17

11 2 0
                                    

Los Angeles, 12 AM

Sisi Dariel...

Malam ini terlihat sangat cantik, bintang-bintang bertaburan dengan kerlap-kerlipnya, dan bulan yang begitu menawan. Angin berhembus membuat dedaunan pohon bergoyang.

Aku menatap gadis memakai syal dengan seragam sekolahnya yang khas diujung sana. Ia sangat cantik, begitu cantik, bagaikan tiada lagi yang lebih cantik, sedemikian rupa cantiknya sehingga
bukan saja kecantikan wajahnya membuat udara bergelombang, tetapi

bahkan siapa saja yang memandangnya lantas akan jatuh. Jatuh hati padanya.

Satu rasa yang memiliki jutaan makna. Sebuah rasa yang ingin dimiliki semua orang. Rasa yang indah, rasa yang membuat segalanya menjadi mungkin, rasa yang mengubah lemah menjadi kuat, takut menjadi berani, rasa yang bisa menaklukan benci.

Cinta?

Mengenalnya adalah hal yang indah. Untuk memiliki? Kurasa Tidak, Hanya mengenalnya.

Aku beranjak dari kursiku lalu berjalan mendekatinya.

"Tuan, kau mengenalnya? Dia bahkan tidak bisa berhenti memesan Ace of Spades wine!"

Aku mengangguk.

"Tidak. Dia tidak mengenalku! Aku bahkan tidak mengenalnya! Beri aku segelas lagi!"

Aku menatap pelayan memberi isyarat agar tidak memberinya wine lagi.

Dia mendongak dengan air mata mengalir di pipinya, tampak sangat rapuh. Pipinya bersemu merah, kontras dengan bibirnya yang pucat dan kedinginan, efek dari mabuk yang semakin memperlihatkan betapa dia benar-benar kehilangan kendali.

Keberadaan shawl di lehernya tidak mampu sepenuhnya menghangatkan tubuhnya yang gemetar. Keringat dingin dan emosi yang campur aduk membuatnya terlihat sangat terluka dan bingung. Tatapannya, penuh kesedihan dan kebutuhan, langsung mengarah padaku, seakan meminta bantuan atau pengertian dalam keadaan yang sangat tidak berdaya.

"Hey, apa yang terjadi? Mengapa menangis?" Tanyaku pelan.

"Seumur hidupku, tidak ada yang benar-benar mengenalku! Tidak seorangpun benar-benar baik padaku! Semuanya palsu!" Tangisnya.

Aku menangkup wajahnya dan menghapus air matanya.

"Lihat aku! Jangan menangis, oke? Aku akan mengantarmu pulang! Ayo!" Ajakku.

Krystal menggeleng, lalu tertawa pelan, tampak semakin bingung dengan efek mabuknya. Dia berdiri dari duduknya, meraih pipiku dengan kedua tangannya.

Apalagi ini?, batinku.

"Wah, terang sekali! Wajahmu tersusun sangat rapi! Aku menyukainya!" Bisiknya lalu tersenyum.

Aku tersenyum, merespons kehangatannya.

"Ayo, jangan bicara lagi! Aku akan mengantarmu pulang!" Ajakku lalu meraih pinggangnya.

Dia menggeleng lalu kembali duduk. Dia meletakkan kepalanya diatas meja. Aku meraih bahunya.

Kepalanya mendongak menatapku sendu.

"Bisakah kau menggendongku?"

Matanya berkaca-kaca. Aku tertawa pelan, merasa terharu.

Manis sekali, batinku.

"Tidak bisa, bukan? Aku akan menginap disini! Kau pulang saja!" Isaknya lalu menangis.

Dia meletakkan kepalanya kembali keatas meja.

"Tentu saja! Ayo! Aku akan menggendongmu! Ayo, naiklah!" Ajakku meraih tangannya lalu duduk membelakanginya.

Beberapa detik kemudian, tubuhnya mulai naik di punggungku, dan dia melingkarkan tangannya di leherku dengan lembut. Aku mengangkatnya perlahan, memastikan dia nyaman.

"Begini? Apa kau merasa nyaman?" Tanyaku.

Dia mengangguk, dan aku tersenyum, melangkahkan kaki keluar dari bar dengan Krystal di punggungku, siap untuk membawanya pulang.

Dingin dan basah. Butiran-butiran putih itu tampak angkuh menjatuhi ranting hitam dan kurus milik zelkova tua yang berdiri tidak jauh dari bar.

"Malam adalah selimut kesunyian untuk menghangatkan sisi yang kelam dari kejamnya roda dunia. Aku benar, bukan?" Ujarnya lantang.

Jika, bagimu malam ini terlalu sepi, kau boleh meminjam riuh ingatanku, akan kuceritakan bahwa jatuh cinta diam-diam lebih sakit dari patah hati.

Dia menepuk-nepuk pundakku.

"Tapi jangan Khawatir! Segelap-gelapnya malam, malam terkadang menghasilkan bintang yang bercahaya! Lihat kesana!" Serunya mengangkat jari telunjuknya sekejab.

Aku mendongak.

Kau benar, batinku.

Aku membuka pintu mobil dan menurunkannya perlahan lalu menata sandaran yang pas untuknya.

Aku tersenyum sekilas lalu berlari menuju kursi kemudiku.

"Shhh!!" Lirihnya pelan sambil menyentuh kepalanya.

"Ada apa? Apa yang kau rasakan?" Tanyaku.

"Kepalaku sangat pusing!"

Aku menekan tombol adjuster seat di mobil agar tubuh Krystal bisa terbaring lebih nyaman. Dia menutup kedua matanya, terlihat lebih tenang dalam posisi itu. Dengan lembut, aku menghempas rambut yang menutupi wajahnya, berusaha memastikan dia merasa nyaman.

Bahkan di bawah langit penuh bintang pun kau tetap terlihat paling terang, batinku.

Aku menekan tombol on music di mobil, dan lagu "Star" oleh Colde mulai mengalun pelan, menciptakan suasana yang lembut dan menenangkan. Sambil menatap Krystal yang sepertinya sudah tertidur dengan nyenyak, aku merasa sedikit lega, memikirkan betapa pentingnya memastikan dia kembali dengan aman.

🎼

Just like a star
I stay here for long
While everything is changed
I just cannot help but stay, oh
Just like a star
I don't even see myself get old
It's hard to be explained
I wanna break away
I keep on praying
Oh, why?

If my tears fall
Down in my universe
Turns into a new world
Time to find my way back home
Thousand years' gone
I don't feel nothing no more
You're the one I long for
Now it's time to go
I hover like a star
🎼








FATE'S CRUEL KINSHIP (SELESAI)✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang