••••
••••
Tangan Rafael terluka.
Kalimat itu terus menghantui pikirannya sejak semalam. Ketika pada akhirnya Rafael memberikan kabar yang bukan membuatnya lega, tapi malah membuatnya semakin khawatir. Hal itu juga yang menjadi alasan Kaynara untuk datang ke sekolah lebih awal dari biasanya.
Tepat pukul setengah tujuh pagi, Kaynara sudah berada dikelas yang baru berisikan tiga orang. Dia menunggu kedatangan Rafael sambil berkali-kali mengecek handphonenya, takut jika Rafael memberikan kabar.
Menit demi menit berlalu. Kelas yang semula hanya berisikan tiga orang itu kini sudah mulai ramai, tapi Rafael belum datang juga. Kaynara menghela nafasnya kasar, rasa khawatir ini benar-benar menyesakkan dadanya.
Sampai akhirnya, samar-samar ia mendengar suara Elang dan Rafael yang membuat ia langsung berdiri. Bahkan gerakan tiba-tibanya itu membuat beberapa temannya menatapnya dengan aneh.
Kaynara berlari keluar kelas. Dia menghela nafasnya lega ketika melihat Rafael berjalan bersama dengan Elang.
"AELLL!"
Seruan itu membuat Rafael menatapnya. Ia pun tersenyum tipis dan membiarkan Elang berjalan mendahuluinya ketika Kaynara berlari ke arahnya.
"Hai." Rafael menyapa dengan wajah seceria mungkin.
Tapi, Kaynara tidak menjawab sapaannya. Gadis itu malah meraih tangannya dan mengajaknya untuk pergi menjauh dari kelas. Rafael tidak banyak protes, dia mengikuti kemana Kaynara membawanya pergi.
Dan ternyata Kaynara membawanya ke rooftop. Gadis itu mengajaknya untuk duduk lalu meraih tangannya yang terluka.
"Udah enggak sakit," kata Rafael ketika Kaynara terus menatap luka itu.
"Kenapa? Kenapa bisa luka kayak gini?" tanya Kaynara khawatir.
"Ini udah diobati, kan? Masih sakit enggak? Kamu jangan bohong sama aku, kalau masih sakit bilang masih sakit." Kaynara menatap Rafael dengan sendu yang malah membuat pria itu tersenyum.
"Udah diobati, Kay. Kemarin gue ke rumah Elang dan luka gue diobati sama Mamanya," kata Rafael.
"Kenapa bisa luka?" tanya Kaynara sambil menatap Rafael dengan penuh rasa ingin tau.
"Hmm lo masih ingat hadiah yang pernah lo kasih ke gue, kan?" tanya Rafael yang langsung dijawab dengan anggukan oleh gadis itu.
"Kemarin waktu pulang udah hancur. Kamar gue berantakan banget, ada Mama didalam kamar lagi beresin kamar gue. Tadinya gue biasa aja karena sebelumnya memang sering kamar gue diacak-acak sama Papa, tapi kemarin gue liat hadiah yang lo kasih hancur, mungkin karena dibanting sama Papa."