"Kita kapan balik? Kemarin masih dipenginapan?" Heran Rumi. Tidak berani menatap mata Arion karena bagaimanapun Arion masih berstatus sebagai suaminya, akan tetapi pria di depannya ini juga yang tengah berencana mengadakan pesta pernikahan keduanya.

"Ini obat apa?" Meletakan bungkusan obat yang kemarin ia keluarkan di atas ranjang, Arion duduk tenang di depan Rumi.

Bohong jika Rumi katakan bahwa ia tidak terkejut saat ini, bagaimana bisa Arion mengetahui mengenai obatnya? "Ngga tau. Bukan punya aku." Cicit Rumi.

"Ini obat apa?" Sekali lagi, Arion menanyakan hal yang sama. Menggenggam kedua tangan Rumi dengan mata yang tidak lepas dari wajah istrinya.

"Ngga tau." Kekeh Rumi.

Mengangguk, Arion tidak masalah. Kali ini menyatukan kedua tangan Rumi dalam satu genggamannya dan menarik lengan baju itu ke atas dengan cepat. "Kalu gitu ini apa?"

"Mas, lepasin." Menarik tangannya dari genggaman Arion, Rumi ingin menangis. Panik, takut, cemas, semuanya menjadi satu di dalam kepala Rumi.

"Kalau kamu ngga mau jawab itu obat apa, ngga masalah. Sekarang jawab yang ini. Ini kenapa?" Menunjuk lengan kiri Rumi yang sudah penuh dengan bekas luka sayat.

"Lepasin, Mas." Memberontak, Rumi yakin Arion akan langsung menganggap dirinya sebagai orang paling bodoh di dunia.

"Jawab dulu." Tekan Arion.

"Ngga ada hubungannya sama mas." Suara Rumi mencicit pelan. Jauh sebelum mengenal Arion juga ia sudah seperti ini, bahkan lebih parah.

"Ada! Kamu masih istri mas. Ini luka baru. Masalah baru kita itu karna mas. Ini ada hubungannya sama mas." Bagaimana bisa ini tidak ada hubungannya dengan Arion? Jika bukan karena Arion lalu karena siapa lagi?

"Ini ngga ada hubungannya sama mas." Lagi, Rumi kali ini menatap Arion. Dengan mata yang sudah berkaca-kaca, Rumi menggeleng pelan. Ia hanya ingin menyimpan masalah ini hingga Arion benar-benar memutuskan untuk mengembalikannya.

Rasanya sesak saja jika Arion harus terpaksa bertahan untuk hal ini. Sudah cukup selama satu tahun ini Rumi menahan kebahagiaan Arion.

"Alasan kamu selalu make lengan panjang karna ini kan? Karna luka ini?" Lagi, Arion masih belum menemukan jawaban dari pertanyaannya semalaman ini.

Memilih bungkam, Rumi menunduk. Untuk apa juga ia membuang tenaga melepaskan diri? Arion memang sekuat itu.

"Dek." Mohon Arion.

"Mas mau serius sama Fara kan? Tolong balikin aku ke papa. Aku mau pulang." Suara isakan mulai terdengar dari mulut Rumi, rasanya sesak sekali. Ia sudah sangat bahagia berada di rumah ini, sudah sangat bahagia juga menjadi istri Arion. Tapi tidak etis jika yang bahagia hanya Rumi seorang diri.

Ia baru saja membayangkan keluarga bahagia untuk anaknya, tapi nyatanya itu memang hanya cocok untuk tetap berada di dalam bayangan Rumi saja.

"Dengerin mas dulu." Pinta Arion, bagaimana bisa ia memulangkan Rumi begitu saja? Apa yang akan Arion katakan pada mertuanya nanti?

"Aku minta tolong. Mas selama ini juga ngga ada perasaan apa-apa sama aku kan? Udah cukup satu tahun ini mas pura-pura di depan aku. Aku tau mas cape, udah, gapapa. Aku baik-baik aja." Perasaan Rumi begitu campur aduk saat ia mengatakan ini. Ia sedih, tentu saja, pasti.

"Mas ga cape." Elak Arion. Menggeleng dengan tangan yang masih menggenggam erat pergelangan tangan Rumi.

"Tapi aku yang cape." Isak Rumi. Menatap Arion di depannya yang sudah berlutut dengan kedua tangan yang menggenggam kedua pergelangan tangan Rumi. "Aku yang capek."

"Aku cape harus pura-pura ngga tau. Aku cape harus pura-pura ngga tau kalau mas udah pacaran sama Fara. Aku tau mas ke Surabaya cuma untuk transit sebelum ke Bali, aku tau mas pernah check in hotel berdua sama Fara, aku tau mas sering ke apartemen dia, aku tau selama acara perusahaan kemarin mas juga curi-curi waktu buat bisa berduaan sama dia tanpa orang lain tau, aku tau mas udah tidur sama Fara. Aku tau mas." Tutur Rumi. Suara isakan makin terdengar jelas dari bibir Rumi. Kedua pipinya yang biasa merona kini sudah basah dengan air mata.

Jangan tanya sehancur apa Rumi saat ini.

Menyeka wajahnya dengan lengan atasnya, bahu Rumi bergetar dengan isakan yang terdengar makin sedih. Kalian pikir Arion selama ini membohongi Rumi? Membodohi Rumi?

Tidak!

Nyatanya Rumi sendiri yang sudah membohongi dan membodohi dirinya sendiri.

"Tolong, aku yang cape mas."

__

Mamam tuh mamam! Modyar kon

The Way Love GrowsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang