21

9 4 0
                                    

"Sepertinya aku hanya melihat jeff memukul rahangmu. Bagaimana bisa keningmu terluka?" Gerutuku sambil menyeka kapas pelan ke kening dariel.

"Artinya kau hanya melihatnya saat memukul rahangku! Tangannya bahkan meleset mengenai kepalaku!"

Aku memutar mataku malas.

"Lemah sekali!" Gumamku.

Dariel diam saja, menatapku dengan ekspresi yang sulit dibaca.

"Kau seharusnya tidak terlalu baik padaku, Krystal. Kau tahu, kan, aku bukan tipe pria yang pantas menerima ini?"

Aku menatapnya sesaat sebelum menjawab.

"Bukan soal pantas atau tidak, Dariel. Ini soal melakukan hal yang benar."

Dia tersenyum samar, tetapi tidak mengatakan apa-apa lagi. Aku hanya berharap setelah semua ini, tidak akan ada lagi drama yang tak perlu. Tapi di dalam hati, aku tahu itu mungkin terlalu optimis.

"Kau peduli padaku? Arghhh shit!" Ujarnya lalu menjerit karena aku menekan keras lukanya seketika.

"Kau pikir aku sangat peduli padamu? Bangun dan cepatlah tersadar bahwa itu tidak mungkin!"

Dia tertawa pelan.

"Bohong!"

"Apa? Bohong? Hei, untuk apa? Yang benar saja! Bagaimana bisa kau berfikir bahwa aku berbohong dan benar-benar peduli padamu?!"

Aku memalingkan wajahku menatap dedaunan pohon yang gugur di taman sekolah dengan panorama warna-warni yang tak ada habisnya.

"Wah, indahnya!" Gumamku tersenyum.

Sehelai daun mendarat dipahaku. Aku meraihnya. Mataku memanas.

"Satu demi satu, seperti daun dari pohon, semua telah meninggalkanku!" Gumamku.

Aku mendongak menatap langit-langit, menahan air mataku agar tidak jatuh.

"Ah, aku akan pergi ke kelas!" Gumamku sambil mengusap bagian bawah mataku.

"Di setiap perubahan, di setiap daun yang jatuh ada rasa sakit, ada keindahan. Dan begitulah daun baru tumbuh."

Aku menoleh menatap dariel yang juga tengah menatapku.

"Tampaknya saat ini tidak ada harapan, tetapi aku tahu, hal baik akan menantimu di masa depan." Lanjutnya.

"Apa yang kau bicarakan?" Tanyaku kembali meluruskan pandanganku.

"Kau hanya harus terus mengingat sesuatu, bahwa kau luar biasa, bahkan pada hari-hari kau merasa hancur!"

Aku menoleh lagi hingga aku mengingat sesuatu.

Beberapa tahun yang lalu...

Kami duduk di sebuah bangku yang berada di taman tepat di samping gedung Science Center for Education and Planetarium, Thailand.

"Apa ini? Tidak mungkin ada yang salah! Aku telah menjawabnya dengan benar! Kau lihat tadi? Selisihnya hanya 1 soal, itu sangat tidak mungkin! Mereka pasti hanya salah membaca jawabannya!"
Gerutuku kesal.

Aku mengikuti International Junior Science Olympiad (IJSO) yang merupakan ajang bergengsi bagi siswa SMP di tingkat internasional yang melibatkan kemampuan teoritis dan eksperimental dalam mata pelajaran Biologi, Fisika, dan Kimia. Acara ini diadakan di Bangkok, Thailand.

Air mataku menetes, mengingat bahwa tahun ini kali pertama aku gagal.

"Astaga, apa yang kulakukan? Bagaimana bisa gagal?" Isakku menutup wajahku dengan kedua tanganku.

Aku terisak pelan sampai tiba-tiba sepasang tangan menarik kedua tanganku, membuat wajahku terbuka lagi.

Aku menatap Jeff yang Berlutut dihadapanku. Kedua tangannya mendekat ke wajahku lalu mengusap air mataku.

"Krystal, tidak ada seorang pun yang ditakdirkan untuk tetap dalam posisi yang sama sepanjang hidupnya. Aku tahu, kau bisa mengatasi tantangan apapun dalam hidupmu, jadi aku ingin kau tetap kuat hingga membuahkan hasil pada akhirnya!" Ujarnya lembut.

Dia menyeka pipi kananku yang basah.

"Aku tidak ingin kau membiarkan apa yang kau alami saat ini membuatmu enggan untuk melakukan apa yang paling kau sukai. Ini hanyalah langkah untuk membawamu ke tingkat yang lebih tinggi."

Tangannya menggenggam erat tanganku.

"Aku tahu segalanya sulit sekarang, tapi aku di sini. Aku akan selalu bersamamu, Krystal! Jangan menangis!"

Tangannya semakin erat menggenggam tanganku.

"Kau hanya harus terus mengingat sesuatu, bahwa kau luar biasa, bahkan pada hari-hari kau merasa hancur!" Ujarnya lalu tersenyum.

Aku menatap wajahnya yang menatapku teduh. Tatapan matanya membuat hatiku berdetak begitu cepat untuk pertama kalinya.

Berkali-kali aku memohon kepada Tuhan, untuk hanya akan hidup ditempat dimana Jeff hidup. Aku tidak tahu apa yang akan kulakukan tanpanya. Setiap aku terjatuh, hanya dia yang selalu menolongku untuk bangkit. Dia selalu berada disisiku di manapun aku berada. Hanya Jeff.

Aku sangat merindukanmu, batinku.

"Kau menangis?" Tanya Dariel membuyarkan lamunanku.

Aku mengusap pipiku cepat.

"Apa? Benarkah? Tidak." Elakku.

"Krystal!" Panggil seseorang.

Aku menoleh, menatap Jeff yang berjalan mendekat kearahku.

"Kau tidak akan masuk kelas?"

Aku beranjak cepat dari dudukan sambil merapikan jas seragamku.

"Tentu saja. Aku akan ke kelas sekarang!" Ujarku lalu melangkahkan kakiku meninggalkan mereka.

Aku bisa merasakan tatapan Dariel dan Jeff di belakangku, seolah-olah ada sesuatu yang tak terselesaikan di antara kami bertiga. Aku ingin semuanya kembali seperti dulu, di mana aku dan Jeff bisa tertawa tanpa ada yang berubah. Tapi sepertinya perubahan itu tak terhindarkan sekarang.

Sambil berjalan menuju kelas, pikiranku terus berputar. Apa yang harus kulakukan? Jeff baru saja menyatakan perasaannya, sesuatu yang tak pernah kubayangkan sebelumnya. Dan Dariel, dengan sikapnya yang kadang menjengkelkan, mulai menjadi sosok yang juga tak bisa kulupakan. Ini bukan hanya soal memilih siapa yang lebih baik, tapi tentang bagaimana aku menghadapinya tanpa merusak semua yang telah terbangun selama bertahun-tahun.

Aku menarik napas dalam-dalam, mencoba mengumpulkan kekuatan untuk menghadapi hari ini. Satu hal yang pasti, aku harus menjaga agar semuanya tetap terkendali, walaupun di dalam hatiku, badai sedang berkecamuk.

FATE'S CRUEL KINSHIP (SELESAI)✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang