Tiga Puluh Lima : Tepati Dulu, Jangan Pergi

1.5K 231 19
                                    

Sekarang di rumah sakit Angel hanya diam menatap tanpa kedip peti mati dihadapannya. Di dalam sana terbaring kaku jasad cicinya yang meninggal dalam keadaan tragis.

Angel sudah lelah. Tak ada lagi air mata yang keluar dari matanya. Hanya ada rasa sesak yang menikam hatinya.

Sedari tadi Angel sudah memberontak agar peti cicinya dibuka. Tapi sayangnya, pihak rumah sakit melarang keras itu. Mengingat bagaimana tubuh mengenaskan Shani.

Memejamkan matanya. Angel menangis dalam diam. Setetes cairan bening jatuh kembali. Dengan kasarnya ia hapus. Berusaha tegar walau tak bisa.

Disebelahnya ada Freon dan Zee yang berdiri tegap menemani Angel. Sedangkan di belakang mereka ada anak Dexter dan Ashel yang menangis terisak dalam pelukan Greesel.

Ashel cukup dekat dengan Shani. Hingga kepergian Shani saat ini mampu mengundang air matanya.

"Lo harus kuat, kalau lo ga kuat, Angel pasti bakal lebih hancur dari lo" Ujar Greesel mengelus punggung Ashel. Perlahan Ashel menghentikan tangisnya.

"Zee, cici gue pergi.. Cici gue udah pergi ninggalin gue" Ujar Angel lirih menatap kosong peti mati Shani

Zee menatap sedih Angel disebelahnya. Perlahan, Zee menarik Angel lembut membawanya kedalam pelukannya.

"Lo kuat! Lo pasti bisa menjalani ini semua. Ada gue, ada banyak orang yang sayang sama lo" Zee memeluk erat Angel. Perlahan Angel membalas pelukan Zee tak kalah eratnya.

"Tadi ci Shani ketawa bareng gue sebelum berangkat sekolah. Tapi sekarang tawa itu udah gabisa gue liat"

"Padahal ci Shani janji bakal selalu ada buat gue. Katanya, dia bakal selalu disisi gue. Tapi sekarang? Dia ninggalin gue"

"Ci Shani jahat ya, Zee? Dia bohong sama gue. Padahal dia udah janji"

"Kenapa ya semua orang dengan gampangnya mengingkari janjinya sama gue? Padahal gue udah percaya sama mereka"

"Dulu dia, sekarang ci Shani.."

"Apa gue pernah melakukan kesalahan sampai gue diperlakukan ga adil?"

"Zee, bantu jawab gue... hiks"

Semua orang diruangan itu mendengar betapa sakitnya Angel. Dari racaunya saja mampu membuat setiap orang yang mendengarnya menjatuhkan air mata seolah mengerti dan merasakan betapa sakitnya Angel.

Zee diam tetep memeluk erat Angel. Freon hanya diam berbalik badan mendekati teman-temannya. Ia terlalu tak sanggup melihat Angel yang serapuh ini. Kenapa ini begitu menyakitkan?

"Lo harus kuat! Dia butuh lo!" Ujar Trian menepuk bahu Freon berusaha menyemangatinya.

Dari semuanya Angel yang paling hancur. Kaka yang menjadi penyemangat dan tujuan hidupnya kini sudah pergi meninggalkannya sendiri di dunia ini.

Sekarang apa yang harus ia lakukan? Menyusul mungkin?

Angel melepas pelukannya dari Zee. Kini ia bertekuk lutut dekat peti mati itu. Mengangkat tangannya, Angel memeluk peti mati itu. Air mata kembali membasahi wajahnya.

"Ci? Kenapa cici pergi secepat ini? Cici ga sayang ya sama Angel? Sampai tega ninggalin Angel kayak gini?"

"Cici jahat..."

"Apa Angel punya salah? Kata papa ini salah Angel. Sebenernya apa yang udah Angel lakukan? Apa ci?"

"Kalau tau gini, mending Angel gausah pernah ketemu sama cici supaya Angel gatau rasanya kehilangan karna kematian"

"Ini salah Angel! Angel penyebabnya. Cici pergi karna Angel. Cici meninggal karna Angel" Gumam Angel yang kembali mengusap kasar air matanya

"Jangan gini, gue mohon" Pinta Freon menarik Angel kembali berdiri. Membawa Angel menjauh dari peti itu, mendekap Angel dalam pelukannya.

Angel's Rebelians [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang