Ch. 34

202 31 5
                                    

"Ah, Mas."

Rumi mengerang saat Arion mendorongnya begitu saja hingga membentur pintu di belakangnya.

"Mas tadi pagi bilang apa, Sayang?" Tanya Arion, mengukung tubuh Rumi diantara pintu dan juga tubuh besarnya.

"Ngga bilang apa-apa." Elak Rumi. Menahan kedua bahu Arion agar tidak semakin menjepit tubuhnya yang sudah kering kerontang ini.

"Mas tadi pagi bilang apa? Lupa? Atau pura-pura lupa?" Mengangkat dagu Rumi hingga tidak ada celah lagi bagi si kecil untuk menghindar dari tatapannya.

"..." membungkam mulutnya. Rumi jawab ataupun tidak, hasilnya tetap sama saja. Anggap saja Rumi tengah mengulur waktu saat ini.

"Ngga ad-"

"Jawab dengan benar atau mau mas bikin ngga bisa jalan seminggu ini?" Kalian pikir Arion bercanda? Tidak. Ia selalu serius dengan hal yang berhubungan dengan Rumi.

"Ngga boleh belajar bawa motor, ada mas." Mencicit pelan, Rumi menelan salivanya sendiri dengan susah payah. Arion yang marah memang menyeramkan, tapi Arion yang diam dan tenang seperti ini jauh lebih berbahaya.

"And then, why do you still do that?" Mendekatkan wajah mereka, ibu jari Arion mengusap bibir bawah Rumi yang sudah berubah pucat pasi.

"Adek salah, ngga lagi-lagi. Adek minta maaf." Menyatukan kedua tangannya di depan dada, Rumi benar-benar meminta belas kasihan saat ini.

"Mas maafin, but you still have to get punished." Bisik Arion, menyambar bibir Rumi begitu saja seraya membawa kedua pergelangan ringkih itu untuk memeluk erat lehernya.

Melonggarkan ikatan dasinya serta menggulung lengan kemejanya hingga siku, Arion menekan tengkuk Rumi untuk memperdalam ciuman mereka.

"Hold me, tighly."

Menggendong tubuh kecil itu dengan koala style, Arion tak sekali pun melepaskan ciumannya dari bibir Rumi.

"Sweet." Puji Arion.

"Mas, adek minta maaf. Ngga adek ulangin lagi. Janji." Dengan nafas yang sudah terputus-putus, Rumi memalingkan wajahnya dengan penuh putus asa.

"Permintaan maaf diterima, tapi adek tetap harus dapat hukuman. Mas ngga mau ada kali kedua dan seterusnya, jadi ingat ini buat adek jadiin pelajaran. Jangan suka ngebantah mas, untuk alasan apapun." Melingkarkan tangannya pada pinggang Rumi, ciuman Arion kini beralih pada garis leher wanitanya.

"Ampun, kali ini aja. Maafin adek."

"Nope, kesepakatan kita tiga hari. Jangan buang-buang tenaga buat kabur, simpan energinya buat ngeladenin mas. What you have to do, just moan for me. Moan my name." Berbisik tepat pada telinga Rumi, gigitan kecil Arion selipkan di sana.

Membuka pintu kamar dengan langkah lebar, Arion membawa tubuh mereka menuju ranjang. Melirik pada jendela yang masih menampakan sinar mentari senja, senyum tipis Arion terkembang begitu saja.

Dengan gerakan pelan dan mata yang tak sedikit pun berpaling dari wajah wanitanya. Tangan kekar itu mulai membuka kancing kemejanya satu demi satu, memperlihatkan pahatan sempurna pemberian Tuhan, lalu mengukung tubuh Rumi. Memberikan satu kecupan singkat tepat pada dahinya.

"Till the next morning. Got it, Baby?"

"Mashh."

**

"Mamiii. Oleh-oleh jangan lupa." Echi dan Krow langsung berdiri di depan Harris dengan senyum yang terkembang lebar.

"Ini aja masih ngumpulin niat buat pergi, kalian udah pada minta oleh-oleh aja." Pasrah Harris.

The Way Love GrowsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang