Athala berdiri di sisi lapangan yang kini mulai sepi setelah turnamen berakhir. Suara gemuruh penonton memudar, dan hanya ada desahan angin yang berhembus pelan di antara kursi-kursi kosong.
Matanya tertuju pada Khatrine yang masih berdiri di tengah lapangan, terlihat gelisah. Dia memandangi tempat di mana Exsan dan Jeslyn baru saja pergi, wajahnya masih tegang dengan emosi yang belum mereda.
Athala menatapnya lama, merasakan getaran di dadanya yang tak bisa lagi dia abaikan. Sudah terlalu lama dia menyimpan perasaan ini, melihat Khatrine terus menerus berusaha mendekati Exsan, sementara hatinya sendiri bergejolak setiap kali gadis itu tersenyum, tertawa, atau bahkan marah.
Namun, momen ini terasa berbeda. Ada sebuah ruang kosong yang mendadak terbuka lebar di antara mereka berdua. Kepergian Exsan dan Jeslyn meninggalkan keheningan yang seakan-akan mengizinkan Athala untuk maju, mengambil langkah yang selama ini selalu dia tahan.
Dengan langkah perlahan namun mantap, Athala mendekati Khatrine. Dia bisa melihat punggung gadis itu yang kaku, mungkin masih dipenuhi kekesalan dan kekecewaan atas apa yang baru saja terjadi. Namun, Athala tidak peduli. Bagi dia, inilah kesempatan yang harus dia ambil, kesempatan untuk mengatakan apa yang telah lama terpendam.
Semakin dekat, dia bisa merasakan detak jantungnya semakin cepat. Ada ketegangan dalam tubuhnya, tetapi juga ada keyakinan yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Di hadapannya, Khatrine tetap diam, tidak menyadari kehadirannya. Namun, Athala tahu, jika dia tak mengungkapkan perasaannya sekarang, dia mungkin akan kehilangan kesempatan ini selamanya.
Athala berdiri tak jauh dari Khatrine, menyadari bahwa momen ini tak bisa ditunda lagi. Suasana di sekitar lapangan basket yang mulai sepi memberi sedikit ketenangan, namun ketegangan di antara mereka terasa begitu nyata. Dengan tekad yang kuat, Athala mendekati Khatrine, suara hatinya tak lagi bisa dibendung.
"Khat?" panggil Athala dengan nada yang lebih tenang dari perasaan yang sebenarnya bergejolak di dalam dirinya. Khatrine yang tadinya sedang sibuk memikirkan bagaimana mengejar Exsan, menoleh dengan sedikit bingung. “Khatrine, boleh gue ngomong sebentar sama Lo?” Lanjut Athala, suaranya terdengar serius.
Khatrine tampak sedikit tidak sabar. “Mau ngomong apa? Gue harus cepet-cepet ngejar Exsan!” balasnya, dengan nada yang mengisyaratkan terburu-buru.
Athala menarik napas dalam-dalam, bersiap untuk mengatakan sesuatu yang selama ini ia pendam. “Sebelum gue ngomong, gue mau minta satu hal. Untuk sekarang, tolong jangan bawa-bawa Exsan. Biarin ini jadi kesempatan buat kita berdua.”
Mendengar itu, Khatrine terlihat semakin bingung. “Kesempatan? Maksud Lo?” tanyanya, alisnya berkerut.
“Khat, gue suka sama Lo,” ucap Athala, suaranya penuh ketulusan. Seketika, Khatrine terdiam, matanya melebar tak percaya.
"Hah?!" Khatrine mengucapkan itu nyaris tak sadar, seakan tak bisa memproses apa yang baru saja didengar.
"Mungkin Lo nggak akan percaya ini, tapi gue jujur saat ini soal perasaan gue," Athala melanjutkan, wajahnya serius dan tanpa keraguan. "Gue, suka sama Lo, gue mau Lo jadi pacar gue."
Khatrine menggeleng pelan, masih kaget dengan pengakuan Athala. "Athala, ini nggak lucu," katanya, mencoba menepis perasaan aneh yang mulai menguasai pikirannya.
Tapi Athala tidak bergeming, tatapannya tegas. "Gue serius, Khat. Gue udah mendem perasaan gue selama ini. Gue ngalah sama Exsan, dan sekarang gue nggak bisa mendem lagi. Gue mau ungkapin semuanya."
Rasa bingung dan ketidakpercayaan terpancar jelas di wajah Khatrine. “Athala…” Dia tidak tahu harus mengatakan apa. Situasi ini sangat tiba-tiba, dan hatinya masih penuh dengan nama Exsan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mrs. Crazy Wife
Teen FictionMrs. Crazy Wife [Sinopsis] Jeslyn Vega Altaraya, seorang CEO J.S Entertainment berusia 27 tahun, telah kehilangan rasa kepercayaan pada cinta setelah dikecewakan di masa lalu. Sepulang dari luar negeri, ayahnya menjodohkan Jeslyn dengan laki-laki be...