"Anjer Marvin!" Teriak Zayden frustasi, ia melempar ponselnya ke sofa.
Markas blackmoon cukup ramai, mereka sedang berkumpul seperti biasa. Setiap hari, selalu ada saja yang menghuni markas ini. Entah mereka hanya mencari ketenangan —kabur dari rumah, atau bersantai ria sambil bermain bersama, pulang sekolah, kuliah, kerja.
blackmoon sudah seperti keluarga, yang bahkan mempunyai generasi - generasi lanjutannya. Agenda mereka juga setiap sebulan sekali pasti ada, berbagi pada sesama di panti sosial, panti asuhan, bahkan anak - anak atau orang - orang yang hidup di jalanan, hingga kucing pun mereka jadikan target berbagi.
Siapa nih, yang mau ikut blackmoon berbagi makanan kucing?
"Kenapa sih lo, uring - uringan mulu gue liat," ucap Rafli yang sedari tadi memperhatikan tingkah Zayden.
"Marvin minta gue kabarin ke daddy, dia bawa adek gue ke pantai," jawab Zayden dengan malas, ia sedang berpikir bagaimana kalimat yang tepat agar tidak di marahi, hari semakin sore dan Jasmine belum ada tanda - tanda hendak di pulangkan oleh bosnya itu.
"Keluarga lo setuju gak sih, Marvin deketin Jasmine?" Tanya Rafli ingin tahu, ia mendengar bagaimana posesifnya keluarga besar Jasmine.
Bukan tidak percaya akan kebaikan dan kewibawaan Marvin saat ini yang mulai terpancar jelas, namun Rafli sedikit ragu. Karena biasanya keluarga yang posesif, tidak akan membukakan pintu dengan mudah.
Ia khawatir pada Marvin, akan sekeras apa perjuangannya?
Jangankan berhadapan dengan tipe keluarga yang sudah dari sananya posesif, keluarga yang biasa - biasa saja pun menurut Rafli sulit. Tidak akan mudah mengejae restu keluarga.
"Yang gue perhatiin, Marvin itu gak pernah maksain apa yang dia pengen ke Jasmine. Dia justru yang ngedorong Jasmine buat nurut sama keluarga, dia sering negur Jasmine karena marah sama aturan keluarga," ujar Zayden sambil menerawang.
Zayden ingat betul, bagaimana sikap Marvin saat Jasmine yang meminta bantuannya untuk lepas dari aturan Vincent, —melarang Jasmine keluar malam untuk kepentingan apapun.
Sesekali Marvin menunjukkan bahwa ia tertarik pada Jasmime, namun tidak pernah menanyai Jasmine akan perasaannya maupun bagaimana kedepannya, tidak pernah juga mengomentari sikap keluarga Jasmine.
Yang Marvin ingin untuk saat ini, biarkan Jasmine menikmati kehidupannya sebagai remaja, anak gadis yang di sayangi oleh keluarga besarnya, anak perempuan yang di jaga ketat oleh kedua orang tua dan kakaknya.
Marvin tidak mau mengulangi kesalahan yang pernah Zayyan lakukan, akibat dari sifat egois yang selalu menekankan 'hargai aku sebagai orang yang mencintai mu, jangan kenali aku sebagai kakak atau teman kakak mu' sampai Jasmine sakit dan sedikit memberontak pada Zaven.
Tidak Marvin tidak mau itu. Ia justru ingin Jasmine menjadi anak penurut, bahagia dan nyaman, menyatu dengan aturan keluarganya. Ini adalah bahasa cintanya Marvin untuk Jasmine.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE LANGUAGE
Teen Fiction[ SEASON II ] Setelah semua sakit, bukankah seharusnya terbit senyuman; seperti pelangi yang hadir sehabis hujan turun? Namun, hidup mu dalam kehidupan ini tidak berjalan dan tidak berhenti hanya karena kamu menginginkannya. Tuhan adalah pengendali...