••••
••••
"Mama enggak suka kamu kayak gini, Kak."
Itu adalah kalimat pertama yang Alula ucapkan begitu mereka sudah sampai di rumah. Sepanjang perjalanan Alula tidak bicara apa-apa, begitu juga dengan Kaynara yang hanya diam sambil sesekali menanggapi adik-adiknya yang menceritakan kegiatan mereka.
Begitu sampai rumah, Alula langsung mengikutinya hingga ke dalam kamar. Tidak lupa dia juga mengunci pintu karena takut kalau kedua anaknya yang lain atau Raka tiba-tiba masuk.
Alula tidak bisa menyembunyikan raut wajah kecewanya pada Kaynara yang sekarang hanya menunduk diam.
"Apa enggak bisa nunggu Mama pulang dulu? Kalau kamu bilang sama Mama pasti akan Mama antarkan ke sana. Untungnya Papa percaya kalau kamu lagi sama Mama, gimana kalau enggak? Mau buat Papa semakin marah? Kamu bahkan belum bicara lagi sama Papa sejak kejadian waktu itu, Kak." Alula menghela nafasnya panjang sambil menatap Kaynara yang masih terus menunduk, tapi dia tau kalau anaknya itu sudah ingin menangis.
Terlihat dari kedua tangannya yang menggenggam erat celana panjangnya dan isakan tertahan yang terdengar.
"Kamu tau enggak gimana bingung dan paniknya Mama waktu Papa telepon kamu enggak ada di rumah? Kamu lagi sakit, Kak. Mama berusaha untuk tetap tenang dan berakhir bohong supaya Papa enggak semakin marah sama kamu. Mama enggak akan larang kamu ke rumah sakit untuk menjenguk Rafael," kata Alula pelan.
Kaynara mendongak dengan air mata yang sudah membasahi pipinya.
"Tapi, Papa bakal tetap larang. Papa masih marah, jadi dia enggak akan kasih izin Kay untuk ketemu Ael," kata Kaynara sambil mengusap air matanya.
"Mama bisa bujuk Papa dan kamu juga. Papa enggak akan setega itu sama kamu, Kak." Alula mendekat dan duduk disamping Kaynara yang terisak.
"Sekarang dengarkan Mama. Tadi Mama bilang kalau kamu memaksa untuk ikut karena bosan di rumah, jadi kalau Papa tanya jawab seperti itu," kata Alula sambil menarik Kaynara dan memeluknya dengan sayang.
Ia mengusap dan mencium sayang puncak kepalanya. Amarahnya pun perlahan menghilang hingga kini Alula dapat tersenyum pada anak gadisnya.
Dia menghapus air mata yang membasahi pipi Kaynara lalu mencium keningnya cukup lama.
"Sekarang berhenti nangisnya. Kalau Papa bertanya, jawab seperti yang Mama katakan tadi," kata Alula lagi.
Kaynara mengangguk singkat sebagai tanggapan. Ia mengusap kedua pipinya untuk menghapus jejak air mata. Saat Alula akan pergi, ia menahan tangannya untuk kembali mengucapkan permintaan maaf.
Karena Kaynara menyadari, betapa mengecewakannya dia hari ini.
"Kay minta maaf."
Alula hanya tersenyum dan mengusap lembut kepalanya, tapi kemudian ia pergi tanpa mengatakan apapun.
