Marvin memarkirkan motornya di parkiran Velvet Bloom, kafe milik Zargan.
"Kenapa di sini?" Tanya Jasmine, ia memindai kafe ini masih sama ramainya; seperti dulu, ketika ia masih menjadi pekerja paruh waktu.
"Gue suka cake velvetnya," jawab Marvin, setelah melepas helm yang terpasang pada Jasmine, Marvin merangkulnya memasuki kafe.
Suasana kafe sore hari ramai, di temani suara alunan musik yang menenangkan —terkadang musik hype. Jasmine dan Marvin memilih untuk duduk di meja nomor 14, di pojok dekat dengan dinding kaca yang menampilkan taman belakang kafe yang indah. Sebentar lagi sunset akan terlihat di sana.
Spot yang menakjubkan. Ngemil sambil melihat keindahan lukisan Tuhan di sore hari.
"Selamat datang di Velvet Bloom, ini buku menu kami. Mau pe... pesan sekarang atau nanti kak?"
Sarah, pegawai kafe itu sempat terhenti mengucapkan kalimat yang dalam satu hari kerja, terulang hingga puluhan kali ia sampaika pada pelanggan yang berdatangan.
Sarah terkejut melihat Jasmine. Dulu, Sarah tidak bisa membela Jasmine ketika gadis itu di fitnah mencuri uang. Penyesalannya sampai detik ini.
"Lo mau pesen apa?" Tanya Marvin, menghiraukan tatapan penuh Sarah pada kekasihnya.
Marvin sudah tahu semua yang terjadi pada Jasmine di masa lalu. Meskipun begitu, ia tetap membawa Jasmine pergi kemanapun gadis itu inginkan dan ia ingin, Marvin tidak takut siapapun dan apapun.
Kalau pun semisal ada yang berani menyerang Jasmine verbal atau non verbal di hadapannya, Marvin pastikan orang itu akan berurusan dengan blackmoon.
"Hmm aku.. mau ..."
"Makanan berat aja, lo belum makan dari pagi," titah Marvin dengan tangannya yang berani mengelus pipi tembam Jasmine, tidak peduli di hadapan mereka ada yang menyaksikan.
Sudah di bilang, Marvin tidak takut siapapun dan apapun.
"Tapi aku mau cake," jawab Jasmine manja, melayangkan protes berharap Marvin sore ini tidak cosplay menjadi Isaac yang susah di rayu.
"Boleh, tapi pesen makanan berat juga," Marvin menatap Jasmine datar.
"Enggak mau!" Kekeuh Jasmine menolak dan menggeser buku menunya.
"Ok kalau gitu gue aja yang pesen, lo temenin gue gak usah pesen apapun," ucap telak Marvin dengan sadis.
Jasmine melotot. Memperhatikan Marvin yang benar - benar hanya memesan untuk dirinya sendiri.
Setelah kepergian Sarah yang membawa buku menu dan catatan pesanan Marvin, Jasmine pun cemberut. Mengalihkan pandangannya pada kaca, tidak mau melihat atau di sentuh Marvin.
Ngambek.
Menit berselang, Marvin masih menatap wajah cantik Jasmine dari samping. Dalam keadaan apapun, gadisnya selalu berhasil melumpuhkan logikanya.
Marvin ingat, dulu ketika ia masih SMA dan tiada hari tanpa beradu mulut dengan Jasmine; sebenarnya jantungnya berdegup dengan kencang, darahnya berdesir setiap kali melakukan interaksi dengan gadis itu.
Jasmine sangat cantik. Bukan hanya paras, namun tingkah polos dan tulusnya membuat Marvin tidak bisa berkutik.
Di mana lagi kamu akan mendapatkan gadis seperti Jasmine di jaman ini? Kira - kira begitu isi pikiran Marvin, ketika Jasmine bersembunyi dari anak - anak sekolah yang mengaguminya. Jasmine tidak ingin tersorot orang, walaupun tidak bisa dihindari; ia adalah centernya.
Simpel memang, tapi tidak semua gadis sepertinya. Kebanyakan para gadis di luaran sana, akan mencari berbagai macam cara untuk terkenal, bangga dengan apa yang ia 'jual' demi memiliki banyak followers dan memujanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE LANGUAGE
Teen Fiction[ SEASON II ] Setelah semua sakit, bukankah seharusnya terbit senyuman; seperti pelangi yang hadir sehabis hujan turun? Namun, hidup mu dalam kehidupan ini tidak berjalan dan tidak berhenti hanya karena kamu menginginkannya. Tuhan adalah pengendali...