12

12 4 0
                                    

Pagi datang dengan perlahan, sinar matahari yang lembut menembus badai salju yang mulai mereda. Aku membuka mataku, kelopak mataku terasa berat dan perih, tapi ada kehangatan yang aneh mengelilingi tubuhku. Tubuhku yang semalam terasa dingin dan lemah kini sedikit lebih hangat. Aku masih merasakan kehadiran seseorang di dekatku.

Ketika mataku akhirnya terbuka sepenuhnya, aku melihat wajah yang ada di depanku. Sosok pria yang memelukku sepanjang malam, melindungiku dari dingin, terlihat begitu jelas di bawah sinar pagi. Wajahnya tampan, lebih dari yang pernah aku bayangkan. Matanya terpejam, napasnya teratur, dan sinar matahari yang memantul dari salju membuat wajahnya tampak bersinar seperti matahari yang baru terbit. Ada sesuatu yang menenangkan dan menyejukkan tentang dirinya.

Tapi kemudian, hatiku tersentak. Aku mengenalnya. Pria ini, sikap arogannya, dan kehadirannya yang selalu membuat suasana menjadi rumit. Dia orang terakhir yang ingin kulihat, apalagi dalam situasi seperti ini.

"D.. D.. Dariel?"

Perasaanku campur aduk. Di satu sisi, aku bersyukur dia menyelamatkanku, tapi di sisi lain, kesadaranku bahwa dia adalah pria yang selama ini selalu membuatku jengkel membuatku merasa aneh. Kenapa dia, dari semua orang, yang ada di sini untuk menolongku?

Aku menatap wajahnya yang damai. Entah bagaimana, dalam momen ini, dia tidak terlihat menyebalkan seperti biasanya. Ada sesuatu yang lain dalam dirinya yang belum pernah aku lihat sebelumnya. Tapi tetap saja, aku tak bisa menahan perasaan kesal yang muncul.

Mengapa dia?, batinku.

Tubuhku melemas. Pandanganku buram. Dariel mengeratkan dekapannya sambil memanggil namaku berkali-kali.

ಥ‿ಥ

Aku merasakan tubuhnya melemah di pelukanku, napasnya yang semula lembut kini semakin lemah dan tak beraturan. Tangannya, yang kupegang erat, sedingin es. Wajahnya, yang selalu begitu cantik dan penuh kehidupan, kini pucat seputih salju di sekitar kami. Panik mulai menguasai pikiranku, tapi aku tidak bisa membiarkan rasa takut itu menguasai. Aku takkan membiarkan apapun terjadi padanya.

"Krystal... bangun!" seruku, suaraku terdengar serak dan dipenuhi kekhawatiran.

Dia tak merespons, hanya tubuhnya yang semakin lemah di pelukanku. Aku tak punya pilihan. Dengan sekuat tenaga, aku menggendongnya, menarik tubuh ringkihnya ke dalam pelukanku. Langkahku lambat dan berat, setiap tumpukan salju yang kutempuh terasa seperti rintangan tak berujung. Angin masih menderu, tapi aku tak peduli. aku hanya tahu bahwa aku harus mencari pertolongan sebelum semuanya terlambat.

"Krystal, bertahanlah... Kumohon," bisikku sambil terus berjalan menembus badai salju. Aku memanggil namanya lagi dan lagi, berharap suaraku bisa menembus kesadarannya, memberikan sedikit kekuatan baginya untuk tetap bertahan.

Setiap langkah terasa semakin berat, tapi aku takkan berhenti. Aku peduli padanya lebih dari yang pernah kubayangkan. Mungkin aku tak pernah mengungkapkannya dengan kata-kata, tapi melihatnya dalam keadaan seperti ini membuatku sadar bahwa perasaanku padanya jauh lebih dalam dari sekadar teman biasa.

"Krystal!” panggilku lagi, suaraku terdengar lebih putus asa.

Aku terus melangkah, menggenggam erat tubuhnya di dadaku, bertekad untuk menemukan pertolongan. Salju terus turun, tapi aku tidak akan membiarkan badai ini menghentikan usahaku. Aku takkan membiarkan Krystal pergi. Aku takkan menyerah.

Dariel berjalan perlahan menuju basecamp, tubuhnya lelah setelah berjam-jam menggendong Krystal menembus salju, tetapi dia tidak berhenti. Setiap langkah terasa berat, tapi pikirannya terfokus hanya pada satu hal. membawa Krystal ke tempat aman. Saat basecamp mulai terlihat, lampu-lampu terang dari kejauhan memberinya harapan. Ambulans sudah tiba, dan sekelompok orang mulai berkerumun saat melihat mereka mendekat.

Begitu mereka sampai di basecamp, para peserta camp segera mengelilingi Dariel dan Krystal. Wajah-wajah cemas terpampang di setiap orang, terutama Jeff yang berdiri sedikit di belakang, matanya penuh kekhawatiran. Namun, ada sesuatu yang lain dalam tatapannya, sesuatu yang lebih dari sekadar kecemasan. Jeff yang selama ini dikenal dekat dengan Krystal, tak bisa menyembunyikan rasa cemburunya saat melihat Dariel menggendong Krystal dengan begitu perhatian.

Dariel tak memedulikannya. Fokusnya hanya pada Krystal yang terbaring lemah dalam pelukannya. Dengan hati-hati, dia menidurkan Krystal di ranjang ambulans, memastikan tubuhnya tertutupi selimut hangat. Perasaan lega bercampur cemas menyelimutinya saat para paramedis segera memeriksa Krystal.

"Dia akan baik-baik saja!" kata seorang paramedis, meyakinkan Dariel meskipun kekhawatiran masih tergambar di wajahnya. Namun, Dariel belum bisa benar-benar tenang. Dia menatap wajah Krystal yang pucat, berharap dia segera bangun dan membuka matanya.

Jeff berdiri di samping, cemburu namun tak bisa menyembunyikan rasa pedulinya. Matanya bertemu dengan Dariel, namun mereka berdua tak mengucapkan sepatah kata pun. Momen itu terasa tegang, meski yang terpenting saat ini adalah Krystal.

Ambulans mulai bersiap untuk membawa Krystal ke rumah sakit, dan Dariel berdiri di sampingnya, tangan masih terulur seolah ingin memastikan dia tetap aman. Semua orang diam, menunggu Krystal membuka matanya, berharap keajaiban terjadi dalam perjalanan panjang yang baru saja mereka lalui.

Di tengah kerumunan yang cemas, Dyna berdiri agak jauh dari yang lain, matanya tajam menatap Krystal yang kini terbaring di ranjang ambulans. Tubuhnya kaku, napasnya berat, dan hatinya dipenuhi emosi yang tak terbendung. Dariel telah membawa Krystal kembali, dan bukannya merasa lega, Dyna justru merasakan amarah yang membara dalam dirinya.

Dia seharusnya tak kembali, batin Dyna.

meskipun dia tak berani mengucapkannya dengan lantang. Selama ini, dia berharap Krystal takkan pernah kembali setelah hilang di badai salju. Diam-diam, dia berpikir mungkin semuanya akan lebih baik jika Krystal menghilang untuk selamanya terutama untuk Jeff. Tapi sekarang, Krystal kembali, dan lebih buruk lagi, dia datang bersama Dariel, yang begitu perhatian padanya.

Matanya melirik ke arah Jeff. Melihat raut wajah khawatir Jeff saat menatap Krystal membuat darah Dyna semakin mendidih. Betapa Jeff terlihat begitu peduli pada Krystal, sementara Dyna selalu berada di sisinya, tanpa pernah mendapat perhatian yang sama. Hatinya hancur, terselimuti oleh kecemburuan dan rasa benci yang semakin menumpuk.

matanya berpindah dari Jeff yang cemas ke Dariel yang tetap di samping Krystal, memperhatikan setiap gerakan paramedis dengan ketenangan yang mengganggu.

Dyna merasakan kebencian yang begitu dalam. Bagi Dyna, Krystal adalah ancaman, tidak hanya karena kedekatannya dengan Dariel tetapi juga karena perhatian Jeff yang terus terfokus padanya. Rasanya seolah dunia ini tak adil. Krystal yang hampir kehilangan segalanya, kini kembali, dan dengan kehadirannya, dia berhasil menarik perhatian dua orang yang seharusnya tidak ada untuknya.

Amarah Dyna bergejolak di dalam dirinya, tapi dia menahan diri untuk tidak meledak. Namun, pandangan matanya tak bisa menyembunyikan kebencian yang terpancar. Di balik wajah tenangnya, badai emosional mengamuk, menunggu saat yang tepat untuk meluap.

FATE'S CRUEL KINSHIP (SELESAI)✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang