Meninggalnya Sang Opa

4 0 0
                                    

Assalamualaikum, kembali lagi 😊











Terima kasih sudah memberikan vote dan komen  ☺️










Tandai typo!











Happy reading

•••

Sudah 2 hari Marcel dirawat. Selama itu juga Vergio setia menemani, mengurus sang daddy yang sakit. Ia sampai rela tidak kuliah demi kesembuhan orang tua satu-satunya.

Vergio bingung. Sudah dua hari Marcel dirawat, tapi sang daddy tidak ada perubahan sedikit pun. Bisa dikatakan, tidak ada perubahan sama sekali. Panasnya makin tinggi, pipi makin tirus, dan wajah semakin pucat.

"Dad. Daddy mikirin adek, ya?" tanya Vergio menggenggam tangan Marcel yang tidak diinfus.

Vergio yakin, penyebab utama sang daddy belum sembuh juga karena memikirkan keberadaan anak kesayangan yang sampai saat ini belum tahu di mana. Ia sama seperti Marcel. Tapi dia berusaha untuk tidak memikirkan kali agar kesehatannya tetap terjaga. Tidak seperti daddy-nya.

Saat ini Marcel didiagnosis sakit tifus. Ia mengangkat bahunya acuh. Kalau ditanya, apakah ia memikirkan Satria? Jawabannya iya. Sudah jelas seorang bapak akan kepikiran tentang anaknya yang tidak tahu di mana keberadaannya. Apalagi sang anak pergi di saat Marcel dan Satria ada perselisihan.

"Daddy gak usah pikirin adek dulu," kata Vergio mengelus punggung tangan sang daddy.

Vergio tidak marah, Marcel memikirkan sang adik. Tapi dia mengkhawatirkan kesehatan daddy-nya yang makin menurun. Ditambah umur Marcel yang tidak muda lagi membuat imun orang tua satu-satunya itu lemah.

"Setidaknya sampai daddy ke.luar dari rumah sakit," lanjut Vergio ketika melihat mata melotot Marcel menatapnya.

Marcel menganggukkan kepala, membetulkan ucapan Vergio. Selama anak bungsunya pergi, ia melupakan kesehatan dan anak-anak yang menetap di mansion keluarga, demi dia.

Mungkin mulai hari ini, bapak 5 anak itu akan memfokuskan pada anak yang ada di sampingnya dan mempercayai pencarian anak bungsunya pada mafia yang ia pimpin.

"Iya. Daddy janji, akan memikirkan kesehatan Daddy," ucap Marcel menganggukkan kepala sambil mengelus rahang tegas Vergio.

Vergio tersenyum mendengar sang daddy akan fokus sama kesehatan daripada sang adik, setidaknya sampai Marcel sembuh.

Tak lama, ponsel yang ada di nakas, samping brankar Marcel bergetar. Menandakan ada telpon masuk. Vergio segera mengecek, siapa yang menelponnya di pagi hari. Ia menaikkan sebelah alisnya ketika di handphonenya tertera nama 'Alvianto'.

"Siapa?" tanya Marcel yang sudah duduk begitu melihat kerutan pada wajah sang anak.

"Abang," jawab Vergio menunjukkan layar ponselnya yang tertera nama sang abang pada Marcel.

"Aku angkat dulu, ya, Dad. Takutnya penting," ujar Vergio meminta ijin sama Marcel untuk mengangkat telpon.

Alvianto jarang sekali menelpon Vergio. Sekali nelpon, kalau ada perlu saja. Makanya, ia harus segera mengangkat telpon itu.

Vergio sedikit menjauh dari brankar sang daddy setelah mendapatkan anggukan kepala oleh Marcel.

Marcel bisa melihat ekspresi yang ditunjukkan oleh Vergio. Ia mengerutkan dahi sewaktu melihat wajah sang anak yang terkejut ditambah syok. Tiba-tiba pria berwajah pucat itu kepikiran sang papa yang tidak pernah menjenguknya. Kata Vergio, alasan Reynaldy tidak menjenguknya karena sang papa disibukkan sama persiapan acara pernikahan sang adik, Michael yang akan dilaksanakan dua hari lagi.

Si Bungsu Punya IstriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang