ENEMY WITH BENEFITS || 🔞 ANGAN MASA DEPAN

19.9K 234 10
                                    

Get ready, folks🙌🏻

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Get ready, folks🙌🏻

•••

Retha memberi obat merah pada luka Alan dengan telaten, tidak ingin membuat lelaki itu kesakitan. Ranjang UKK yang saat ini mereka tempati lumayan sempit untuk 2 orang.

     "Shh- Tha, pelan-pelan."

     Dengan kesal, Retha menekan kapas ke bagian tersebut, mengundang kembali ringisan Alan, "Kau sengaja, ya."

     "Siapa suruh melukai dirimu sendiri. Apa-apaan itu tadi? Mau sok keren?" Retha kembali fokus, "Jangan lukai tanganmu, Al. Kau ini pemain basket, pasti sakit kalau bersentuhan dengan bola. Belum lagi bakteri bisa saja masuk, basket itu kan bersentuhan dengan lapangan yang kotor,"

Alan tersenyum samar mendengar omelan Retha, mengingatkannya pada sang ibu.

Memperhatikan pemandangan di depannya, Retha memegang tangannya dengan lembut, meniup pelan lukanya sebelum di beri obat merah, bibir plump itu bergerak membicarakan sesuatu sebelum pandangan wanita itu tertuju padanya.

     "Kau dengar?"

     Tak mendapat respon dari Alan, Retha memutar mata sebal, "Kau ini kebiasaan sekali tidak menghargaiku saat sedang berbicara."

     "Aku dengar kok," sangkalnya

     "Apa?"

     "Sesuatu tentang bakteri dan basket."

     Retha bergumam puas, "Bagus, sudah selesai."

Alan menahan tangan Retha yang ingin melepasnya, ia menarik tirai putih pembatas ranjang sehingga mereka tidak terlihat dari luar.

Tubuhnya bergerak menindih Retha, lagi-lagi mengurung di antara badannya.

     Retha terlihat bosan, "Apa lagi maumu?"

     "Jangan ke tempatnya."

     Kening wanita itu berkerut dalam, jelas ada ketidaksukaan di dalamnya, "Siapa kau mengaturku?"

Alan tidak menjawab membuat Retha jengah, ia berusaha menyingkirkan tubuh Alan dari menindihnya.

     "Apa perlu kubuat kau tidak bisa berjalan?"

Ancaman itu bukan main-main, ia akan dengan senang hati melakukannya jika itu berarti Retha tidak pergi ke tempat lelaki sialan itu. Alan berdecih remeh, Xander di matanya hanya seperti kutu pengganggu yang perlu di musnahkan.

Jika saja Retha tidak menaruh perasaan lebih pada orang itu, Alan pasti sudah menghabisinya. Sebatas karena ia membenci kehadiran adik tingkat itu.

Ya, hanya sebab Alan tidak menyukainya..

     "Sinting, menyingkir dariku!"

Alan menggeleng tegas, ia menunduk menahan kedua tangan Retha di atas kepala wanita itu. Bibirnya melepas kancing bajunya dengan ahli merindukan apa yang tersembunyi di baliknya.

🔞

     "F-fuck Alan, kita masih- di kampus, Nghh.. Ahh!" Retha melengkungkan tubuhnya seolah menyambut hisapan menggoda Alan pada buah dadanya.

     "Srp.. Mhh.. Kau sangat sexy saat mengumpat seperti itu, Angel." Alan menuntun lidahnya menjelajahi kulit mulus itu, menjilat, menghisap, menggigit. Menguasainya dengan rasa lapar.

Retha melihat ke bawah dengan lemas, sosok Alan mengukung tubuhnya dan memainkan kedua bukit kembarnya, terlihat sangat menikmati.

Suara decapan bibir mengakhiri pergulatan panas tersebut.

Alan tersenyum miring, menatap gelap bongkahan lemak indah yang sudah mengkilap dilumuri ludah dan tanda kepemilikannya. Puting Retha bahkan sudah berdiri tegang menyambut sentuhannya.

     "Tunggu sebentar," Retha menghentikan Alan yang sudah bersiap membuka celananya, "Kau yakin melakukan ini di UKK?"

     Menyeringai, Alan menunduk dan mengecup telinga Retha, berbisik serak, "Bukankah rasanya lebih menantang? Siapa saja bisa masuk menonton kegiatan panas kita, saat aku memasukimu sangat sangat dalam dan kasar, membuatmu tak memiliki pilihan lain kecuali mendesah. Public sex. Tertarik?"

     Retha terangsang saat Alan menjilati cuping telinganya, "Ssh, lakukan dengan cepat."

     "Your wish is my command."

Alan menuntun miliknya masuk ke lipatan milik Retha, agak susah mengingat mereka tidak punya waktu melakukan pemanasan hingga menghasilkan sedikit cairan pelicin.

     "A-akh, Alan.." Retha meringis merasakan keperkasaan Alan yang mulai menerobos melebarkan vagina-nya.

Alan menggigit bibir bersusah payah gerak pelan agar tak menyakiti sosok di bawahnya, pinggulnya mengisi perlahan hole Retha yang menerimanya dengan sangat baik.

Sudah sepenuhnya berada di dalam, Alan masih mendiami miliknya sambil mengusap lembut rambut Retha memberi ketenangan. Lalu ia mulai bergerak, mengerang keenakan saat kejantanannya mulai mengenali gua kenikmatan Retha.

     "Ahh, Mhh- Lebih cepat.. Ngh!" Retha mendesah pelan, sedikit terkejut saat Alan mengabulkan permintaannya dan bergerak makin cepat.

Dadanya bergoyang menggoda mengikuti pinggul lelaki itu, tangannya masih tertahan oleh Alan hingga Retha tidak bisa menyentuh balik, hanya pasrah membiarkan tubuhnya dimangsa.

     "Kau menikmatinya, Angel? Lebih besar mana dengan miliknya?" Alan tersenyum miring, turun melumat bibir Retha, membungkam desahannya yang makin keras.

Retha tidak fokus menangkap perkataan Alan yang ambigu, matanya menutup meresapi milik Alan yang menggenjot hole-nya penuh semangat, membuat ranjang yang mereka tempati ikut bergoyang.

     "Aku akan bergerak cepat, tahan suaramu."

Retha melotot, jika goyangannya saat ini tidak dihitung cepat, lalu bagaimana lagi yang Alan maksud?!

Pertanyaannya dengan cepat terjawab saat salah satu tangan lelaki itu memegang erat pinggulnya, bergerak menumbuk kasar titik manis Retha mengejar cepat pelepasannya. Retha menggigit keras bibirnya takut desahannya terdengar sampai luar.

Tepukan kulit mereka yang basah berkeringat mengisi suara di ruangan sana, Retha meremas bantal saat merasakan miliknya akan meledak.

     "Ahh, Alan- Aku mau-"

     "Keluarkan. Berikan semua benihmu
untukku, Angel." Alan mengerang keras terus menghentakkan keperkasaannya dengan buas dan tak kenal lelah.

Keduanya mendesah kencang saat Alan berhenti di dalam sana, menyemprotkan sperma miliknya yang melimpah ruah memenuhi vagina kecil Retha, dengan sengaja menyentak pelan agar tidak ada yang terbuang, membiarkannya masuk ke rahim wanita itu.

Retha melemas, tangannya yang telah dilepaskan bergerak melingkari punggung Alan yang masih berpakaian lengkap, mengatur nafasnya yang tersendat akibat olahraga barusan.

     "Kau mengeluarkan semuanya di dalam?" tanyanya menutup mata, bisa merasakan rahimnya menghangat akibat cairan Alan.

     Alan mengangguk bangga, "Calon bayiku sedang berenang di dalammu."

     "Lain kali cobalah pakai kondom, Al. Aku takut obatku tidak bekerja."

     "Tapi aku ingin merasakanmu seutuhnya."

Alan mengecup kening Retha penuh rasa sayang yang bahkan tidak disadarinya, ia terdiam memikirkan apabila obat wanita itu benar gagal dan Retha hamil.

Tanpa sadar tangan besarnya bergerak mengelus perut wanita itu yang sedikit menggembung karena miliknya masih berada di dalamnya, membayangkan seandainya di sana ada janin kecil campuran dirinya dan Retha. Buah hati mereka.

Anak itu akan memiliki sifat jutek Retha, atau sifat jahilnya?

Alan yakin Retha akan jadi seorang ibu yang luar biasa, sangat perhatian walau sering mengomel. Rumah tangga mereka akan selalu diisi pertengkaran kecil tapi Alan menyukainya, jika bersama Retha sepertinya ia senang dengan apa saja.

Dan tidak ada lagi yang bisa memisahkan mereka. Entah itu Xander, Denov, atau siapapun lelaki lain yang bisa mengambil Retha jauh dari jangkauannya. Wanita itu akan jadi milik Alan sepenuhnya, ia akan melakukan apapun untuk membuat Retha bahagia.

     "Alan, keluarkan!"

Seruan itu memutuskan angan Alan, rupanya miliknya yang masih bersarang sedikit mengusik Retha.

     "Ayo lakukan lagi." Alan kembali bangkit, mengarahkan miliknya untuk kembali tegang bersiap akan ronde kedua.

     Retha melebarkan mata, "Apa?! Tidak, aku tidak sanggup lagi. Alan, hentikan!"

     Mengikuti perintah Retha, Alan menahan gerakannya. Bibir lelaki itu maju beberapa senti seolah cemberut, "Tapi aku masih mau."

Alan bertekad membuat Retha mengandung anaknya dengan mengisi rahim wanita itu berkali-kali dengan cairannya, pikiran masa depan tadi masih menghantui benaknya.

Entah apa yang sedang merasuki Alan hingga membuatnya begitu ingin menghabiskan sisa hidup dengan Retha, bukankah mereka tidak akur?

     "No, aku masih ada urusan setelah ini." Retha mendorong Alan, mendesah pelan saat milik lelaki itu terlepas darinya. Hanya ada beberapa tetes cairan yang keluar mengotori sprei putih UKK, sepertinya sudah masuk sebagian pada miliknya.

     "Angel-"

Brak!

Pintu UKK terbuka lebar, Retha menyuruh Alan diam agar mereka tidak ketahuan. Dari suara langkah kaki, ada dua orang yang masuk ke ruangan.

Retha tidak mengetahui siapa orang itu, tapi ketika mendengar suaranya, ia langsung mengenalinya.

     "Apa-apaan kau?!" Itu suara Anna, sepertinya sahabatnya sedang marah.

     "An, kumohon dengarkan aku. Aku tidak berselingkuh darimu."

Retha melotot, itu Farrel. Apa yang sebenarnya terjadi antara mereka?

•••

Sengaja up hot malam-malam👋🏻

Aak suka deh kalo banyak yang komen, jadi semangat buat up❤️ Kalo chapter besok komennya lebih banyak lagi, aku double update deh! (Komennya jangan cuman minta double up tapi komen yang lain juga😡)

But first, berikan pendapat dulu buat Alan dan Retha sejauh ini?

Enemy with Benefits⚠️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang