Chapter 43

15K 428 29
                                    

CERITA INI HANYA UNTUK DINIKMATI
DON'T COPY MY STORY!!

Jangan lupa untuk selalu tekan vote dan ramaikan komentarnya ya🫶🏻

ﮩ٨ـﮩﮩ٨ـ♡ﮩ٨ـﮩﮩ٨ـ

Kita terkulai, tak berdaya dihadapan ujian hidup yang tak kenal henti. Masalah-masalah yang tak pernah kita minta datang bertubi-tubi, semakin mengikis sisa-sisa kekuatan yang kita punya. Aku dan kamu, berkali-kali jatuh di persimpangan ragu, tak mampu menjawab pertanyaan yang terus menggantung di antara kita, 'Akankah kita selamanya bersama?'

Kita selalu mengatakan bahwa cinta kita kuat, bahwa dunia ini hanyalah milik kita berdua. Tetapi kenyataannya, cinta yang katanya kokoh itu runtuh lebih cepat dari yang kita bayangkan, terhantam duka demi duka.

Ternyata, kita tak pernah benar-benar paham bagaimana mengabadikan 'kita' sesuatu yang seharusnya lebih dari sekadar 'aku dan kamu.'

Setelah melalui masa kritis yang panjang, Ainsley akhirnya dipindahkan ke ruang inap. Detik-detik terasa begitu lambat, namun akhirnya, setelah beberapa jam tenggelam dalam ketidaksadaran, kelopak matanya mulai terbuka.

Di sampingnya, Marvel yang sejak tadi menunggu dengan gelisah segera menegakkan tubuh, matanya penuh kecemasan bercampur harapan.

"Hei…" bisiknya lembut namun terdengar gugup, suaranya sedikit bergetar.

Ainsley perlahan fokus, penglihatannya masih kabur, otaknya mencoba memproses di mana ia berada dan apa yang telah terjadi. Saat pandangannya tertuju pada Marvel, bibirnya mencoba bergerak, namun tenggorokannya terasa kering, tak mampu mengeluarkan suara.

"Kau butuh sesuatu?" Marvel segera merespon, panik. "Air? Kau mau air?"

Dengan cepat, Marvel mengambil segelas air dari meja di samping ranjang dan membantunya minum dengan hati-hati. Setelah beberapa tegukan, Ainsley kembali berbaring, tubuhnya lemah, namun pikirannya perlahan mulai kembali.

Lalu, dengan suara yang nyaris patah, dia bertanya dengan lirih, pertanyaan yang tak pernah siap dihadapi oleh siapapun.

"Di... di mana… bayiku…?"

Kalimat itu menghantam Marvel seperti badai. Seolah seluruh udara di ruangan tersedot keluar, mencekik tenggorokannya. Matanya membeku, dadanya terasa sesak. Kata-kata yang seharusnya keluar terjebak di antara bibirnya, tertahan oleh rasa bersalah yang menghantui setiap detik keberadaannya di sana.

Marvel mencoba menarik napas dalam-dalam, suaranya bergetar saat berusaha mengalihkan perhatian Ainsley. "Kau sebaiknya beristirahat dulu. Jangan pikirkan yang lain untuk sekarang."

Namun, tatapan Ainsley yang penuh kegelisahan semakin tajam. "Apa maksudmu? Di mana bayiku?"

Detik itu, Marvel merasakan tenggorokannya kering. Dia menelan ludah, tak mampu lagi menunda kenyataan yang pahit. "Ainsley... bayimu... tidak selamat."

Kalimat itu seakan menghancurkan dunia Ainsley dalam sekejap. Nafasnya tercekat, tenggelam dalam hampa dan dadanya terasa seolah ditindih ribuan batu. Matanya membelalak sebelum perlahan air mata mulai mengalir, tak terbendung. Sebuah jeritan tertahan lolos dari bibirnya yang gemetar.

"Maaf... maafkan aku, Ainsley," bisik Marvel dengan suara penuh penyesalan, meski ia tahu kata-katanya tidak bisa menghapus rasa sakit yang kini merajam hati Ainsley.

Ainsley mulai terisak hebat, tubuhnya gemetar hebat seolah menolak kenyataan yang dihadapinya. Ia memberontak, tangannya memukul-mukul dada Marvel yang berusaha menahannya dengan lembut, tak ingin Ainsley semakin terluka. Setiap pukulan kecil yang dilemparkan wanita itu hanyalah refleksi dari kehancuran hatinya dan Marvel menerima semua itu, terjebak dalam rasa bersalah yang menggerogoti jiwanya.

FADED DESIRE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang