"Hei Mingi, sayang?" Hongjoong mendudukkan diri di samping kekasihnya di sofa.
"Hmmm?" Tanggap Mingi sambil terus menatap televisi.
"A-aku mau ngomong sesuatu." Hongjoong memainkan jari-jarinya dengan gugup.
"Silakan." Mingi mengambil remote dan menurunkan volume TV lalu menoleh dan menatap Hongjoong. "Kau mau bilang apa?"
"Well... p-pernahkah kau berpikir untuk memiliki anak denganku?" Tanya Hongjoong, "K-karena, kau tahu... Aku sempat memikirkannya..."
"Joongie... Aku mencintaimu, tapi aku tidak benar-benar ingin punya anak. Aku tidak menyukai ide itu."
"Oh..."
"Maafkan aku Joongie..."
"Tidak, tidak apa-apa... aku... mengerti," jawab Hongjoong lalu bangun dari sofa dan berjalan menuju pintu.
"Mau ke mana?"
"Keluar. Butuh udara segar..." jawab Hongjoong lirih lalu keluar dari pintu tanpa melihat ke belakang.
Terisak saat berjalan menjauh dari rumah. Tidak bisa mengabaikan yang baru saja dikatakan Mingi tentang tidak ingin punya anak bersamanya, dan yang terburuk adalah... ia mengandung bayi Mingi.
Ia baru tahu hari ini. Ketika melihat dua garis merah muda pada tes kehamilan yang dicobanya, ia sangat terkejut dan tidak tahu bagaimana akan mengatakannya pada Mingi. Tapi setelah mendengar jawaban Mingi, ia tidak yakin apa ia ingin memberitahu Mingi atau tidak.
Ia tidak berharap untuk hamil. Tidak tahu jika tubuhnya bisa mengalaminya.
Hongjoong berjalan ke arah bangku taman terdekat lalu duduk. Terisak lagi lalu menyeka air matanya. Tidak tahu harus bagaimana sekarang.
Mungkin ia harus melakukan aborsi. Tapi kemudian ia harus menghadapi beban perasaan penyesalan jika mengakhiri sebuah kehidupan. Begitu juga jika ia menyerahkan anaknya untuk diadopsi orang lain. Ia mungkin akan hidup dengan rasa bersalah tiada akhir selama sisa hidupnya.
Ia menghela napas saat melihat anak-anak kecil berlarian di taman, bermain bersama. Berlarian, bermain tag, berayun di ayunan. Ia tersenyum melihat pemandangan itu sambil membayangkan seorang anak laki-laki atau perempuan berlarian dengan senyum di wajahnya.
Ia meletakkan tangannya di atas perutnya yang rata. Menunduk memperhatikan perutnya ketika memikirkan perut itu akan membesar karena bayinya. Beberapa bulan lagi bayinya akan bergerak, menendang, dan tak lama kemudian lahir.
Sekitar satu jam kemudian telepon genggamnya berdering. Ia mengeluarkan benda itu dari sakunya dan melihat Mingi meneleponnya, mungkin bertanya-tanya di mana ia. Ia mengerutkan kening saat menekan tombol tolak. Ia tahu seharusnya tidak melakukan itu, tapi ia perlu sendirian untuk memikirkan semuanya dan memikirkan apa yang akan dikatakan pada Mingi.
Ia hendak meletakkan ponselnya ketika Mingi meneleponnya sekali lagi. Ia menekan tombol tolak lagi, tanpa keraguan. Tak lama, ia menerima banyak pesan dari Mingi yang menanyakan keberadaannya dan kenapa ia tidak menjawab teleponnya.
Ketika membaca semuanya, ia tahu seharusnya menjawabnya karena Mingi mengkhawatirkannya. Tapi ia memilih untuk mengabaikan semua pesan itu.
Mingi terengah-engah ketika melihat ia tidak mendapatkan balasan pesan apapun dan fakta bahwa Hongjoong telah menolak panggilannya tidak hanya sekali, tapi juga dua kali. Sudah satu jam, hampir dua jam sejak Hongjoong pergi dan ia mencemaskannya. Hongjoong menghilang begitu saja tanpa jejak.
Mingi sedang memikirkan cara menemukan kekasihnya ketika ingat ia bisa melacak ponsel Hongjoong. Ia harap Hongjoong tidak mematikan aplikasi pelacakan di ponselnya, dan untungnya tidak. Ia lihat Hongjoong berada di tempat yang dekat dari rumah mereka, jadi ia segera keluar rumah dan pergi mencari kekasihnya.
Ia melihat Hongjoong duduk di bangku sendirian. Ia menghela napas lega saat mematikan ponselnya lalu berlari menghampiri Hongjoong.
"Joongie!"
Hongjoong terlihat kaget saat melihat kekasihnya berlari ke arahnya.
"Di sini rupanya kau..."
"Kok kamu bisa menemukanku?"
"Menelusuri ponselmu... sekarang, kenapa kau tidak menjawab telepon atau pesanku? Kau membuatku khawatir!"
"Tapi aku tidak bermaksud begitu. Hanya ingin menjernihkan pikiran dan memikirkan apa yang akan kukatakan padamu. Maafkan aku..." lirihnya.
Mingi menghela napas lalu duduk di sampingnya.
"Ya sudah tidak apa-apa, yang penting sekarang aku tahu kau baik-baik saja. Ngomong-ngomong, kau mau bilang apa memangnya?"
"Aku sedang merencanakan cara memberitahumu bahwa aku... hamil..."
Mata Mingi melebar saat mendengar kalimat itu.
"Hamil?"
Hongjoong mengangguk.
"Makanya aku tanya kau ingin punya anak denganku atau tidak... tapi setelah kau bilang tidak mau... aku tidak tahu harus bagaimana... mungkin akan aborsi atau menyerahkan bayinya untuk diadopsi..."
"Jangan!"
Hongjoong menatap Mingi.
"Apa?"
"Aku... aku tidak mau kau menggugurkannya atau menyerahkan bayi kita..."
"Tapi kau bilang—"
"Dengar, aku tahu apa yang kukatakan... tapi aku bersedia jika kau hamil. Mengambil langkah untuk membangun sebuah keluarga dengan pria yang sangat kucintai."
Hongjoong tersenyum kecil pada Mingi saat air matanya mulai mengalir lagi.
"Sungguh?"
Mingi mengangguk dan menyeka air mata Hongjoong dengan ibu jarinya.
"Ya Joongie..." jawab Mingi lalu dengan lembut mengecup bibir Hongjoong, membuatnya terkekeh.
"Sekarang ayo pulang. Bersama-sama." Mingi membantu Hongjoong lalu berjalan pulang bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
MYRTLE 🌸 bottom!Hongjoong [⏯]
Fanfictionbottom!Hongjoong / Hongjoong centric Buku terjemahan ©2018, -halahala_