I Will Stop Here

1.8K 176 7
                                    

"Untuk alasan tertentu, pastinya. Orang datang dan pergi itu punya maksud dan tujuannya sendiri, meskipun terkadang kita tidak mudah memahaminya."

"Kenapa gak bilang aja alasannya? Terus emangnya gak ada jalan lain selain pergi?

Jasmine mungkin bisa aja nerima keputusannya, tapi jangan tinggalin Jasmine gitu aja apalagi bohong. Segitu gak berartinya Jasmine buat bang Zayyan."

Ibu Rahma cukup lama mendiamkan Jasmine dengan emosinya, msmbiarkan anak gadis satu - satunya milik Zaven ini menangis karena seorang lelaki.

"Puteri ibu sudah besar ya?" Tanya Ibu Rahma sambil menyeka bekas air mata di pipi Jasmine.

"Jasmine udah kelas 2 SMA," jawab Jasmine lugu.

"Oh ya ampun, ibu salah. Puteri ibu belum dewasa," balas Ibu Rahma dan tertawa kecil.

"Ibu, dewasa menurut ibu itu gimana?" Tanya Jasmine, ia membenarkan posisi duduknya dan berusaha mengontrol diri.

Jasmine sadar, ia tidak boleh menangis seperti tadi. Kalau Zaven atau Pamela melihat, keduanya akan khawatir.

"Saat kamu bisa berpikir luas untuk setiap masalah mu, kamu bisa mengontrol emosi; baik itu amarah maupun kesedihan, dewasa itu bukan berarti kamu memendam masalah mu sendirian, Jasmine. Tapi lebih tepatnya, kamu tahu tempat yang tepat mengeluarkan isi hati dan pikiran kamu, kamu tahu apa yang kamu lakukan."

"Hmm ibu?"

"Bukan. Mommy dan daddy mu. Setelah Allah, mereka adalah orang penting. Mereka tidak akan mengkhianati kamu, kamu bisa percaya sama mereka."

"Jasmine takut menyusahkan daddy, cerita Jasmine gak penting buat di ceritain sama daddy. Daddy punya banyak kerjaan yang lebih penting."

Jasmine menoleh dan memperhatikan Zaven yang sedang duduk di ruangan keluarga, di sofa single. Ia sedang serius dengan laptopnya dan bertelepon dengan William.

"Bagi orang tua, anak adalah hal yang terpenting. Tidak ada masalah mu yang tidak penting bagi mereka, terkadang malah mereka mengetahui lebih banyak dan lebih dulu bertindak daripada anak itu sendiri."

Ucapan Ibu Rahma membuat Jasmine berpikir, apa kedua orang tuanya sudah tahu tentang Zayyan? Atau sudah bertindak lebih dulu seperti yang dikatakan Ibu Rahma?

Ibu rahma tersenyum, memeluk Jasmine sekali lagi dan mencium keningnya cukup lama.

"Ibu harus pulang, kasihan adek," ucap Ibu Rahma berpamitan, Jasmine pun tidak banyak kata ia hanya mengangguk mengizinkan.

Walaupun rasanya ingin lebih lama, tapi anak - anak panti sudah harus istirahat dan besok sekolah.

Jasmine memberikan pelukan hangat pada Ibu Rahma, lalu beralih memeluk satu persatu anak - anak panti.

Setelah kepergian mereka semua, Jasmine mendatangi Zaven yang nampak baru saja selesai dengan pekerjaannya. Tanpa kata apapun, Jasmine memeluk Zaven lalu mencium pipinya.

"Daddy, terima kasih ya udah undang ibu dan yang lain makan malam bersama," ucap Jasmine sambil tersenyum manis, sangat manis sampai Zaven menggeram dalam hatinya; bagaimana Zayyan melakukan hal itu pada puterinya yang manis ini?

Zaven dari awal mempercayakan keturunan Mangata itu untuk menjaga Jasmine, lebih dari Jay. Karena Zaven tahu, sedekat apapun bodyguard akan lebih dekat dan lebih baik lagi jika yang menjaga Jasmine adalah orang yang gadis itu sukai.

Zaven tidak melihat tanda - tanda mencurigakan dari pemuda itu di awal, sampai akhirnya Reiga dan Isaac memberitahukannya, lalu ia meminta William menyelidiki. Terbongkarlah semuanya.

Zayyan, pemuda itu ....

"Sweetheart, kamu harus tahu, daddy bisa melakukan apapun untuk mu," ucapnya sambil menatap dalam kedua mata biru yang sangat mirip dengan miliknya.

"Apapun itu?" Tanya Jasmine hati - hati, suaranya memelan. Ia ingat perkataan Ibu Rahma, apa Ayahnya ada dibalik tindakan Zayyan —pergi meninggalkannya?

"Ya, untuk kebahagiaan mu," jawab Zaven mantap tanpa keraguan.

"Walaupun itu menyakitkan aku?" Tanya Jasmine lagi.

"Seseorang yang tertusuk duri pasti sakit, apalagi jika durinya beracun. Tapi daripada membiarkan mu dalam bahaya dengan duri beracun yang bersarang di tubuh mu, daddy lebih memilih mencabut paksa duri itu walau kamu harus kesakitan. Daddy yang akan merawat mu sampai sembuh," ujar Zaven sambil mengangkat tubuh Jasmine untuk duduk di pangkuannya, memberikan beberapa kecupan di pipi gembulnya.

Memdengar kalimat itu, Jasmine seperti mendengar suara hati dari Ayahnya, bahwa apapun yang Zaven lakukan semata - mata demi kebaikan Jasmine sendiri.

Orang tua mana yang akan diam saja, ketika melihat anaknya di sakiti?

Ok, Jasmine paham. Ia akan menurut pada orang tuanga dan menjalani pengobatan luka untuk sembuh.

Jasmine akan membiarkan takdir bekerja dengan sendirinya, membawanya kepada tempat - tempat yang di kehendaki Tuhan untuknya, menikmati segala rasa yang di peruntukkan untuknya, melewati setiap jalan yang ada di hadapannya hingga akhirnya, mungkin saja suatu hari nanti Jasmine akan menemukan jawabannya, kenapa semua ini terjadi?

"Baiklah, puteri daddy tidak boleh begadang. Besok sekolah dan kamu tidak boleh terlambat, bukannya cita - cita mu jadi desainer terkenal?"

Jasmine mengangguk dengan semangat berkali - kali, mata birunya berkilat kilauan tekad yang penuh.

"Hmm lalu bagaimana dengan perusahaan arsitek daddy? Tidak ada yang mau melanjutkan," jawab Zaven menggoda puterinya dengan nada sedih, ia berusaha mengikuti gaya Jasmine saat merajuk.

"Jasmine kan akan meneruskannya, tapi di ubah sedikit dari rancangan bangunan jadi rancangan busana," jawab Jasmine polos, tatapan matanya yang lugu saat mengatakannya membuat Zaven tertawa lepas.

Bagaimana bisa? Jasmine seperti pencuri yang terang - terangan akan mengambil alih perusahaan miliknya, lalu di ubah sesuai keinginannya.

Melihat Zaven tertawa, Jasmine ikut tertawa saja.

"Ide Jasmine bagus kan daddy?" Tanya Jasmine yang membuat Zaven tidak berhenti tertawa, perusahaan yang ia bangun dengan susah payah ternyata sebentar lagi di gulingkan puterinya sendiri.

"Iya sayang, daddy kan tadi bilang apapun itu akan daddy lakukan untuk mu, demi kebahagiaan mu," jawab Zaven tulus, tangan besarnya memeluk dan mengelus punggung puterinya.

Jasmine tersenyum di balik punggung Ayahnya, ia sudah menentukannya.

Daripada menangisi seseorang yang ingin pergi darinya, lebih baik ia membuat senyum dan tawa untuk mereka yang tetap tinggal dengannya.

Malam itu, Jasmine mengerti sebuah hal yang cukup mendalam bahwa;

Jangan pernah menahan seseorang yang ingin pergi hanya karena kamu masih nyaman bersamanya.

Jangan pernah menahan perasaan mu dan memendam masalah sendirian, saat kamu masih mempunyai mereka yang menyayangi mu.

Jangan pernah menangisi kepergian seseorang dan melupakan di sekitar mu masih banyak orang lain yang menunggu kamu membuat kebahagiaan untuk mereka.

Kebahagiaan itu di ciptakan oleh dirimu, bagaimana kamu membuat kesedihan di hati mu menjadi kelapangan yang menenangkan.

Berusaha menerima takdir yang Allah tuliskan untuk mu, menikmati dan mensyukuri setiap detail pemberian-Nya. Sebab sejatinya, bisa saja luka yang membuat mu menangis itu justru akhir dari penderitaan dan awal dari kebahagiaan yang lainnya.

.
.
.
.

☂️ see you next chapter!

LOVE LANGUAGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang