"Jadi... kamu gak inget sayang?"
Jasmine menggeleng dengan tatapan polos, raut wajahnya bingung.
Ruangannya kini banyak sekali orang datang, ada empat lelaki tampan berbeda usia, satu pasangan suami istri dan satu lelaki yang dari tadi menemaninya sejak bangun dari tidur panjangnya.
"Ini mommy sayang. Mommy. Mommynya Jasmine," suara serak Pamela membuat hati Jasmine terasa sakit.
Jasmine hilang ingatan.
Jasmine tidak ingat apapun dan siapapun, ia bingung sekarang.
"Mommy?" Tanya Jasmine mengulangi ucapan Pamela.
"Iya, ini mommy. Mommy di sini sama Jasmine," jawab Pamela sambil mencium punggung tangan putri bungsunya.
"Gak tau, bingung," ucap Jasmine pelan, ia menarik tangannya yang di genggam oleh Zaven dan di kecupi Pamela. Kepalanya pusing.
Melihat Jasmine meremas - remas rambutnya, Marvin segera maju dan memberi kode pada Zaven dan Pamela agar bersabar dan tidak menekannya.
Dengan lembut dan hangat, Marvin menarik pergelangan tangan Jasmine; agar tidak melanjutkan aksi menjambak rambutnya sendiri.
"Don't do that, it's hurts," larang Marvin, seakan menghipnotis dan mengunci pandangan Jasmine.
Iris biru itu akhirnya menatapnya intens, menurut akan perintahnya dan kembali tenang.
Jasmine memeluk pinggang Marvin tanpa ragu, meskipun sama —tidak ingat juga, tapi entah mengapa hatinya mengatakan bahwa ia merindukan lelaki tampan ini.
Jika ada perasaan rindu, maka pasti mereka mempunyai hubungan 'kan? Jasmine bisa merasakan ikatan yang kuat, walaupun ingatannya berlarian entah kemana.
Marvin dengan senang hati membalas pelukan kekasihnya, mengelus belakang kepala Jasmine sambil merapalkan do'a - do'a agar kesakitan Jasmine tidak akan berlangsung lama.
Sambil memeluk pinggang Marvin, kedua mata biru Jasmine memindai satu persatu orang yang ada dan sedang memperhatikannya.
"It's ok sayang," ucap Zaven lembut sambil tersenyum pada Jasmine.
"Adeknya abang hebat."
"Jangan di pikirkan, it's ok. Kita jalani bersama."
"You did a great job, abang bangga."
"Sayangnya abang cantik sekali. Jangan di tarik lagi rambutnya ya?"
"Mom di sini, jangan khawatirkan apapun."
Satu persatu dari mereka mengeluarkan kalimat yang indah di pendengaran Jasmine, tanpa sadar gadis itu mengangguk dan menyembunyikan wajahnya di dada bidang Marvin.
Sesaat, keluarga Prampedya saling memandang dengan haru. Tak apa, yang terpenting sekarang adalah Jasmine bangun. Mereka hanya akan memastikan Jasmine pulih sediakala.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE LANGUAGE
Teen Fiction[ SEASON II ] Setelah semua sakit, bukankah seharusnya terbit senyuman; seperti pelangi yang hadir sehabis hujan turun? Namun, hidup mu dalam kehidupan ini tidak berjalan dan tidak berhenti hanya karena kamu menginginkannya. Tuhan adalah pengendali...