CERITA INI HANYA UNTUK DINIKMATI
DON'T COPY MY STORY!!Jangan lupa untuk selalu tekan vote dan ramaikan komentarnya ya🫶🏻
ﮩ٨ـﮩﮩ٨ـ♡ﮩ٨ـﮩﮩ٨ـ
Perasaan terburuk di dunia adalah ketika kita tahu bahwa cinta itu ada, membara di antara kita, tetapi kita tak bisa bersatu.
Galen melangkah perlahan menuju halaman belakang, di mana beberapa pelayan tampak sibuk dengan kegiatannya.
"Ada apa di sini?" tanyanya, suaranya rendah namun tegas.
Salah satu pelayan berbalik, menunduk sebentar sebelum menjawab dengan ragu, "Beberapa ikan di kolam mati, Tuan. Nyonya menyuruh kami mengosongkan kolamnya saja."
Galen mengerutkan kening. "Mengapa harus dikosongkan?"
Pelayan itu hanya menggelengkan kepala. "Saya tidak tahu, Tuan."
Galen mengangguk pelan, membiarkan mereka kembali bekerja. Ia menatap kolam-kolam di sekitarnya yang sudah kering dan ditinggalkan begitu saja, seakan melambangkan kehampaan yang kini mengisi hidupnya.
Dengan langkah berat, dia kembali masuk ke dalam rumah melalui pintu belakang. Saat melewati dapur, matanya tertuju pada Ainsley yang sedang menuangkan air ke dalam gelas. Dia mendekat, memanggilnya pelan, "Ainsley."
Namun, seperti biasa, Ainsley tetap diam, tidak menunjukkan tanda-tanda ingin berbicara.
Galen menghela napas panjang, frustasinya makin memuncak. Ia muak terus-terusan didiamkan oleh istrinya tanpa tau apa yang salah.
"Bicaralah padaku, Ainsley. Sampai kapan kau akan terus mendiamkan aku begini?"
Ainsley terus melanjutkan kegiatannya, mengabaikan keberadaan Galen. Hal itu membuat amarah di dadanya semakin mendidih.
"Katakan sesuatu! Apa salahku? Kau hanya membuat semuanya menjadi lebih buruk dengan terus berdiam diri! Kau menyiksaku, Ainsley!" Galen membentak, nadanya memohon sekaligus putus asa.
Perlahan, Ainsley menghentikan gerakannya. Ia berbalik dengan tatapan dingin, matanya menusuk langsung ke dalam jiwa Galen.
"Kau benar," ucapnya lirih, namun penuh ketegasan. "Kita memang saling menyiksa."
Galen menelan ludah, perasaan bersalah mulai meresap saat dia menyadari betapa kasarnya dia bicara. "Aku... aku minta maaf."
Ainsley mendengus, suaranya penuh kemarahan yang telah lama terpendam. "Kau tahu kenapa aku tak bicara padamu, Galen? Karena aku muak, muak dengan segalanya tentangmu!"
Galen mengerutkan kening, kebingungan mulai merayap di wajahnya. "Apa salahku?"
Tawa pahit keluar dari mulut Ainsley, penuh kegetiran. "Kau sungguh bertanya apa salahmu tanpa menengok setumpuk kesalahan yang kau tinggalkan di belakang?"
Galen terdiam, mencoba memahami kemarahan istrinya. "Aku tahu, aku tak ada di sana saat itu," ucapnya, suaranya melemah. "Aku minta maaf, Ainsley."
"Sumpah demi Tuhan, aku akan memaafkanmu jika hanya itu masalahnya," ujar Ainsley, suaranya bergetar antara marah dan hancur. "Tapi kenyataannya, ketika aku hampir mati karena rasa sakit yang merenggut bayi kita... kau... kau bersama wanita lain. Didalam sebuah kamar hotel, bercinta dengan penuh gairah, sementara aku di sini, sendirian, kehilangan semuanya."
Galen terdiam, tubuhnya membeku oleh ucapan Ainsley yang menamparnya keras.
"Kau tahu bagaimana rasanya, Galen?" lanjut Ainsley, suaranya kini hampir berbisik, namun penuh kebencian. "Rasanya sangat menjijikkan hingga aku bahkan tak bisa menatapmu tanpa merasa muak."
Kata-kata itu menghantam Galen seperti gelombang besar yang menghancurkan pertahanannya. Ia hanya bisa menatap Ainsley, lidahnya kelu, tak ada yang bisa ia katakan untuk membela dirinya.
"Sumpah, Ainsley, itu tidak sepenuhnya salahku. Tolong dengarkan aku dulu," desak Galen sambil mencoba meraih tangan Ainsley, tetapi wanita itu dengan cepat menghempaskannya.
"Jangan buat aku semakin muak denganmu," ucap Ainsley tajam, suaranya dingin.
Galen terdiam sejenak, lalu dengan nada lirih ia memanggil lagi, "Ainsley... Aku dijebak, sumpah demi Tuhan."
Tawa kecil keluar dari bibir Ainsley, penuh ironi. Dia meraih ponselnya, mengotak-atiknya sebentar, lalu menunjukkan sebuah video pada Galen. Video panas yang menampilkan Galen bersama Kimberly, adegan yang tak bisa disangkal.
Galen membelalak melihatnya. Dengan panik, dia segera meraih ponsel itu dari tangan Ainsley dan mematikan videonya. Wajahnya berubah merah karena malu dan marah.
"Siapa yang mengirim ini?" tanya Galen dengan suara yang terdengar serak, nyaris terguncang.
Ainsley hanya menyeringai tipis, pandangannya penuh ketenangan yang menusuk. "Masih mau beralibi?"
"Demi Tuhan, aku tidak sadar saat melakukannya!" seru Galen dengan nada putus asa. "Wanita itu... dia menjebakku. Aku... aku hampir tak ingat apa pun malam itu, Ainsley. Aku terseret ke dalam jebakannya!" Suaranya kini hampir pecah, matanya berkaca-kaca.
Ainsley memalingkan wajahnya. "Ceraikan aku."
Kata-kata itu menghantam Galen seperti palu. Semua alasan, semua pembelaan yang ingin ia katakan tiba-tiba terasa tak berarti. Ruangan terasa dingin, dan untuk pertama kalinya, Galen menyadari betapa jauhnya Ainsley sudah melangkah dari dirinya.
Di hadapannya, Ainsley berdiri tegak, bukan lagi wanita rapuh yang dulu ia kenal, melainkan seseorang yang telah terluka begitu dalam hingga tak ada lagi yang tersisa selain keinginan untuk melepaskan.
"A... Ainsley... Dengarkan aku dulu," suara Galen bergetar, penuh dengan rasa putus asa yang tak mampu ia sembunyikan.
"Apa yang harus aku dengarkan?" Ainsley memotongnya dengan dingin. "Mendengar kau bicara tentang bagaimana wanita itu menjebakmu hingga kau berakhir di atas ranjang dengannya? Dari sudut pandang mana pun, itu tidak masuk akal."
"Aku benar-benar tidak sadar, Ainsley," lirih Galen, suaranya semakin tercekik. "Sungguh, aku tak ingat apa-apa. Aku bersumpah atas nyawaku sendiri!" Matanya kini penuh dengan air mata yang perlahan jatuh, dan untuk saat ini ia terlihat begitu kecil dan lemah di hadapan istrinya.
Namun, Ainsley tetap berdiri tegak. Tatapannya kosong, seolah tak ada apa pun yang bisa menyentuhnya lagi. Galen bisa saja menangis darah, bisa saja bersujud di kakinya sekalipun, tetapi tidak ada lagi rasa yang tersisa di dalam hati wanita itu untuknya.
"Baiklah, tak usah memaafkan aku," Galen memohon, suaranya pecah saat ia mengusap ingus yang menetes di hidungnya. "Tapi percayalah padaku... Tolong."
Ainsley hanya menghela napas berat. Matanya sejenak terpejam, seolah sedang menahan sesuatu yang begitu besar di dalam dirinya. Saat ia membuka matanya kembali, tatapan itu penuh kepastian yang mematikan. Ia menunduk, tapi bukan karena keraguan melainkan karena rasa kelelahan yang tak lagi bisa disembunyikan.
"Ceraikan aku, Galen," ucap Ainsley, setiap kata yang diucapkannya tegas dan dingin. "Atau aku yang akan menggugat cerai dirimu."
Kalimat itu meluncur dengan tenang, tapi dampaknya terasa seperti badai yang menghancurkan segalanya. Di saat itu, Galen menyadari bahwa kata-kata Ainsley bukan ancaman, melainkan keputusan yang sudah bulat, keputusan yang tak bisa ia cegah lagi.
ﮩ٨ـﮩﮩ٨ـ♡ﮩ٨ـﮩﮩ٨ـ
Faded Desire
[8 Oktober 2024]
-
-Gimana? Puas belum?
KAMU SEDANG MEMBACA
FADED DESIRE
Romance[Mature 18+]‼️ Galen, seorang pengusaha sukses yang kaya dan berkuasa, bertemu kembali dengan Ainsley, mantan kekasihnya di tempat yang mengejutkan, sebuah rumah pelacuran. Di masa lalu, mereka adalah pasangan yang saling mencintai, tetapi cinta me...