Hongjoong berdiri di dapur, memotong bawang dengan keseriusan yang hampir berlebihan. Ia mengenakan celemek bergambar stroberi kecil-kecil, sementara di seberang dapur, Seonghwa duduk di meja, menyeruput teh dengan tenang.
"Kenapa kau menatapku seperti itu?" tanya Hongjoong tanpa menoleh, meskipun ia bisa merasakan tatapan tajam Seonghwa di punggungnya.
"Aku hanya kagum bagaimana kau bisa terlihat begitu mengancam sambil memegang pisau dapur dan mengenakan celemek imut itu," jawab Seonghwa dengan nada datar, tapi senyum kecil di ujung bibirnya tidak bisa disembunyikan.
Hongjoong mendengus. "Mengancam? Aku hanya memasak."
"Tentu," Seonghwa menyesap tehnya lagi, matanya tak lepas dari gerakan tangan Hongjoong yang memotong bawang dengan kecepatan yang mengkhawatirkan. "Tapi kau memotong bawang seperti sedang membayangkan seseorang yang kau benci."
Hongjoong berhenti sejenak, mengangkat pisau dan menunjuk Seonghwa dengan ekspresi tajam. "Kalau aku memang sedang membayangkan seseorang, itu bukan urusanmu."
Seonghwa tertawa pelan, menaruh cangkir tehnya di meja. "Oh, jadi kau memang sedang memikirkan seseorang. Siapa? Mantanmu yang itu?"
Hongjoong membalikkan badan sepenuhnya sekarang, tangan di pinggul, pisau masih di tangan. "Pertama, aku tidak punya mantan yang 'itu.' Kedua, kalau pun aku punya, kenapa kau harus peduli?"
Seonghwa berdiri, berjalan santai ke arah Hongjoong sambil menyandarkan tangannya di meja dapur. "Karena aku peduli padamu. Dan, jujur saja, aku lebih suka kalau kau memikirkan aku daripada mereka."
Hongjoong mengerutkan dahi, meskipun pipinya memerah. "Kau ini aneh."
"Dan kau menyukainya," balas Seonghwa tanpa ragu.
Hongjoong tidak bisa menyangkal itu, jadi ia kembali memotong bawang, kali ini dengan gerakan lebih pelan. Tapi suasana canggung tidak berlangsung lama karena Seonghwa, seperti biasa, tidak pernah tahu kapan harus berhenti berbicara.
"Jadi, kau membayangkan apa? Sesuatu seperti balas dendam? Mungkin adegan penuh darah seperti di film itu—apa namanya? Kill Bill?" tanyanya sambil meniru gerakan mengayunkan pedang dengan tangan kosong.
Hongjoong meliriknya sekilas. "Kalau aku membayangkan adegan seperti itu, kau pasti jadi target pertamaku."
Seonghwa pura-pura terkejut, menepuk dadanya. "Aku? Apa yang aku lakukan sampai pantas dibunuh dalam fantasi balas dendammu?"
"Memasuki ruang pribadiku tanpa izin, misalnya," jawab Hongjoong dengan nada sarkastik, menyisihkan bawang yang sudah selesai dipotong.
Seonghwa tersenyum, tangannya meraih pinggang Hongjoong dari belakang. "Kalau itu dosa, aku akan rela dihukum setiap hari."
Hongjoong membeku, merasa wajahnya semakin panas. "Seonghwa, lepaskan."
"Tidak," jawab Seonghwa dengan santai, suaranya dekat di telinga Hongjoong. "Kau tahu kenapa?"
Hongjoong mencoba tetap tenang, meskipun sulit. "Kenapa?"
"Karena aku tahu kau suka ini," bisik Seonghwa.
Hongjoong menelan ludah, hampir menjatuhkan pisau di tangannya. "Kau terlalu percaya diri."
Seonghwa tertawa kecil, melepaskan pelukannya. "Mungkin. Tapi aku juga tahu aku tidak salah."
Hongjoong menghela napas panjang, menutupi wajahnya dengan tangan. "Kau ini benar-benar menyebalkan."
"Dan kau tetap di sini bersamaku," balas Seonghwa, mengambil bawang yang sudah dipotong dan mulai membantu memasaknya.
Hongjoong hanya bisa menggelengkan kepala. Tidak peduli seberapa menyebalkan Seonghwa, ia tahu pria itu benar. Di balik segala godaannya, Seonghwa adalah orang yang selalu ada untuknya—meskipun kadang dengan cara yang membuat Hongjoong ingin mengayunkan pisau dapur seperti dalam adegan Kill Bill.
Tapi untuk saat ini, Hongjoong memutuskan membiarkan pedangnya tersimpan, setidaknya sampai makan malam selesai.

KAMU SEDANG MEMBACA
MYRTLE 🌸 bottom!Hongjoong [⏯]
Fanfictionbottom!Hongjoong / Hongjoong centric Buku terjemahan ©2018, -halahala_