25

3 3 0
                                    

Aku mengendarai mobilku perlahan, masih memikirkan pertemuan tak terduga ini. Sesekali aku melirik ke kaca spion, menatap Dyna bersama neneknya di kursi belakang. Keduanya tampak kaku, mungkin karena hubungan mereka yang masih sangat baru. Dyna belum sepenuhnya mengenal neneknya. aku tahu bahwa sejak bayi, Dyna sudah berada di panti asuhan, tumbuh tanpa keluarga.

Tatapan mereka sesekali bertemu, namun tidak banyak kata yang terucap. Ada semacam jarak yang sulit diabaikan, seolah mereka masih mencari cara untuk saling terhubung. Aku hanya bisa membayangkan apa yang mungkin Dyna rasakan sekarang, bertemu dengan satu-satunya keluarga yang tersisa setelah bertahun-tahun hidup sendiri.

Aku menghela napas pelan, berharap momen ini menjadi awal yang baik bagi Dyna, meskipun jelas butuh waktu bagi mereka untuk membangun ikatan yang hilang.

Setelah beberapa lama mengemudi, aku menghentikan mobil di depan sebuah gang sempit yang terlalu kecil untuk dimasuki mobil. Aku mematikan mesin dan melihat Dyna serta neneknya bersiap turun dari mobil. Tanpa berpikir dua kali, aku pun turun dengan niat untuk berjalan bersama mereka, memastikan mereka sampai dengan aman ke rumah.

Kami mulai menyusuri setapak jalan kecil di gang itu. Suasana di sini berbeda, banyak rumah kecil berdiri berhimpitan, dengan dinding-dinding yang hampir bersentuhan satu sama lain. Jalanan sempit itu cukup ramai, dipenuhi aktivitas penghuni rumah. Suara anak-anak bermain terdengar samar di kejauhan, dan aroma masakan dari rumah-rumah yang kami lewati menguar di udara sore yang mulai mendingin.

Dyna berjalan pelan di samping neneknya, terlihat masih canggung namun berusaha menjaga kedekatan. Aku mengikuti di belakang mereka, merasakan kehangatan yang tenang dari suasana kampung ini, meski ada rasa ingin tahu yang tetap menggelayut tentang bagaimana perjalanan hidup Dyna akan berkembang setelah menemukan keluarganya.

Kami akhirnya sampai di depan sebuah rumah kecil yang terletak langsung di tepi jalan, tanpa halaman. Rumah itu tampak sederhana, dengan dinding kayu dan jendela yang tampak usang. Nenek Dyna berhenti di depan pintu, menoleh ke arah kami dengan tatapan penuh rasa terima kasih.

"Maafkan kondisi rumah yang sempit ini," katanya dengan nada menyesal, sambil membuka pintu.

"Silakan masuk, dan terima kasih telah mengantarkan kami."

Dyna membukakan pintu lebar-lebar, menunjukkan sikap yang penuh hormat meskipun dia sendiri tampak sedikit canggung. Aku melangkah masuk ke dalam rumah kecil itu, yang interiornya sederhana namun terasa hangat dan akrab. Di dalam, ada aroma kayu dan sedikit bau makanan yang sedang dimasak.

Aku tersenyum kepada nenek, mencoba membuat suasana terasa lebih nyaman.

"Tidak masalah sama sekali. Aku senang bisa membantu. Terima kasih telah menerimaku di sini," kataku dengan tulus, sambil melihat sekitar dengan rasa ingin tahu dan kehangatan hati.

Nenek mengundangku untuk duduk, dengan penuh keramahan.

"Silakan duduk. Nenek sudah menyiapkan makanan desa yang istimewa. Ayo makan bersama kami," katanya dengan senyuman hangat, tampak bangga dengan hidangan yang telah disiapkan.

Aku tersenyum dan dengan halus menolak tawaran tersebut.

"Terima kasih banyak atas tawarannya, nek. Namun, saya benar-benar harus pulang ke mansion. Mungkin di lain waktu kita bisa berbagi makanan bersama."

Nenek tampak mengerti dan mengangguk dengan penuh pengertian.

"Baiklah, jika begitu. Terima kasih sudah mengantarkan kami dengan aman. Maka pulanglah dengan aman!"

Aku tersenyum ramah, lalu mengangguk. Dengan penuh rasa hormat, aku melangkah keluar dari rumah kecil itu.

"Krystal!" Panggil Dyna, suaranya penuh harap.

Aku menghentikan langkahku dan menghela napas pelan, merasakan campuran emosi yang membingungkan. Meski dia baru saja mencoba mencelakaiku, aku tidak bisa sepenuhnya mengabaikan hubungan masa lalu kami. Dyna telah bersamaku sejak kecil, selalu menemaniku dalam berbagai situasi.

Melihatnya lagi membuatku merasa marah, tapi juga tak tega. Hatiku bertabrakan antara rasa sakit hati dan rasa kasihan. Aku berdiri membeku, mencoba menyusun kata-kata yang tepat untuk menghadapi situasi ini.

Aku membalikkan tubuhku, dan Dyna segera memelukku erat. Dalam pelukannya, aku bisa merasakan betapa tulusnya rasa penyesalannya.

"Aku tidak akan memintamu membawaku pergi, Krystal! Kini aku telah bertemu dengan keluargaku. Aku akan melanjutkan hidupku!" Ucapnya.

Suaranya bergetar saat dia meminta maaf, penuh dengan rasa sesal dan terima kasih.

"Maafkan aku. Terima kasih telah menjadi temanku," katanya dengan tulus.

"Ayahmu mengadopsiku dan merawatku sejak kecil, dan aku sangat bersyukur untuk itu. Tapi aku benar-benar menyesal telah mencoba mencelakakanmu."

Aku merasakan pelukannya yang penuh emosi, dan meskipun ada rasa sakit dari peristiwa lalu, aku juga merasakan kehangatan dari pengakuan dan rasa terima kasihnya. Ada sesuatu yang menyentuh tentang bagaimana, meski begitu banyak yang terjadi, Dyna masih bisa menunjukkan rasa syukur dan penyesalan yang mendalam.

Aku membalas pelukannya dengan lembut, berusaha menenangkan keduanya dalam momen penuh perasaan ini.

Dyna terus memelukku dengan erat, seakan ingin menghapus semua kesalahan yang telah terjadi. Aku bisa merasakan detak jantungnya yang cepat, campuran antara rasa bersalah dan kelegaan. Aku membiarkannya sejenak, mengambil waktu untuk merenung tentang semuanya.

"Sudah cukup, Dyna," kataku lembut, meraih bahunya dan mendorongnya sedikit agar kami bisa saling menatap.

"Aku mengerti kau menyesal. Ini sudah berlalu, dan kita harus melupakannya"

Dyna mengangguk dengan penuh rasa syukur, air mata masih mengalir di pipinya.

"Aku sangat berterima kasih atas kesempatan ini. Aku tahu aku m berbuat salah, aku ingin memperbaikinya."

Aku menghela napas dalam-dalam, merasakan campuran emosi di dalam diriku.

"Kita semua membuat kesalahan, Dyna. Yang penting adalah bagaimana kita belajar darinya dan menjadi lebih baik. Kau dan aku.kita perlu menyelesaikan hal ini dengan baik."








FATE'S CRUEL KINSHIP (SELESAI)✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang