Cahaya matahari masuk melalui jendela besar di ruang latihan, menyinari matras yang mulai lusuh akibat bertahun-tahun dipakai. Hongjoong duduk di sudut ruangan dengan satu tangan menyangga perutnya yang mulai membulat. Ia tampak letih, tetapi ada tekad yang terpancar dari matanya.
Di sisi lain ruangan, Yeosang berdiri dengan anggun, mengenakan seragam pelatihannya yang selalu rapi. Tatapan dinginnya mengamati murid-murid yang tengah berlatih, tetapi sesekali ia mencuri pandang ke arah Hongjoong.
“Kau seharusnya istirahat,” ujar Yeosang akhirnya, memecah kesunyian yang hanya diisi suara hentakan kaki dan napas berat murid-murid lain.
Hongjoong mendongak dengan tatapan menantang. “Aku bisa mengurus diriku sendiri.”
Yeosang mengerutkan kening. Ia berjalan mendekat dengan langkah pelan namun penuh wibawa, seperti seekor macan yang mendekati mangsanya. Saat ia tiba di depan Hongjoong, ia menunduk sedikit agar matanya sejajar.
“Hongjoong,” ucapnya pelan tapi tegas. “Kau tidak hanya membawa dirimu sendiri sekarang.”
Hongjoong menelan ludah, tangannya secara refleks mengusap perutnya yang membulat. “Aku tahu itu, Yeosang. Tapi aku juga tahu kalau aku tidak bisa terus bergantung padamu.”
“Kau tidak bergantung padaku.” Yeosang menghela napas, tangannya terulur untuk menyentuh perut Hongjoong dengan lembut. “Kau hanya keras kepala. Aku tidak akan memaafkan diriku jika sesuatu terjadi pada kalian.”
Hongjoong menatap tangan Yeosang yang kini berada di atas perutnya, sentuhan itu membuatnya sedikit tenang. Namun, ia masih mencoba mempertahankan sikapnya. “Aku hanya ingin menjadi kuat, untuk anak ini. Aku tidak mau dia tumbuh menganggapku lemah.”
Yeosang duduk di samping Hongjoong, sesuatu yang jarang ia lakukan di depan murid-murid lainnya. Ia memutar tubuhnya sedikit agar dapat menatap Hongjoong lebih dekat. “Kekuatan bukan berarti kau harus melakukannya sendiri. Kekuatan juga berarti tahu kapan kau harus meminta bantuan.”
Hongjoong mengalihkan pandangannya, menatap matras di bawahnya. “Aku hanya tidak ingin membebanimu lebih dari ini.”
Yeosang tersenyum kecil, sesuatu yang jarang terjadi di wajahnya yang biasanya serius. Ia meraih dagu Hongjoong, memaksanya menatapnya. “Kau tidak pernah menjadi beban, Joong. Kau adalah pilihan yang selalu aku buat, setiap hari.”
Hongjoong terdiam, matanya berkaca-kaca. Kata-kata Yeosang, meski singkat, terasa seperti pelukan hangat di tengah badai.
“Aku takut, Yeosang,” bisiknya akhirnya. “Aku takut tidak cukup baik sebagai orang tua. Aku takut tidak cukup baik untukmu.”
Yeosang mengusap pipi Hongjoong dengan ibu jarinya, menenangkan tangis yang mulai pecah. “Kau tidak perlu menjadi sempurna, Joong. Kau hanya perlu menjadi dirimu sendiri. Itu sudah cukup untukku, dan itu akan cukup untuk anak kita.”
Hongjoong menunduk lagi, tetapi kali ini bukan karena rasa malu atau cemas. Ia merasa lega, seolah beban berat di dadanya sedikit terangkat.
Yeosang berdiri, lalu mengulurkan tangannya ke arah Hongjoong. “Sekarang, mari pulang. Kau butuh istirahat, dan aku butuh memastikan kau tidak mencoba hal bodoh lainnya.”
Hongjoong tertawa kecil, meskipun matanya masih basah. Ia menerima uluran tangan Yeosang, membiarkan pria itu membantunya berdiri.

KAMU SEDANG MEMBACA
MYRTLE 🌸 bottom!Hongjoong [⏯]
Fanfictionbottom!Hongjoong / Hongjoong centric Buku terjemahan ©2018, -halahala_