Chapter 44

15.4K 521 13
                                    

CERITA INI HANYA UNTUK DINIKMATI
DON'T COPY MY STORY!!

Jangan lupa untuk selalu tekan vote dan ramaikan komentarnya ya🫶🏻

ﮩ٨ـﮩﮩ٨ـ♡ﮩ٨ـﮩﮩ٨ـ

Setelah dua hari yang melelahkan di rumah sakit, Ainsley akhirnya diizinkan pulang. Mobil hitam mewah berhenti di depan mansion yang sunyi, di bawah langit yang mulai memerah.

Galen keluar lebih dulu, bergegas menghampiri pintu penumpang untuk membantu istrinya. Namun, Ainsley sudah membukanya lebih dulu, gerakannya lamban namun tegas. Dia mengabaikan tangan yang Galen ulurkan, membuat pria itu menelan ludah pahit.

"Hati-hati," ucap Galen, suaranya lirih, seolah menyadari bahwa perhatian kecilnya mungkin tak berarti lagi.

Ainsley melangkah tertatih menuju pintu utama mansion, wajahnya pucat dan matanya kosong. Keheningan menggantung di udara, lebih berat daripada derita yang baru saja mereka alami.

Setelah kehilangan bayi mereka, Ainsley tak mengucapkan sepatah kata pun pada Galen. Ia berjalan seolah Galen adalah bayangan tak kasatmata, tak ada sapaan, tak ada sentuhan, bahkan tak ada lirikan. Dingin.

Galen mengikuti langkah Ainsley dari belakang, hatinya terasa berat melihat punggung istrinya yang begitu rapuh. Semakin lama, jarak di antara mereka terasa semakin jauh, bukan hanya secara fisik, tapi juga emosional. Rasa bersalah, penyesalan, dan frustasi bercampur di dalam dirinya.

"Ainsley..." panggil Galen dengan suara serak, saat melihatnya menaiki tangga perlahan. Ia berharap setidaknya Ainsley akan berhenti, atau sekadar menoleh. Tapi tidak ada. Wanita itu terus berjalan, seolah-olah panggilannya hanyalah hembusan angin yang berlalu tanpa arti.

Dengan putus asa, Galen mencoba sekali lagi. "Haruskah aku siapkan makanan? Kau mau makan apa?" suaranya sedikit lebih keras, hampir memohon.

Namun, keheningan kembali menjawab. Ainsley sudah menghilang di lantai atas, meninggalkan Galen yang berdiri di lantai bawah dengan kesunyian yang menusuk. Ia merasakan kekosongan yang mencekik, seolah tidak hanya rumah ini yang hampa, tapi juga hatinya yang perlahan-lahan kehilangan arah.

ﮩ٨ـﮩﮩ٨ـ♡ﮩ٨ـﮩﮩ٨ـ

Malam yang sunyi, Galen menaiki tangga dengan hati-hati, sebuah nampan makan malam ada di tangannya. Cahaya lampu temaram menyelimuti lorong ketika dia mendorong pintu kamar perlahan. Pandangannya segera tertuju pada sosok Ainsley yang terbaring miring di atas ranjang, tubuhnya kecil dan rapuh di bawah selimut tebal.

Galen menaruh nampan di atas meja tepi ranjang, membuka laci dan mengeluarkan obat-obatan yang harus diminum Ainsley selama masa pemulihan.

Sekali lagi, dia mendekat, berjongkok di sampingnya, berharap bisa menjembatani jarak yang semakin tak terjangkau di antara mereka. Ainsley tetap diam, pandangannya terpaku pada kaca besar yang mengarah ke balkon, seolah dunia di luar lebih berarti daripada kehadiran Galen di ruangan itu.

"Makan dulu ya," ucap Galen lembut, nadanya penuh permohonan.

Ainsley tetap membisu, membiarkan keheningan yang dingin menggantung di udara. Tanpa henti, tatapannya lurus ke depan, menolak segala bentuk perhatian dari pria yang kini berlutut di sampingnya.

Dengan pelan, Galen menyentuh rambut hitam lembut Ainsley, menyingkirkannya dari wajah wanita itu. "Setelah itu, minum obatnya, dan-"

"Aku bisa melakukannya sendiri," potong Ainsley, suaranya dingin dan tajam seperti pisau yang menyayat.

FADED DESIRE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang