Pukul 21.00 WIB, Marvin memasuki mansion dengan langkah yang lunglai. Pikirannya di penuhi oleh Jasmine, gadisnya masih enggan untuk bicara lebih banyak.
"Ya ampun, Tuan Muda!"
Beberapa maid terkejut melihat penampilan kacau dan babak belur Marvin, membuat Malik yang memang sedang waswas menunggunya di ruang keluarga pun berlari ke arahnya.
Marvin hanya diam, saat ketua maid menanyainya. Termasuk saat Malik pun ikut bertanya.
"Nak, kenapa? Apa yang terjadi?" Tanya Malik sambil menatap lekat mata kosong putranya. Tidak pernah Malik melihat keadaan Marvin sehancur ini, selain di hari kepergian Mutiara.
Malik menuntun Marvin untuk duduk di ruang keluarga, menyuruh ketua maid untuk mengambilkan kompresan dan air minum untuk Marvin.
"Cerita sama daddy, ada apa?"
Marvin menunduk dalam, kedua tangannya saling bertautan dan meremas kencang. Ada luka di punggung tangannya, bekas menonjok dinding saat berkelahi dengan Zayden tadi.
"Marvin, daddy bisa bantu apa nak?"
"Marvin takut."
Suara Marvin serak, ia enggan mengangkat kepalanya membuat Malik sangat merasa bersalah. Tadi pagi kesalah pahaman mereka belum di luruskan dan malamnya Marvin pulang dengan kondisi kacau.
"Takut apa? Daddy di sini, gak ada yang perlu kamu takutkan," Malik tidak suka anaknya menjadi lemah. Kekuasaan Smith, tidak boleh ada yang mampu merobohkannya.
"Marvin takut... kehilangan buat kedua kalinya," jawab Marvin, siapapun bisa melihat dengan jelas; air mata mengalir di rahang tegas seorang Tuan Muda Smith.
Malik tidak menjawab, ia menarik putranya ke dalam pelukannya. Sebagai seorang Ayah, menghadapi berbagai cobaan hidup hingga pernah mencapai titik terendah bukan hal mudah. Tapi lebih sulit bagi Malik melihat Marvin melemah seperti sekarang ini.
"Daddy akan pastikan kamu gak akan pernah kehilangan apapun lagi dalam hidup mu," ujar Malik tegas, ia tidak akan membiarkan hal buruk terjadi pada putranya.
"Marvin mau Jasmine," ucap Marvin sedikit manja di akhir nada kalimatnya.
"Tentu. Daddy akan usahakan dia jadi milik kamu selamanya, bukannya emang kalian saling mencintai?"
Malik belum mengerti, ia justru menjawab sambil tertawa geli. Berpikir putranya hanya sedang galau saja.
"Ada hama pengganggu yang bikin Jasmine nangis dan Zayden marah sama Marvin... Marvin takut kehilangan Jasmine," ucap Marvin membuat Malik kebingungan.
"Jelaskan pada daddy," pinta Malik menghentikan sisa tawanya.
"Marvin tadi pergi ke Markas, janjian sama Jasmine. Marvin suruh semua anak pergi dari Markas karena Marvin pengen nonton berduaan, Marvin udah pilih film kesukaan Jasmine. Terus ada orang tiba - tiba dateng nutup mata Marvin dari belakang, tangannya lembut. Marvin kira itu Jasmine, dia cium Marvin dan yah... Marvin membalasnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE LANGUAGE
Teen Fiction[ SEASON II ] Setelah semua sakit, bukankah seharusnya terbit senyuman; seperti pelangi yang hadir sehabis hujan turun? Namun, hidup mu dalam kehidupan ini tidak berjalan dan tidak berhenti hanya karena kamu menginginkannya. Tuhan adalah pengendali...