Park Seonghwa

67 11 0
                                    

Hongjoong berdiri di sudut jalan, memeluk erat San--putranya yang ia lahirkan dua tahun lalu--yang tertidur di dalam jaketnya.

Hatinya terasa hancur setiap kali ia memikirkan kebohongan dan pengkhianatan yang membuatnya berada di titik ini. Mantan kekasihnya, yang pernah ia percaya sepenuh hati, kini menjadi bayangan gelap yang mengusir mereka ke jalanan.

"Maafkan aku, San," bisik Hongjoong sambil mencium kening anaknya. "Ayah akan melakukan apa pun untuk kita bisa bertahan."

San, yang masih terlalu kecil untuk memahami dunia yang keras ini, hanya menggeliat pelan dalam tidurnya. Hongjoong tahu bahwa masa depan anaknya terletak di tangannya, dan ia bersumpah tidak akan menyerah.

Setiap malam, Hongjoong menyusuri jalanan kota yang penuh dengan lampu neon dan suara bising. Ia menawarkan dirinya kepada orang-orang asing dengan harapan bisa mendapatkan cukup uang untuk membeli makanan dan tempat berlindung bagi San. Ia tahu betapa rendahnya dirinya telah jatuh, tetapi cinta yang ia miliki untuk anaknya lebih besar dari rasa malu dan kehinaan yang ia rasakan.

Suatu malam, ketika sedang menunggu pelanggan di sudut jalan, seorang pria mendekat. Wajahnya tersembunyi di balik bayangan, tetapi suaranya terdengar tegas dan dingin. "Kau yang mereka sebut Hongjoong?" tanyanya dengan nada tajam.

Hongjoong mengangguk, meski hatinya berdebar kencang. "Iya, itu aku. Apa yang kau inginkan?"

Pria itu tersenyum samar. "Aku mendengar kau butuh uang. Aku punya pekerjaan untukmu, tapi kau harus siap mengambil risiko besar."

Hongjoong ragu sejenak, tetapi ia tahu bahwa ia tidak punya pilihan. "Apa yang harus aku lakukan?"

Pria itu mendekat, bisikan suaranya seperti angin dingin yang merayap ke dalam tulang. "Ada seseorang yang ingin aku singkirkan. Jika kau bisa melakukannya, aku akan memberimu uang yang cukup untuk bertahan hidup beberapa bulan."

Hongjoong terdiam, pikirannya berputar cepat. Ia tidak pernah membayangkan akan terlibat dalam dunia kejahatan, tetapi demi San, ia siap melakukan apa pun. "Aku setuju," katanya akhirnya, suaranya terdengar tegas meski hatinya gemetar.

Malam itu, Hongjoong mengikuti pria itu ke sebuah gedung tua di pinggiran kota. Di sana, ia diberi instruksi rinci tentang targetnya. Pria itu memberikan sebuah pisau kecil dan sekantong uang sebagai uang muka. "Ingat, tidak ada yang boleh tahu kau terlibat," kata pria itu sebelum pergi.

Hongjoong menyembunyikan pisau itu di jaketnya dan kembali ke tempat San bersembunyi. "San, kita akan segera keluar dari tempat ini," bisiknya dengan penuh harapan.

Saat malam semakin larut, Hongjoong mendekati targetnya, seorang pria kaya yang dikenal kejam dan tak berperasaan. Hongjoong tahu bahwa ia harus melakukannya dengan cepat dan tanpa ragu.

Namun, saat ia mengangkat pisau itu, hatinya memberontak.

"Tidak, aku tidak bisa melakukan ini," pikir Hongjoong, air mata mulai mengalir di wajahnya. Ia membayangkan wajah San yang polos dan tak berdosa. "Aku harus menemukan cara lain."

Dengan keputusan bulat, Hongjoong membuang pisau itu dan lari kembali ke tempat San.

Ia tahu bahwa ia telah menolak tawaran yang bisa menyelamatkan mereka, tetapi ia juga tahu bahwa ia tidak bisa mengorbankan kemanusiaannya.

.

Pagi itu, Hongjoong bangun dengan San yang meringkuk di sisinya.

Ia merasa lebih tenang meskipun situasi mereka belum berubah. Ia memutuskan untuk mencari bantuan dari lembaga sosial yang mungkin bisa membantu mereka.

Beberapa hari kemudian, Hongjoong mendengar tentang sebuah pusat bantuan untuk orang-orang tunawisma. Dengan San di pelukannya, ia pergi ke pusat tersebut dengan harapan yang baru. Mereka diterima dengan hangat, dan Hongjoong merasa air mata bahagia mengalir di pipinya.

"Terima kasih," katanya kepada petugas di sana. "Terima kasih telah memberi kami kesempatan baru."

Dalam beberapa bulan, hidup Hongjoong dan San mulai membaik. Dengan bantuan dari pusat tersebut, Hongjoong mendapatkan pekerjaan yang layak dan tempat tinggal yang aman untuk mereka berdua. Ia berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia tidak akan pernah kembali ke kehidupan sebelumnya.

San tumbuh dengan penuh cinta dan perhatian dari ayahnya. Meskipun mereka pernah mengalami masa-masa sulit, ikatan antara mereka semakin kuat. Hongjoong tahu bahwa semua pengorbanannya tidak sia-sia.

Setiap malam, saat ia menidurkan San, Hongjoong berbisik, "Ayah akan selalu melindungimu, San. Apa pun yang terjadi."

Dan dengan itu, Hongjoong merasa tenang, mengetahui bahwa ia telah melakukan yang terbaik untuk anaknya.

Saat kehidupan mulai stabil, Hongjoong tak pernah berhenti merasa bersyukur.

Namun, ia juga sadar bahwa banyak hal yang masih perlu diperbaiki.

Suatu hari, ketika sedang bekerja di sebuah kafe kecil, ia bertemu dengan seorang pria bernama Seonghwa. Seonghwa adalah pelanggan tetap yang selalu datang untuk memesan kopi di pagi hari.

Seonghwa memperhatikan betapa kerasnya Hongjoong bekerja. "Kau terlihat sangat lelah, Hongjoong. Apakah ada sesuatu yang bisa kubantu?" tanyanya suatu hari dengan nada tulus.

Hongjoong hanya tersenyum lelah. "Aku baik-baik saja, Seonghwa. Hanya berusaha memberikan yang terbaik untuk anakku."

Seonghwa tertegun sejenak. "Aku punya kenalan di sebuah lembaga yang mungkin bisa membantumu mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Jika kau tertarik, aku bisa menghubungi mereka."

Malam itu, Hongjoong merenungkan tawaran Seonghwa. Ia tahu bahwa ini bisa menjadi kesempatan besar untuk memperbaiki hidupnya dan San.

Keesokan harinya, ia menerima tawaran Seonghwa dengan penuh harapan.

Beberapa minggu kemudian, Hongjoong berhasil mendapatkan pekerjaan di sebuah perusahaan yang lebih stabil. Gaji yang lebih baik dan lingkungan kerja yang mendukung membuat hidup mereka semakin membaik. Seonghwa terus mendampingi mereka, memberikan dukungan moral dan material.

Dengan waktu yang berjalan, Hongjoong dan Seonghwa semakin dekat. Seonghwa tidak hanya membantu Hongjoong dalam hal pekerjaan, tetapi juga menjadi sosok yang akrab dengan San. San pun menyukai Seonghwa, menganggapnya seperti paman yang baik.

Suatu malam, setelah menidurkan San, Hongjoong dan Seonghwa duduk di balkon sambil menikmati angin malam. "Terima kasih, Seonghwa. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi jika tidak ada kau," ujar Hongjoong dengan tulus.

Seonghwa hanya tersenyum lembut. "Aku senang bisa membantu. Kau telah bekerja sangat keras untuk anakmu. Kau pantas mendapatkan semua ini."

Hongjoong merasakan kehangatan yang meluap dalam hatinya. Meskipun masa lalu penuh luka, kini ia tahu bahwa masa depan bisa lebih cerah dengan orang-orang baik di sekitarnya.

Tahun-tahun berlalu dengan cepat. Hongjoong dan Seonghwa tetap bersama, menghadapi suka dan duka sebagai keluarga baru. San tumbuh menjadi anak yang ceria dan cerdas, selalu merasa dicintai oleh ayahnya dan Seonghwa.

Hongjoong merasa bahwa hidupnya telah menemukan arah yang baru. Ia tidak lagi merasa terjebak dalam masa lalu yang kelam. Kini, ia memiliki keluarga yang ia cintai dan masa depan yang penuh harapan.

Pada suatu malam, saat mereka berkumpul di ruang tamu, Hongjoong memeluk San dan Seonghwa dengan erat. "Aku mencintai kalian," bisiknya. "Terima kasih telah menjadi bagian dari hidupku."

San tersenyum lebar. "Aku juga mencintaimu, Ayah. Dan aku mencintaimu, Paman Seonghwa."

Seonghwa mengangguk sambil memeluk mereka. "Kita adalah keluarga. Selalu."

Dengan itu, Hongjoong tahu bahwa semua perjuangan dan pengorbanannya tidak sia-sia. Ia telah menemukan kebahagiaan dan cinta yang sejati.

Masa lalu mungkin penuh luka, tetapi masa depan mereka kini dipenuhi dengan cahaya dan harapan yang baru.

MYRTLE 🌸 bottom!Hongjoong [⏯]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang