Hongjoong menyeka peluh di dahinya untuk kesekian kalinya. Udara di ruang takhta kerajaan Api semakin panas, seolah-olah seluruh kerajaan memutuskan untuk mendidihkan dirinya hidup-hidup.
“Kenapa suhu di sini seperti neraka, Wooyoung?” tanya Hongjoong dengan nada mengeluh, meskipun ia tahu jawabannya.
Di ujung ruangan, Wooyoung, sang Raja Api, duduk santai di atas takhta berbatu lava, senyumnya lebar dan penuh godaan. “Joongie, sayang, kita di kerajaan Api. Panas adalah bagian dari hidup kita.”
“Ini lebih dari sekadar panas. Ini penyiksaan!” balas Hongjoong, memegang perutnya yang mulai membuncit. “Dan dengan kondisiku sekarang, ini seperti menggoreng telur di perutku sendiri.”
Wooyoung tertawa, suaranya bergema di ruangan. “Aku bisa memastikan telur itu aman, sayang. Lagipula, anak kita tidak akan terpengaruh suhu. Dia pewaris darah Api, ingat?”
Hongjoong hanya mendengus, menyesuaikan posisi duduknya di sofa yang terbuat dari batu obsidian. “Kau selalu punya jawaban untuk segalanya, ya? Coba kau rasakan sendiri bagaimana rasanya membawa calon pewaris di dalam tubuhmu sambil berhadapan dengan cuaca seperti ini.”
Wooyoung bangkit dari takhtanya, berjalan ke arah Hongjoong dengan langkah santai. Setiap gerakannya memancarkan kepercayaan diri dan pesona yang sulit ditolak, membuat Hongjoong memutar mata—lagi.
“Kalau aku yang hamil, Joongie,” kata Wooyoung dengan nada menggoda, “aku yakin aku akan melakukannya dengan gaya.”
Hongjoong mendengus, tetapi tidak bisa menyembunyikan senyuman kecilnya. “Oh, tentu saja. Kau pasti akan membuat parade besar-besaran, kan? Mungkin juga mengumumkannya ke seluruh dunia dengan kembang api.”
Wooyoung berhenti tepat di depan Hongjoong, menunduk sedikit untuk menyamai tinggi pria mungil itu. “Itu ide yang bagus. Tapi aku lebih suka melakukannya denganmu saja. Kita bisa membuat… panas baru bersama.”
Hongjoong merasa wajahnya memanas, dan kali ini bukan karena suhu ruangan. “Wooyoung! Berhenti bicara omong kosong!”
“Tapi kau suka, kan?” balas Wooyoung dengan senyum nakal.
Sebelum Hongjoong sempat menjawab, tiba-tiba sebuah ledakan kecil terdengar dari luar istana, diikuti oleh suara jeritan. Wooyoung menghela napas panjang, wajahnya berubah serius. “Sepertinya naga-naga kecil kita bermain api lagi.”
“Lagi?” Hongjoong menatap Wooyoung tajam. “Itu sudah ketiga kalinya minggu ini! Apa kau tidak bisa memberi mereka pelajaran?”
Wooyoung mengangkat bahu, menatap Hongjoong dengan tatapan penuh kasih. “Mereka anak-anak Api, Joongie. Membakar sesuatu adalah cara mereka menunjukkan kasih sayang.”
“Kalau begitu, aku tidak mau tahu bagaimana mereka menunjukkan kemarahan.” Hongjoong memijat pelipisnya.
Wooyoung tertawa lagi, lalu dengan cepat mengecup dahi Hongjoong sebelum berbalik. “Aku akan menangani mereka. Tapi jangan terlalu merindukanku, ya?”
Hongjoong hanya mendengus, meskipun hatinya menghangat. Wooyoung memang menyebalkan, tapi dia selalu tahu cara membuat Hongjoong merasa istimewa.
Saat Wooyoung berjalan keluar, ia menoleh sekali lagi, senyum jahil di wajahnya. “Oh, Joongie.”
“Apa lagi sekarang?”
“Kau terlihat… hot hari ini. Dan aku tidak hanya bicara soal panas ruangan.”
Hongjoong melempar bantal ke arah Wooyoung, tetapi pria itu dengan mudah menghindar sambil tertawa keras. Hongjoong hanya bisa menggelengkan kepala, meskipun senyum kecil tetap muncul di wajahnya.
“Dasar pria bodoh,” gumamnya, tangan mengusap perutnya dengan lembut. “Tapi setidaknya, dia pria bodoh yang kupilih.”

KAMU SEDANG MEMBACA
MYRTLE 🌸 bottom!Hongjoong [⏯]
Fanfictionbottom!Hongjoong / Hongjoong centric Buku terjemahan ©2018, -halahala_