ENEMY WITH BENEFITS || NASIHAT SI BARTENDER

4.8K 174 61
                                    

Happy 300k+ readers!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy 300k+ readers!

•••

Sepulangnya dari apartemen Retha, Alan melajukan mobilnya ke arah club. Sepertinya sudah lama sejak ia menginjakan kaki kesana.

Berhubung hari sudah malam, suasana di dalam begitu ramai dan padat, musik DJ memekakkan telinga memenuhi ruangan tertutup, tapi Alan sudah terbiasa mendengarnya hingga tak merasa terganggu.

Tangannya bergerak menolak halus beberapa wanita penggoda yang mendekat, jika dulu ia akan dengan senang hati menikmati mereka, sekarang Alan tidak mau melakukannya lagi. Hanya Retha yang bisa menyentuhnya.

Berjalan santai membelah kerumunan, Alan duduk di salah satu kursi bar.

"Ey, bro!"

Bartender yang ia kenali mendekat dengan senyuman cerah, mengepalkan tangan hendak bertos ria.

"Sudah lama aku tidak melihatmu disini." Edgar berbincang sebentar.

"Aku memang berniat mengurangi kebiasaan clubbing-ku."

Mendengar itu keluar dari mulut Alan seperti mantra sihir, sebelah alis Edgar naik dengan raut tidak percaya, "Kau bercanda?"

"Tidak."

"Lalu.. Sedang apa disini?"

Alan berdecak pelan, "Aku sedang stress."

Edgar mengangguk paham, "Mau kupanggilkan wanita bayaran? Barusan ada anak baru-"

"Tidak terima kasih, alkohol saja, yang biasanya."

Kening Edgar semakin berkerut dalam, ini pertama kalinya Alan menolak tawarannya, biasa jika ada anak baru lelaki itu langsung memesan tanpa pikir panjang. Entah hanya untuk sekedar menemaninya minum, atau membawanya ke ranjang.

Menaruh gelas berisi cairan alkohol bening, Edgar mengambil tempat duduk di depan Alan dan memperhatikannya dengan lekat.

"Kenapa melihatku begitu?"

"Aku yang seharusnya bertanya," jari Edgar bergerak menunjuk sekujur tubuh Alan, "Ada apa dengan perubahan ini?"

Alan menandaskan minumannya seperti air putih. Menaruh gelas kaca itu kembali ke meja, jempolnya naik mengusap sedikit bekas cairan di ujung bibir, "Sudah kuduga kau akan bertanya begitu."

"Jadi?" Nada Edgar tidak sabaran.

"Ini soal Retha."

"Oh? Dia melarangmu?"

Alan menggeleng, "Aku mencintainya. Sudah waktunya aku menghentikan kebiasaan burukku disini."

Edgar tersenyum lebar, ada setitik kejahilan, "Jadi kau berubah untuknya?"

"Hm, aku juga mulai mengkhawatirkan kesehatanku."

Menepuk pundak Alan jantan, bartender itu menggangguk penuh rasa bangga, "Kau tak tau berapa lama aku menunggumu mengatakan hal itu, penyakitmu lebih penting daripada semua kenikmatan fana ini, Al."

Enemy with Benefits⚠️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang