51

3 1 0
                                    

Eve menatap Joseph di seberang meja panjang yang memisahkan mereka. Gedung pertemuan mewah di California ini penuh dengan detail-detail megah tirai sutra, lantai marmer berkilauan, dan chandelier kristal yang menggantung tinggi di atas kepala mereka tetapi semua kemewahan itu terasa jauh dari suasana hati mereka yang suram. Ruangan itu terasa hampa, seolah tak ada yang bisa mengisi kekosongan yang telah lama mengganjal di antara mereka. Meski sudah bertahun-tahun sejak mereka terakhir bertatap muka, luka-luka emosional yang membekas antara mereka masih segar.

Eve menggenggam jemarinya di atas pangkuan, berusaha menenangkan diri. Ada banyak hal yang ingin ia katakan, tetapi kata-kata itu terasa berat di lidahnya. Setelah lama berdiam, ia akhirnya berbicara, suaranya rendah namun penuh beban.

"Krystal..." Eve mulai berbicara, suaranya berat.

"Aku tidak pernah ingin dia mengetahui hal ini. Dia salah paham sekarang. Dia pikir aku pergi karena aku mencintai pria lain. Nyatanya aku pergi karena aku takut. Aku tidak bisa membiarkan Krystal hidup dalam ketakutan yang sama. Aku tidak bisa membiarkan dia melihat ibunya dihancurkan secara emosional dan fisik oleh ayahnya sendiri."

Ucapan itu membuat Joseph kembali menatap Eve, dan kali ini matanya penuh amarah. Tapi kali ini, amarahnya bercampur dengan keterkejutan.

"Krystal? Kau pikir aku akan menyakiti Krystal?" suaranya teredam tetapi penuh intensitas.

"Eve, aku tidak pernah, sekalipun, menyakiti putri kita. Dia... dia segalanya bagiku. Aku mungkin... aku mungkin pernah menyakiti orang lain-kamu, aku tidak menyangkal itu. Tapi Krystal?"

Joseph terdiam sejenak, menggenggam tepi meja seolah itu satu-satunya yang membuatnya tetap tenang.

"Tidak. Aku tak mungkin menyakiti dia."

Eve menatapnya, merasakan campuran antara kelegaan dan kebingungan di hatinya. Joseph melanjutkan, kali ini lebih lembut, hampir seperti seorang pria yang putus asa untuk mempertahankan apa yang masih tersisa dari dirinya.

"Selama ini, aku telah merawat Krystal dengan baik. Aku memastikan dia mendapatkan semua yang dia butuhkan. Aku ada di sana untuknya saat kamu tidak ada. Kau tahu itu. Aku mungkin bukan suami yang baik, tapi aku adalah ayah yang baik untuk Krystal. Aku mencintainya... dengan segala yang aku miliki."

Ruangan itu terasa semakin sunyi setelah pengakuan Joseph. Eve bisa merasakan beratnya perasaan bersalah di balik kata-katanya. Meski Joseph penuh dengan kemarahan dan penyakit yang membuatnya tak bisa mengendalikan dirinya, bagian dari dirinya yang mencintai Krystal tetap ada, tetap utuh. Dan itu membuat Eve terdiam sejenak, tak tahu bagaimana menanggapi.

"Aku tahu kau mencintai Krystal,"jawab Eve akhirnya, suaranya bergetar. "Tapi cinta saja tidak cukup. Apa yang terjadi padamu, apa yang terjadi pada kita itu bukan tempat yang aman untuk siapa pun. Bahkan untuk Krystal."

Joseph terdiam, wajahnya menegang mendengar kata-kata Eve. Di dalam hatinya, dia tahu ada kebenaran yang tak bisa dia sangkal, tapi kebanggaan dan penyesalannya menutupinya dari menghadapi kenyataan sepenuhnya. Eve, di sisi lain, merasakan beban percakapan ini semakin menguras emosinya. Dia tahu ini adalah saat untuk menutup bab terakhir dari hubungan mereka yang sudah hancur.

Perlahan, Eve menghembuskan napas panjang dan memutuskan bahwa ini adalah saatnya untuk pergi. Dia menatap Joseph dengan tatapan terakhir, tatapan yang penuh dengan keletihan dan keputusan yang bulat.

"Aku tidak bisa lagi terjebak dalam masa lalu ini, Joseph. Krystal tidak bisa terus hidup dalam kebohongan, dan kita berdua harus mulai memperbaiki diri tanpa menyakiti orang-orang di sekitar kita. Mungkin kamu mencintai Krystal, tapi cintamu tidak bisa mengubah kenyataan bahwa aku harus pergi. Sekarang, aku harus melindunginya dengan cara yang berbeda."

Joseph menundukkan kepalanya, menggenggam meja seolah itu satu-satunya yang mampu menahannya dari jatuh lebih dalam ke dalam kesedihan dan rasa bersalah. Tapi dia tidak berusaha menghentikan Eve.

Dengan gerakan yang anggun dan penuh ketegasan, Eve beranjak dari kursinya. Langkahnya mantap, gaunnya bergoyang lembut mengikuti setiap gerakan. Di balik semua luka dan ketakutan yang ia alami, Eve selalu mampu menjaga kewibawaannya. Setiap langkahnya diiringi dengan keputusan bulat bahwa ia tidak akan pernah membiarkan dirinya atau Krystal terperangkap dalam masa lalu yang sama lagi. Dengan punggung tegak, dia berjalan keluar dari ruangan itu tanpa menoleh kembali.

Saat pintu berat di belakangnya tertutup, Eve merasa udara di luar gedung mewah itu seakan lebih segar, lebih ringan. Namun pikirannya tetap sibuk. Setelah bertahun-tahun mencoba melindungi Krystal dari kebenaran tentang ayahnya, kini muncul tantangan baru yang lebih berat: Dariel.

Krystal dan Dariel. Dua anak yang masih tidak mengerti bahwa mereka benar-benar bersaudara. Eve memikirkan betapa dekatnya mereka sekarang, betapa mereka telah membangun hubungan yang erat tanpa mengetahui rahasia kelam yang tersembunyi. Krystal selalu berbicara tentang Dariel dengan penuh kasih sayang, dan Eve tahu bahwa keterikatan mereka semakin kuat setiap harinya.

"Aku tidak bisa membiarkan ini berlanjut," pikir Eve dengan tegas.

Bagaimana caranya memisahkan mereka tanpa menghancurkan hati Krystal? Tanpa membuat segalanya semakin rumit? Eve sadar bahwa langkah apa pun yang ia ambil harus dilakukan dengan hati-hati.

Mata Eve menatap lurus ke depan, tapi pikirannya terus berputar, merencanakan bagaimana dia bisa menyelamatkan Krystal dari bencana yang akan datang. Dia akan melakukan apa pun yang perlu untuk menjaga putrinya aman, bahkan jika itu berarti memisahkan Krystal dari seseorang yang begitu penting dalam hidupnya.

Tiba-tiba, ponselnya berdering. Eve melihat layar, asisten pribadinya yang menelepon. Dia menarik napas dan menjawab, suaranya masih terdengar tenang meski hatinya dipenuhi kecemasan.

"Ya?" sapanya.

Di ujung telepon, suara asisten terdengar agak ragu-ragu.

"Nyonya!, saya rasa Anda harus tahu sesuatu... Nona Krystal dan Tuan Dariel, mereka sedang pergi bersama. Saya baru saja mendapat informasi bahwa mereka pergi ke suatu tempat, tapi saya belum tahu tujuannya."

Eve terdiam sejenak, jantungnya seakan berhenti.

"Apa maksudmu mereka pergi bersama? Ke mana?"

"Mereka menaiki 'La Sorella,' kapal pesiar keluarga Anda, dan hanya berdua, Nyonya! Saya belum tahu ke mana tujuan mereka, tapi mereka sudah berangkat."

Sejenak Eve hanya berdiri diam. La Sorella? Kapal pesiar keluarga yang seharusnya menjadi simbol kebebasan dan relaksasi kini membawa beban yang jauh lebih besar. Krystal dan Dariel, dua saudara yang pergi bersama tanpa pengawasan, dan Eve tahu apa artinya itu, bahaya yang tak terhindarkan jika mereka terus bersama tanpa mengetahui kebenaran.

Eve segera memerintahkan sopirnya untuk bersiap.

"Antar aku ke dermaga sekarang,”ucapnya tajam, sementara pikirannya berputar, merencanakan langkah selanjutnya.

Eve menarik napas dalam. Setiap detik berlalu terasa seperti ancaman yang mendekat. Dia harus bertindak cepat, tetapi apa yang bisa dia lakukan dari sini? Satu hal yang pasti, Eve tidak akan membiarkan hal ini berlanjut.

FATE'S CRUEL KINSHIP (SELESAI)✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang