26. Hubungan yang Semakin Merenggang

27 3 1
                                    

Hubungan antara Jeslyn dan Exsan semakin hari semakin tampak merenggang. Ketegangan yang dulu hanya samar-samar kini mulai tampak jelas, seperti sebuah luka yang tak pernah benar-benar sembuh.

Jeslyn, yang dulu selalu tampak kuat dan berani, kini tenggelam semakin dalam, dalam pekerjaannya. Setiap hari dia sibuk dari pagi hingga malam, mengurung diri di ruang kerja atau pergi ke berbagai pertemuan bisnis tanpa henti. Dia menenggelamkan diri dalam rutinitas yang tak pernah berhenti, seakan ingin melarikan diri dari kenyataan yang terus menghantuinya.

Di sisi lain, Exsan pun semakin menjauh, tapi dengan caranya sendiri. Rutinitas latihannya menjadi pelarian yang sempurna. Dia sering pulang larut malam karena latihan basket yang semakin intens menjelang turnamen besar. Tubuhnya lelah, tapi pikirannya terus-menerus dihantui oleh perasaan bersalah yang tak pernah hilang.

Setiap malam, ketika dia pulang, Exsan selalu melewati kamar atau ruang kerja Jeslyn. Dia ingin sekali mengetuk pintu itu, masuk, dan mengatakan semua yang ada di pikirannya meminta maaf, menjelaskan semuanya, dan meminta Jeslyn agar mau datang ke turnamen basketnya nanti.

Namun, setiap kali dia mendekati pintu itu, keberanian Exsan selalu hilang. Jeslyn tampaknya selalu tahu kapan Exsan ada di depan pintunya, dan tanpa mengucapkan sepatah kata pun, dia selalu punya cara untuk membuat Exsan mundur.

Entah dengan membiarkan pintu tetap tertutup rapat, menyalakan musik dengan volume tinggi, atau bahkan dengan kehadirannya yang terasa begitu dingin dan tak terjangkau.

Setiap kali Exsan ingin berbicara, Jeslyn hanya menatapnya, dengan pandangan yang penuh arti tapi tanpa emosi, seakan memberi tahu bahwa apapun yang Exsan katakan, tidak akan mengubah apa-apa.

Hari demi hari berlalu, dan jarak antara mereka semakin lebar. Meski tinggal di bawah atap yang sama, mereka seperti hidup di dunia yang berbeda. Jeslyn terus sibuk dengan dunia bisnisnya, sementara Exsan terjebak dalam dunianya sendiri yang dipenuhi kebingungan dan penyesalan.

Meski demikian, ada satu hal yang terus mengganjal di hati Exsan, keinginannya agar Jeslyn datang ke turnamen basketnya nanti.

Dia tidak tahu pasti mengapa, tapi dia merasa sangat ingin Jeslyn ada di sana. Mungkin itu caranya untuk membuktikan bahwa Jeslyn masih peduli, atau mungkin dia hanya ingin merasakan kembali kehangatan yang pernah ada di antara mereka, meski hanya untuk sekejap.

Ironisnya, keinginan itu bertentangan dengan perasaan Exsan sebelumnya yang selalu ingin Jeslyn menjauh dari hidupnya. Sekarang, meski dia tidak sepenuhnya mengerti alasannya, Exsan tahu bahwa ada sesuatu yang berubah dalam dirinya.

Dia tidak lagi ingin Jeslyn pergi, dia ingin Jeslyn tetap di sampingnya, mendukungnya, bahkan jika itu hanya di tepi lapangan basket. Tetapi dengan setiap hari yang berlalu, harapan itu semakin terasa jauh dan sulit dijangkau, terkubur di bawah beban kesalahpahaman dan keheningan yang terus-menerus memisahkan mereka.

💌💌💌💌💌

Malam itu, Exsan ingin turun dari lantai dua, dia seperti biasa melewati pintu putih yang selalu tertutup rapat. Dia tahu Jeslyn ada di dalam sana, tapi tetap saja, ada sesuatu yang membuatnya menatap pintu itu sejenak sebelum melanjutkan langkahnya.

Exsan menuju dapur, berharap air dingin bisa menghilangkan rasa dahaganya yang akhir-akhir ini sering muncul.

"Aakkkhhh!!! L-lo ngapain disini?!" suara itu milik Exsan, kala dia membalikkan badan dia menatap Olyne yang berdiri di ambang pintu dapur.

"Ngapain lagi? Ini kan rumah kakak gue, so, gue bisa bebas kesini kapan aja dong," jawab Olyne dengan nada santai tapi tegas.

"Ya, tapi Lo nggak biasanya," Exsan membalas, masih sedikit terkejut. "Gue kesini karena gue denger, kakak gue lagi galau gara-gara Lo," Olyne menatapnya tajam. Exsan terdiam, tak tahu harus menjawab apa.

Mrs. Crazy Wife Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang