Keesokan harinya, Marvin benar - benar seperti kehilangan energinya.
Ia lebih baik ikut tawuran di jalanan dan mendapatkan luka di sekujur tubuhnya, daripada harus merasakan sesak di dadanya akibat cinta.
Rasanya seperti ia sudah salah melangkah, harusnya Marvin bisa menekan perasaannya dan tidak terbuai dengan romansa. Mungkin hidupnya akan jauh lebih baik daripada sekarang.
Tidak pernah ia merasakan hal sesak lebih dari ini, mengingat bagaimana Jasmine sangat sulit mengerti akan perasaannya, Marvin ingin menyerah saja.
"Bos, lo mau ikut ke panti asuhan hari ini?" Tanya anak blackmoon, siang ini markas ramai; mereka bersiap - siap akan pergi ke Panti Asuhan, sumbangan bulanan seperti biasanya.
Para anggota blackmoon mengangkut berbagai macam barang yang akan di sumbangkan, dari para warga yang ikut berpartisipasi dalam acara ini. Ada beberapa donatur tetap yang tidak ingin ketinggalan menyedekahkan sebagian hartanya.
"Sebenernya kalau lo gak ikut juga gak papa sih, gue udah bilang juga ke Bu Hera kalau gue yang bakal wakilin lo," ucap Zayden ikut ke dalam pembicaraan.
Ia turut merasa bersalah pada Marvin, Zayden tentu sangat sadar bahwa adiknya memang semenyebalkan itu. Meskipun Zayden tetap belum bisa ambil sikap pada Jasmine.
Jasmine seolah mempermainkan Marvin, sungguh Zayden tak habis pikir. Ini apa karena Jasmine belum mengerti tentang cinta, atau memang semalam ia hanya terbawa suasana saja?
"Gue ikut," jawab Marvin tidak begitu kencang namun suaranya masih terdengar tegas.
Seluruh anggota blackmoon tahu permasalahan yang sedang melanda Ketuanya, mereka ingin sekali mempertemukan Jasmine dan Marvin, lalu meninggalkan keduanya untuk bicara dari hati ke hati.
Marvin, Zayden dan Tio kompak menoleh ke arah pintu utama, dimana ada seseorang yang berjalan tergesa memasuki markas dengan seragam SMA-nya.
Jasmine.
Gadis bermata biru itu tadi nampak percaya diri memasuki markas, akan tetapi setelah sampai dihadapan Marvin; entah menguap kemana semangatnya.
"Marvi—"
"Ngapain lo kesini? Gue udah larang lo berkali - kali."
Ya. Marvin melarang Jasmine datang ke markas blackmoon, tujuannya ya karena untuk kenyamanan gadis itu.
Menurut Marvin, tidak baik seorang gadis ikut - ikutan nimrung dengan sebuah 'geng motor'. Bagaimana pun citra baik yang berusaha di bangun Marvin untuk blackmoon, tetap saja ketika masyarakat mendengar sebuah 'geng motor' pasti terlintas hal - hal negatif.
"Aku mau ngomong sama kamu sebentar, terus tadi aku bikinin makan siang juga," jawab Jasmine berusaha tenang dan berani, ia membuka ranselnya dan mengeluarkan kotak bekal miliknya.
Tadi sepulang sekolah Jasmine buru - buru memasak khusus untuk Marvin, bahkan tak sempat berganti pakaian. Karena ia mendengar bahwa Zayden akan ada acara amal bersama blackmoon. Takut - takut tidak sempat bertemu dengan Marvin kalau berlama - lama di mansion.
"Kita berangkat sekarang, udah siap semua 'kan?" Marvin berdiri, mengabaikan Jasmine yang terpaku dengan kedua tangan memegang kotak bekal yang hendak ia buka tutupnya.
"U-udah di angkut sih barangnya, cuma kalau lo mau makan sebentar ya gak papa, bos," ucap Tio gugup, di pikir - pikir kenapa ia jadi sering berada di tengah situasi sulit seperti ini?
"Cabut!" Tegas Marvin terang - terangan menolak dan mengabaikan Jasmine, ia melangkah keluar markas. Namun langkahnya terhenti saat mendengar Zayden bicara lembut pada sang adik.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE LANGUAGE
Teen Fiction[ SEASON II ] Setelah semua sakit, bukankah seharusnya terbit senyuman; seperti pelangi yang hadir sehabis hujan turun? Namun, hidup mu dalam kehidupan ini tidak berjalan dan tidak berhenti hanya karena kamu menginginkannya. Tuhan adalah pengendali...