"Woy!! Berhenti, Lo!!" Seru Syahida mengejar pengendara yang menggunakan motor berasap. Melihat pengendara itu yang tak berhenti, Syahida menyusul nya. Kini mereka telah berkendara beriringan.
"Woy, hentiin motor, Lo!!" Gadis itu berseru tegas. Helm full face nya tak menghalangi suaranya masuk ke pendengaran si pengendara bermotor sport hitam itu.
Motor sport hitam itu berhenti saat merasa orang di samping nya itu mempunyai masalah dengannya. Keduanya turun dari motor masing-masing. Syahida langsung menghampiri pengendara itu setelah membuka helm nya.
"Motor Lo kalo ga sehat, jangan di ajak berkendara. Kasian orang-orang dan lingkungan." Ucap Syahida membuat pengendara itu mengernyitkan dahinya.
"Bukan urusan, Lo." Lelaki itu menjawab pendek dan ketus di pendengaran Syahida.
Syahida membulatkan matanya galak. "Ini urusan, gue. Gue ngelihat ada masalah di depan gue, jadi ga mungkin gue diam aja," ucapnya tegas.
Lelaki itu turut membuka helm full face miliknya. Tersenyum kecil nyaris tak terlihat. "Gue mau sekolah. Kalo gue ga bisa pakai motor ini, gue sekolah naik apa? Ini udah telat, ga ada angkotan umum yang lewat jam segini."
Benar juga. Syahida memutar otaknya mencari solusi.
"Gini aja." Pemuda itu angkat bicara memecah keheningan singkat di antara mereka. "Kita sepertinya satu sekolah."
"Terus?" Syahida bertanya cepat, berharap remaja itu tidak mengatakan seperti apa yang ia pikirkan.
"Bareng. Kita bareng." Astaga, itu yang Syahida pikirkan.
Tak mungkin ia menerima ajakan itu. Tapi kalau tak ia terima, bagaimana? Remaja lelaki itu pasti akan terlambat.
"Woy! Lu, kok malah bengong? Cepetan, kita udah telat." Seru laki-laki itu melambai-lambai kan tangannya di depan wajah Syahida.
Syahida tersentak dan langsung menjawab spontan. "Ya udah, iya. Em—tapi, motor, Lo, gimana?" Tanya nya teringat akan satu hal lagi.
"Aman. Lo, tenang aja."
"Gue yang bawa atau, Lo? Lo, aja. Nanti ga enak di lihat orang." Lelaki itu bertanya dan menjawab sendiri. Entah mengapa, ia seakan tahu jalan pikiran gadis di depannya ini.
Syahida menaiki motornya. Rok abu nya tak menghalangi gadis itu untuk bergerak. Ia selalu memakai celana training panjang.
"Ke belakang lagi!" Titah Syahida kala keduanya sudah berada di atas motor biru black nya.
"Hm, gue udah di ujung tanduk ini. Lo mau gue jatoh?" Sungutnya.
"Bagus dong"
"Lo bilang apa? Gue bisa denger, ya. Mau Lo bicara di bawah volume pada umumnya manusia mendengar pun, gue bakal bisa denger." Cerocos laki-laki itu membuat Syahida menyunggingkan bibirnya membentuk senyum kecil.
"Lo denger apa yang gue ucap, kenapa Lo nanya? Basa-basi? Jangan, gue ga suka dan ga butuh basa-basi!" Syahida membalas membuat lelaki berseragam SMA itu semakin kesal.
Kesal lelaki itu mendengar respon Syahida yang memancingnya, "Heh, siapa juga yang basa-basi sama, Lo?"
"Pegangan di besi belakang. Gue mau ngebut, ntar Lo malah nyentuh gue lagi. Sok kaget. Lebih parahnya, Lo jatoh pula nanti. Udah cepat pegangan. Yang erat!" Beritahu Syahida membuat lelaki itu memutar bola matanya malas. Namun, tak urung ia lakukan perintah Syahida.
Keduanya berkendara membelah jalan Jakarta yang padat. Syahida dengan lincah mengendalikan stir membuat motor sport biru black itu meliuk-liuk di aspal hitam menghindari pengendara yang lain.
ʘ‿ʘ✈️ʘ‿ʘ
📌lanjut ke bawah👇
KAMU SEDANG MEMBACA
Impian Putra Pak Ketua Komite [TAMAT]
Teen Fiction"Omong-omong, ayah Lo sebegitu sukanya sama diksi bahasa Indonesia, sampai-sampai nama Lo dari kutipan diksi dan sansekerta? Aneh banget! Lagian Lo, suka kok sama tulisan?" "Eh, Lo ga nyadar apa emang tolol? Nama Lo juga banyak diksi nya. Dan asal L...