Hari menjelang sore, sinar matahari mulai meredup di ufuk barat, mewarnai langit dengan semburat oranye dan merah muda. Dariel duduk di balik kemudi mobilnya, matanya fokus pada jalan, namun pikirannya penuh dengan bayangan Krystal. Setiap putaran roda semakin mendekatkannya ke mansion Krystal, dan semakin cepat pula detak jantungnya. Ia tak sabar, tak ingin menunggu lebih lama lagi. Hari ini, Dariel bertekad untuk memperbaiki segalanya, untuk menjelaskan semua kebingungan dan kesalahpahaman yang telah menghalangi hubungan mereka.
Jalan menuju mansion itu sudah mulai dikenalnya dengan baik. Pepohonan tinggi di kedua sisi jalan tampak berbaris rapi, seperti menuntunnya menuju ke tujuan. Angin sore berhembus lembut, namun tidak cukup untuk menenangkan kegelisahan yang menggulung di dalam dirinya. Di sudut hatinya, Dariel tahu ini bukan sekadar pertemuan biasa. Ini adalah kesempatan terakhirnya, mungkin satu-satunya, untuk memperbaiki segalanya.
Sesampainya di depan gerbang mansion Krystal, Dariel menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. Mobilnya berhenti perlahan, lalu ia keluar. Kakinya terasa berat, bukan karena keraguan, melainkan karena beban perasaan yang ia bawa.
Dariel melihat mansion itu, megah dan indah, namun seolah memancarkan aura dingin di sore hari ini. Di sanalah Krystal berada, orang yang selama ini memenuhi pikirannya. Namun, sekarang, mereka berada di dua dunia yang terasa sangat berbeda. Dariel hanya berharap pertemuan kali ini bisa meruntuhkan tembok yang sudah lama terbentuk di antara mereka.
Dariel menekan bel mansion dengan jari yang sedikit gemetar, berharap segera bertemu Krystal. Tak lama kemudian, pintu besar terbuka, dan seorang pelayan dengan pakaian rapi keluar untuk menemuinya.
"Selamat sore, Tuan. Ada yang bisa saya bantu?” tanya pelayan itu dengan nada sopan, meski ekspresinya datar.
"dimana Krystal?”jawab Dariel, suaranya terdengar tegas, meskipun ada sedikit kecemasan yang terselip.
Pelayan itu menggeleng pelan.
"Maaf, Tuan. Nona Krystal belum pulang dari sekolah. Apakah Anda ingin meninggalkan pesan untuknya?”
Dariel menarik napas panjang, merasa sedikit kecewa karena tak bisa langsung bertemu dengannya.
"Tidak, terima kasih. Aku akan menunggu!" katanya sambil melirik ke arah pelayan itu. Pelayan mengangguk dan menutup pintu dengan tenang, meninggalkan Dariel berdiri sendirian di depan mansion.
Sambil menunggu, Dariel mencoba menenangkan pikirannya. Waktu terus berjalan, dan perasaan rindu bercampur cemas semakin menggulung di dalam hatinya.
Dariel mulai merasa gelisah. Waktu sudah berjalan lebih dari satu jam, dan Krystal tak juga muncul. Pikirannya kembali ke pesan Jeff yang mengatakan bahwa Krystal sudah pulang lebih dulu. Namun, kenyataannya di mansion ini, tak ada tanda-tanda keberadaan Krystal.
Sambil berjalan kesana-kemari di depan gerbang mansion, Dariel menatap jam tangannya berulang kali. Langit sore mulai berubah menjadi kemerahan, dan kecemasan perlahan-lahan mengambil alih pikirannya.
Dengan tekad yang semakin bulat, Dariel akhirnya berhenti sejenak, menatap jauh ke jalanan yang mulai lengang. Ia menghela napas panjang, lalu membulatkan tekad.
Aku harus menemukannya. Aku tidak akan menyerah begitu saja, batinnya.
Dariel bergegas menuju mobilnya, mengambil kunci dari saku jaketnya. Pikirannya berputar, mencoba mengingat tempat-tempat yang biasa Krystal kunjungi.
Tanpa pikir panjang, Dariel menyalakan mesin mobilnya dan segera melaju ke tempat-tempat itu satu per satu, bertekad untuk menemukan Krystal, apapun yang terjadi.
Jika dia butuh waktu sendiri, aku ingin memastikan dia baik-baik saja, batinku.
Dariel melajukan mobilnya menyusuri jalan-jalan kota California dengan kecepatan yang sedikit di atas batas normal. Pikirannya terfokus hanya pada satu hal—Krystal. Bayangannya terus terlintas dalam pikirannya, membuatnya semakin gelisah.
KAMU SEDANG MEMBACA
FATE'S CRUEL KINSHIP (SELESAI)✅
Teen Fiction"Cinta ini salah," suaranya bergetar, hampir tenggelam dalam gemuruh ombak kecil. Namun, cinta di matanya tak bisa dipadamkan. "Tapi aku tak bisa berhenti mencintaimu," jawab yang lain, dengan desahan putus asa, seperti seseorang yang sudah lama ter...