59

5 3 0
                                    

Angin malam yang dingin menyapu wajahku, namun rasanya tak ada yang lebih dingin dari kenyataan yang baru saja menghantam kami. Aku melihat Dariel, berdiri tak jauh dariku, matanya masih mencari jawaban di antara kebingungan yang kami alami. Tangannya mengepal di sisi tubuhnya, seolah berusaha menahan sesuatu yang jauh lebih besar dari kata-kata.

"Kita tak seharusnya berada di sini,”gumamku, mencoba mengendalikan emosi yang membuncah.

"Ini semua terlalu salah, Dariel. Kita seharusnya tidak menciptakan kenangan-kenangan ini, tidak seharusnya merasakan hal seperti ini.”

"Tapi kita sudah melakukannya,”katanya dengan suara serak, matanya bersinar dalam cahaya bulan yang memantul di atas laut.

"Kita tidak bisa berpura-pura tidak pernah ada sesuatu di antara kita, Krystal. Tidak bisa.”

Aku merasakan hatiku terbelah. Setiap kata yang ia ucapkan membangkitkan ingatan akan saat-saat yang dulu penuh kebahagiaan. Saat kami tertawa bersama, merajut impian, berbagi rasa sayang yang begitu tulus—hingga kenyataan menghancurkan semuanya dalam sekejap.

"Kita tidak memilih ini,”lanjut Dariel dengan suara yang penuh kepedihan. "Tapi itu tidak mengubah apa yang kurasakan. Krystal, aku tak bisa berhenti mencintaimu. Aku sudah mencoba, dan setiap kali aku berpikir bisa melupakan, perasaan ini semakin kuat. Aku… aku tidak tahu harus bagaimana lagi.”

Setiap kalimat yang keluar dari mulutnya bagaikan pisau yang menusuk jauh ke dalam diriku. Hatiku menangis, namun bibirku tak bisa mengeluarkan suara apapun. Apa yang bisa kukatakan? Bahwa aku merasakan hal yang sama? Bahwa di setiap malam sunyi aku memikirkan senyumnya, tawanya, perhatiannya—perasaan yang seharusnya tak pernah ada di antara kami.

"Aku juga mencintaimu,”bisikku pelan, nyaris tak terdengar. "Tapi apa gunanya, Dariel? Apa gunanya semua ini jika kita tahu bahwa kita tak bisa bersama?”

Dariel melangkah mendekat, wajahnya penuh dengan campuran kepedihan dan harapan yang masih tersisa.

"Kita bisa membuat jalan kita sendiri, Krystal. Kita bisa menemukan cara. Takdir bukanlah sesuatu yang tak bisa diubah.”

Aku menggeleng pelan, air mata mulai menggenang di mataku.

"Kita tak bisa mengubah darah yang mengalir dalam tubuh kita, Dariel. Takdir kita sudah terikat oleh itu. Kita terhubung lebih dalam dari sekadar cinta. Kita adalah keluarga”

Kata-kataku terhenti, tenggelam dalam keheningan yang menyesakkan di antara kami. Dariel mendekatkan wajahnya, tapi bukan untuk mencium, melainkan hanya untuk menyentuh dahiku dengan lembut.

"Aku tak ingin kehilanganmu,”bisiknya.

Aku menutup mata, merasakan sentuhan terakhir sebelum segalanya harus berakhir. Kami tahu tak ada jalan lain. Cinta ini takkan pernah menemukan ujung yang bahagia, hanya jejak-jejak luka yang tak bisa dihapus.

"Kita harus berhenti, Dariel,”kataku dengan tegas, meskipun hatiku retak oleh kata-kata itu. "Untuk selamanya.”

"Bagaimana mungkin kita bisa memilih cinta ini, Dariel? Ketika semua yang kita ketahui sekarang adalah kebohongan?"

Dia menunduk, menggeleng pelan, seolah menyangkal semua yang terjadi.

"Aku tidak peduli dengan kebohongan atau takdir, Krystal. Aku hanya peduli tentang kita, Tentang apa yang kita rasakan. Bagaimana mungkin itu salah?”

Tapi aku tahu, meskipun hatiku ingin bersamanya, ada batasan yang tidak bisa kulewati. Kami telah lahir dari rahim yang sama. Itu adalah kenyataan yang tak bisa diubah. Seberapapun kuatnya cinta kami, kenyataan itu akan selalu ada di antara kami, menghantui setiap langkah, setiap sentuhan, setiap kata.

FATE'S CRUEL KINSHIP (SELESAI)✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang