54

6 2 0
                                    

"Apa Dariel tahu tentang ini? Dan bahwa sebenarnya dia bukan putra kandung dari Tuan Mark Halton?" suaraku bergetar saat kutanya, meski di dalam hati, aku sudah tahu jawabannya.

Eve menggeleng pelan, matanya dipenuhi dengan penyesalan dan rasa bersalah yang begitu mendalam.

"Tidak, dia tidak tahu, Krystal. Aku belum memberitahunya, dan aku berharap... aku berharap tak harus sampai begini."

Rasa sakit yang kurasakan seolah menekan dadaku, membuatku sulit bernapas. Aku merasa seperti hidup dalam kebohongan selama ini-bukan hanya aku, tapi juga Dariel. Semua yang kami ketahui, semua yang kami percayai, semuanya hanyalah ilusi yang diciptakan oleh rahasia dan kebohongan masa lalu.

Dariel, saudaraku, kembaranku. Kami telah tumbuh bersama tanpa pernah menyadari kenyataan yang sesungguhnya. Dan sekarang, segalanya menjadi lebih rumit daripada yang bisa kubayangkan, karena aku tidak hanya melihat Dariel sebagai saudara kembar. Kami saling mencintai-bukan sebagai saudara, tapi sebagai dua jiwa yang terpaut dalam ikatan yang lebih dalam.

Aku menatap Eve, lalu foto di atas meja, mataku mulai menggenang dengan air mata.

"Jadi... ini semua karena kau memisahkan kami sejak kecil? Kau tahu, kami tidak akan berada di posisi ini jika kau tidak melakukan itu..."

Suara Eve gemetar saat dia menjawab,

"Aku melakukannya karena aku ingin melindungi kalian. Percayalah, Krystal. Aku melakukannya karena cinta."

Tapi kata-kata itu terdengar kosong di telingaku. Semua logika, semua niat baik yang Eve coba sampaikan tidak bisa menenangkan rasa sakit yang kurasakan saat ini.

"Melindungi kami?" tanyaku, suaraku terdengar hampir tertawa sinis, meskipun air mata mulai menetes di pipiku. "Apa yang sebenarnya kau lindungi? Perasaan siapa yang kau selamatkan?"

Eve menatapku, dan aku melihat air mata di sudut matanya.

"Kalian adalah kembar dampit, Krystal. Kau perempuan, Dariel laki-laki. Dalam beberapa budaya, ada kepercayaan bahwa kembar dampit membawa tantangan. Apalagi, situasi kami dulu dengan ayahmu... Joseph..."

Eve menghentikan ucapannya, seolah mengumpulkan keberanian untuk melanjutkan. Ia menatapku dengan tatapan penuh kesedihan.

"Aku tahu ini sulit diterima, Krystal. Tapi aku sudah cukup lama menyaksikan bagaimana sifatnya berubah. Saat dia tidak bisa mengendalikan emosinya, dia bisa melukai siapa pun yang ada di dekatnya. Itu sebabnya aku pergi, dan itu juga sebabnya aku memisahkan kalian. Aku tidak ingin Dariel berada di bawah bayang-bayangnya."

Aku memegangi kepalaku yang terasa berdenyut karena terlalu banyak informasi dan emosi yang masuk secara bersamaan. Keadaan semakin rumit. Bagaimana mungkin aku bisa menerima kenyataan ini? Dan bagaimana bisa aku terus mencintai Dariel setelah semua ini terungkap?

"Kau tidak mengerti," gumamku pelan, seolah berbicara lebih kepada diriku sendiri daripada kepada Eve.

"Aku mencintainya,.. aku mencintai Dariel bukan sebagai saudara... tapi sebagai seorang pria. Kami... kami saling mencintai, bukan sebagai keluarga."

Air mataku mulai jatuh tanpa bisa kutahan lagi. Rasa bersalah, kebingungan, dan ketakutan menghantamku seperti badai. Aku merasa begitu hancur.

"Itulah mengapa," suara Eve terdengar penuh kesedihan, "Aku tak pernah membiarkan kalian bersama. Kalian adalah saudara, Krystal. Sedarah. Aku tahu kalian tidak tahu, dan itulah kesalahanku. Tapi aku tak pernah membayangkan kalian akan saling jatuh cinta."

Kata-katanya terasa seperti tamparan keras. Segala yang kupikirkan tentang hubungan kami hancur seketika. Aku ingin berteriak, ingin melarikan diri dari semua kenyataan ini. Tapi yang bisa kulakukan hanya menangis, terjebak dalam dilema yang tak berujung.

"Apa yang kau lakukan hanyalah membuat segalanya lebih buruk. Kau pikir kau melindungi kami, tapi sebenarnya kau hanya menciptakan kekacauan ini!"

Eve terlihat hancur mendengar kata-kataku, tapi dia tetap tenang.

"Aku tahu ini sulit. Tapi kau harus mengerti, aku hanya mencoba melakukan yang terbaik untuk kalian. Cinta seorang ibu tidak sempurna, dan terkadang keputusan yang diambil mungkin tidak selalu benar. Tapi aku benar-benar berpikir aku melakukannya demi kalian."

Aku menggigit bibirku, merasa tak berdaya. Keadaan ini menjadi lebih rumit dari yang pernah kubayangkan. Apa yang seharusnya kulakukan sekarang? Bagaimana aku bisa menghadapi Dariel dan memberitahunya semua ini? Dan lebih penting lagi, bagaimana mungkin aku bisa menghentikan perasaan ini setelah semuanya terungkap?

Keheningan yang mengikuti terasa seperti beban yang tak tertahankan. Aku merasa seperti terjebak dalam labirin tanpa jalan keluar, dan semua yang pernah kupikir benar kini terlihat begitu salah.

Aku berdiri dengan gemetar, perasaanku kacau tak karuan. Semua yang baru saja kudengar membuatku ingin melarikan diri, jauh dari Eve, dari kenyataan ini, dan dari rasa sakit yang terus menggerogotiku. Tatapan Eve penuh dengan permohonan, tapi aku tak bisa lagi menatap matanya.

"Krystal, tunggu!"Suaranya terdengar putus asa, memohon agar aku tetap tinggal. Tapi aku tak sanggup.

Aku memilih beranjak dari dudukku, kursi yang kutinggalkan bergerak pelan, menciptakan suara samar yang menyayat sunyi malam. Kakiku terasa berat, tapi langkahku tetap kuayunkan. Aku ingin pergi, menjauh dari kenyataan ini. Kepalaku penuh dengan pikiran yang berserakan-tentang Dariel, tentang ayah, tentang Eve, dan tentang cinta yang kini terasa seperti dosa.

"Krystal, tolong dengarkan aku!" Suara Eve makin lemah, seolah dia tahu aku takkan mendengarkan. Aku hanya bisa tersenyum tipis, acuh, tanpa memandang ke arahnya lagi.

"Tolong jangan biarkan dariel mengetahui ini! Kumohon.."

Aku terus berjalan, langkahku cepat, seolah ingin melupakan semua yang terjadi. Sesuatu di dalam diriku hancur, hubungan yang kupikir kuat kini terasa rapuh. Aku tak tahu harus pergi ke mana, tapi satu hal yang pasti, aku tak bisa tinggal di sini. Aku tak bisa terus dihadapkan dengan semua rahasia dan kebohongan ini.

Aku menatap langit malam yang gelap, bintang-bintang tampak berkilauan di kejauhan. Di tengah keheningan malam, aku merasa seolah semuanya runtuh di sekelilingku. Tak ada jalan kembali dari sini.

Langit malam di California begitu memukau, seolah seluruh alam semesta membentang tanpa batas di atas kepalaku. Bintang-bintang berkerlipan seperti berlian yang tersebar acak di kanvas gelap, memancarkan cahaya tenang yang memberikan sedikit kehangatan di tengah dinginnya malam. Udara malam terasa sejuk, embusan angin yang lembut sesekali menyapu wajahku, membawa aroma lautan yang samar dan aroma bunga melati dari taman-taman kota yang terawat dengan rapi.

Lampu-lampu kota California berkilauan di kejauhan, bangunan-bangunan tinggi berdiri kokoh, siluetnya tampak hitam di bawah sinar bulan yang menggantung tinggi di langit. Jalanan yang ramai di siang hari kini mulai lengang, hanya beberapa mobil yang sesekali melintas, lampu-lampunya menyinari jalan-jalan beraspal yang kosong. Di kejauhan, suara gemuruh ombak Samudra Pasifik terdengar lirih, bergema seperti alunan musik alam yang tak pernah berhenti.

Pepohonan yang berdiri di sepanjang trotoar bergoyang perlahan tertiup angin, daunnya berbisik lembut seakan menyampaikan rahasia malam. Cahaya lampu jalan yang kekuningan memantulkan bayangan bayanganku yang panjang di trotoar. Di sepanjang pantai, perahu-perahu nelayan berlayar di kejauhan, lampu kecil mereka berkedip-kedip seperti bintang-bintang di atas air yang tenang.

Malam ini begitu tenang, tapi di balik ketenangan itu ada kehampaan yang tak terucapkan. Malam California yang biasanya indah kini terasa begitu sepi, seolah memeluk kesedihan yang tak mampu kulukiskan.

FATE'S CRUEL KINSHIP (SELESAI)✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang