Westrean? Berlutut?

3 2 0
                                    

Arc: World war 4

Pada tengah malam kali ini, rembulan begitu menerangi, bersama dengan angin yang berhembus pelan, membawakan suasana yang tenang dan damai.

Di saat itu pula, Yudistira sedang melakukan meditasi di tengah hutan sendirian. Di karenakan Juna sengaja diperintahkan untuk menjauh, dan menunggu Yudistira selesai meditasi.

Drap.. drap.. drap..

Terdengar suara langkah kaki pelan, bersamaan dengan suara semak semak.

Yudistira yang menyadari adanya kedatangan seseorang, langsung menyudahi meditasinya, dan berdiri.

Ia menatap ke arah suara dengan tenang, lalu berkata "aku tahu siapa engkau, wahai pemuda yang bersembunyi di balik semak."

"Ealah ketahuan!"

Cecep pun keluar dari semak semak tersebut.

"Ada ada saja.. ada apa Cep? Bukankah.. kau sedang menjalani misi mu itu? Untuk menebus dosa pada negara"

"Yaa emang gitu sih tadi nya mah
Cuma mau ngabarin aja pak, kesini bentaran"

"Ada apakah gerangan?"

"Gini.. besok tu Westrean mau nyerang timur, sama Middlestein
Jadi... perang dunia ke empat mau mulai"

"Ahh... sudah mau ke empat saja ya? Padahal.. baru saja kemarin saat perang dunia ketiga.. dimana manusia seluruh berperang dengan pharma, sesudah bencana"

"Iya iya, tau itu mah"

Yudistira kemudian menepuk kepala Cecep pelan.

"Berhati hatilah... aku tahu kau kuat, tetapi percayalah.. kau akan menjumpai monster sesungguhnya di timur"

"Tenaaangg, didikan Pak Yudis mah ga akan kalah!"

"Semangatmu memang bagus.. tetapi waspada itu harus, ingat itu"

"Hooh pak"
"Yaudah atuh ya, aku mau pergi dulu, persiapan buat besok juga"

"Iyaa.. pastikan kau kembali padaku dengan kondisi semakin kuat.. dan jangan mati"

"Siap!"

"Ah.. sebentar
Gita bagaimana?"

"Ia akan ikut denganku, bergerak di balik layar"

"Aku mengerti.."

Cecep lalu salim pada Yudistira, dan pergi dari tempat itu.

...

AAAAAAAAAAAAAAAHHH!!!

Suara berisik itu sudah menjadi makanan sehari harinya. Alih alih memberikan ampunan, dia malah menebasnya tanpa ada belas kasih di hatinya.

Scott melihat sekeliling dan beberapa kali mengedipkan matanya.

Mayat-mayat Pharma berserakan.

Layaknya sampah yang terbakar.

Sugeng masih lanjut membantai sisa-sisa Pharma yang masih berkeliaran disana.
Walau sepertinya ia tampak lelah tapi tak sedikit pun dia mempedulikan nya. Sembari menyeret kedua kaki dan sabitnya tebasan demi tebasan ia layangkan untuk menghabisi mereka.
Masih belum puas Sugeng berencana masuk lebih dalam ke hutan.
Namun dengan cepat rencana nya dihentikan oleh Scott yang saat itu tidak tega melihat kondisi Sugeng yang bersimbah darah.
Dan benar saja saat melihat pantulan dirinya di genangan air, wajahnya sudah dihiasi oleh bercak bercak darah.
Sugeng pun menyetujui nya dan bergegas keluar dari hutan.

Petualangan Dua Bocah BebanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang