11

17 4 0
                                    

Aku membuka mataku perlahan. Tubuhku terkapar tak berdaya dengan salju yang tebal disekelilingku.

Rasa dingin yang menusuk langsung menyergap tubuhku saat aku jatuh dari tebing es, terpental dan terguling di lereng curam. Udara yang tajam memotong napasku, membuat paru-paruku terasa membeku. Salju tebal menyelimuti seluruh tubuhku, dan rasa sakit di setiap sendi membuat tubuhku lemah. Aku tak mampu bergerak dengan cepat. Hanya ada keheningan, kecuali suara desing angin dan deru salju yang jatuh, menenggelamkan suara apapun di sekitarku.

Aku berbaring sejenak, mencoba memahami apa yang baru saja terjadi. Seseorang mendorongku. Bayangan samar orang itu masih terbayang di benakku, tapi wajahnya tak bisa kuingat dengan jelas. Hanya rasa pengkhianatan yang memenuhi pikiranku, dan sekarang aku sendirian di malam yang sangat dingin.

Tubuhku menggigil hebat, bibirku mulai kebas, dan napasku berembun di udara dingin. Kegelapan malam mulai merayap, dan salju turun dengan semakin deras, menghujani wajahku tanpa ampun. Aku harus bergerak. Jika tidak, aku akan membeku di sini.

Mataku menangkap bayangan sebuah pohon di dekat sana, satu-satunya tempat yang mungkin bisa memberiku sedikit perlindungan. Dengan sisa tenaga yang kupunya, aku mencoba merambat, menarik tubuhku yang lemah melintasi salju yang dalam. Setiap gerakan terasa berat, seolah-olah tubuhku ditarik ke bawah oleh dingin yang tak henti-hentinya merayap ke dalam tulang.

Aku terus merangkak, tangan dan lututku gemetar, hampir tak mampu lagi. Pohon itu tampak begitu jauh meski hanya beberapa meter. Angin bertiup kencang, membawa butiran salju tajam yang memukul wajahku. Aku ingin menyerah, tapi aku tahu jika aku berhenti, ini akan menjadi akhir.

Akhirnya, setelah apa yang terasa seperti seumur hidup, aku sampai di bawah pohon itu. Ranting-rantingnya yang dipenuhi salju sedikit melindungiku dari badai salju yang semakin ganas. Aku bersandar di batang pohon, mencoba meredakan gemetar di tubuhku. Napasku tersengal-sengal, dan tubuhku terasa lemah, hampir tak mampu bertahan.

Malam itu terasa tak berujung, dan aku hanya bisa berharap ada seseorang yang akan menemukanku sebelum dingin ini merenggut segalanya.

Aku menatap sekelilingku.

Badai salju menderu di sekitar, mengelilingi tubuhku dengan tumpukan salju yang terus-menerus menambah ketebalan di sekitarku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Badai salju menderu di sekitar, mengelilingi tubuhku dengan tumpukan salju yang terus-menerus menambah ketebalan di sekitarku. Angin yang kencang memaksa salju menembus pakaian, menyelimuti tubuhku dengan dingin yang hampir tak tertahankan. Dalam kegelapan malam yang pekat, segala sesuatu tampak samar dan tak terjangkau. Hanya suara gemuruh angin dan salju yang berdesir menjadi pengisi kesunyian yang mencekam.

Aku mendekap tubuhku erat, mencoba mengumpulkan panas dari tubuhku sendiri. Tangan dan kaki terasa kebas, dan rasa dingin mulai menyusup ke dalam tulang. Aku menggigil hebat, tapi tubuhku tidak bisa lagi merespons dengan cepat. Setiap gerakan terasa berat, seolah-olah aku terjebak dalam cairan beku.

Tidak ada tanda-tanda kehidupan lain di sekitar. Kegelapan malam mengelilingi, dan salju yang terus-menerus turun membuat visibilitas semakin buruk. Tanpa ada suara atau tanda-tanda dari orang lain, aku merasa terasing dan terputus dari dunia luar. Hanya ada aku, badai, dan kesunyian yang menghimpit.

Dalam kondisi seperti ini, pikiranku mulai menerawang ke masa lalu, ke kenangan- kenangan yang penuh warna sebagai pelarian dari dingin yang menyelimutiku. Aku mencoba fokus pada hal-hal yang menyenangkan, berusaha mengalihkan perhatian dari rasa sakit dan kedinginan yang mengancam.

Aku berusaha mencari perlindungan yang lebih baik di bawah pohon tempatku bersembunyi, berharap ranting-rantingnya dapat memberikan sedikit kelegaan dari badai yang tak kunjung reda. Dalam keheningan malam, hanya ada diriku dan ketidakpastian yang memelukku, sambil berharap bahwa pagi akan segera datang membawa kehangatan dan harapan baru.Hanya ada kegelapan. Aku menutup kedua mataku dan meringkuk tak tertahan.

Tiba malam dengan segala cerita yang menggugah. Serta hembuskan angin yang yang menerpa diri Menyertai gelap nya langit.

Dan ya, hitam kelam menyelimuti dan Mengakhiri cerita pada hari ini. Dering jangkrik seolah mengikuti, Seolah ingin menyampaikan pesan tentang memikirkan diri. Tentang apa yang sedang kita nikmati Dan tentang apa yang kita tak ingin kan terjadi.

"Tidak. Aku tidak bisa mati kedinginan seperti ini!"

"Tapi, Tidak akan ada yang dapat menemukanku dibawah sini. Mereka sangat jauh diatas sana!"

Aku menangis tersedu sedu. Ketakutan.

"Kumohon, siapapun temukan aku!" Tangisku.

Ketika tubuhku tumbang di bawah salju, kegelapan semakin menguasai pikiranku. Kedinginan dan kelelahan membuatku tidak bisa lagi melawan. Rasanya seperti seluruh dunia berputar dan perlahan menghilang, meninggalkanku dalam kebingungan.

Tiba-tiba, aku merasakan sentuhan di pundakku. Tangan yang kuat dan penuh perhatian mengguncangku dengan lembut, mencoba membangunkanku dari ambang ketidakberdayaan. Ada suara yang terdengar samar di antara hembusan angin dan deru salju.

"Jangan tidur! Kau harus bangun, krystal!"

Aku berusaha membuka mata, tetapi rasa sakit dan dingin membuat semuanya semakin sulit. Tangan asing itu terus menahan pundakku, seolah-olah memberikan harapan terakhir yang tersisa. Aku merasakan nafas hangatnya yang sedikit menyentuh wajahku, menambah rasa kontras dengan dingin yang menyelimutiku.

Namun, setiap usaha untuk bertahan terasa semakin berat. Tubuhku menggigil hebat, dan rasa sakitnya terlalu menekan. Dengan semua kekuatan yang tersisa, aku mencoba menanggapi, tetapi ketidakmampuan untuk bergerak dan rasa sakit yang tak tertahankan membuatku semakin lemah.

Akhirnya, meskipun suara dan sentuhan itu terus berusaha membangunkanku, aku tidak bisa lagi menahan rasa sakit yang menyelimuti. Aku menutup kedua mataku, merasa seolah-olah semuanya mulai memudar. Ketika aku mengunci mataku dalam kegelapan, aku berharap, di tengah semua rasa sakit ini, bahwa seseorang akan tetap ada di sini untuk membantu sebelum semuanya benar-benar menjadi gelap.

Saat aku hampir kehilangan kesadaran, tangan asing itu semakin erat memelukku. Aku merasakan kehangatan tubuhnya yang mencoba menembus dinginnya salju dan kelelahan yang menyelimutiku. Dengan gerakan lembut namun penuh perhatian, dia mengatur posisinya sedemikian rupa sehingga tubuh kami saling bersentuhan, seperti pinguin yang saling memeluk untuk melawan dingin ekstrem di habitat mereka.

"Anggap aku sebagai pinguin. Sekali saja.."

Dia membungkusku dalam pelukannya, menempelkan tubuhnya pada tubuhku dengan penuh kasih sayang. Setiap napasnya terasa seperti dorongan energi baru, menyalurkan kehangatan yang sangat aku butuhkan. Tangan-tangannya bergerak lembut di sekitar tubuhku, memastikan agar aku tetap dalam dekapan yang hangat dan aman.

Kepalaku terletak di dadanya, dan meskipun aku masih menggigil, kehangatan tubuhnya mulai mengusir sebagian besar rasa dingin yang menyelimutiku. Suara detak jantungnya yang stabil dan hangat memberikan rasa ketenangan, seolah-olah dia berusaha menyampaikan harapan dan perlindungan di tengah badai salju yang tak kunjung reda.

Dalam pelukan itu, rasa sakit perlahan-lahan mulai mereda, dan aku mulai merasakan kembali aliran panas di tubuhku. Meskipun masih terasa lemah, kehadirannya memberikan dorongan terakhir yang aku butuhkan untuk bertahan. Dengan setiap detik yang berlalu, aku merasa sedikit lebih hidup, sedikit lebih mampu melawan dingin yang mengancam.

FATE'S CRUEL KINSHIP (SELESAI)✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang