Saat acara sudah selesai semua siswa dan siswi beranjak meninggalkan aula, suasana perlahan mulai lengang. Jeslyn tetap berada di tempatnya, berdiri di tepi panggung sambil memandang ke arah pintu keluar, “Lo lagi ngapain sih? Nggak ke kantor?” Ucap Tasya menginterupsi Jeslyn, “Lo duluan aja deh, gue ada urusan bentar,” jawabnya sembari terus menatap ke pintu keluar.
Seakan tau apa yang sedang Jeslyn cari, Tasya mendengus samar, “Yaudah gue duluan ya, dari pada gue nungguin Lo yang ada gue di tinggalin kaya kemarin,” ucapnya dengan nada menyindir, Jeslyn langsung menatap Tasya dengan tawa tanpa dosa, “Gue duluan ya, salamin ke Martin,” setelah itu Tasya benar-benar meninggalkan ruang seminar.
Kemabalo lagi, pandangannya dengan tenang menyapu seluruh ruangan yang kini semakin sepi, tetapi ada satu sosok yang menarik perhatiannya di antara kerumunan siswa yang bergegas keluar. Dia melihat Exsan dari kejauhan, seseorang yang sedari tadi dia cari berdiri sedikit lebih lambat daripada teman-temannya. Seolah dia sengaja menunggu atau ragu untuk segera pergi.
Jeslyn memerhatikan wajahnya yang sedikit bingung. Di balik ketidakpedulian yang biasa Exsan tunjukkan, Jeslyn dapat merasakan ada sesuatu yang berubah. Matanya tidak lagi memancarkan sinis, melainkan sebuah perhatian yang lebih dalam.
Momen singkat itu, di mana tatapan mereka sempat bertemu sebelum dia berbaur kembali dengan siswa lainnya, membuat Jeslyn yakin bahwa Exsan telah terpengaruh oleh kisah yang ia bagikan.
Tanpa perlu berpikir panjang, Jeslyn merogoh ponselnya dan mulai mengetik pesan singkat. Dia tahu, meskipun Exsan mungkin tidak akan langsung mendatanginya di depan teman-temannya, ada cara lain untuk membuatnya tetap dekat.
Dengan cepat, dia mengirim pesan yang sederhana namun tegas, menginstruksikan Exsan untuk bertemu dengannya di ruang kepala sekolah. Di antara layar ponselnya dan sosok Exsan yang perlahan menghilang di pintu keluar, Jeslyn merasakan adrenalin yang sedikit berbeda.
Dia menunggu dengan tenang, masih berdiri di tepi panggung, sembari memperhatikan siswa-siswa yang tersisa, memastikan semuanya berangsur-angsur pergi. Pikiran Jeslyn tertuju pada pertemuan berikutnya, berharap bahwa Exsan akan datang seperti yang dia minta.
💌💌💌💌💌
Di luar ruang seminar, Exsan membaca pesan yang di kirim oleh Jeslyn. Dia ingin menemui perempuan itu, namun entah kenapa dia sedikit ragu. Kenapa Jeslyn memintanya bertemu di sekolah, terlebih kenapa juga harus di ruang kepala sekolah?
“Karna hari ini udah nggak ada jadwal, Lo mau jengukin Khatrine?” Tanya Alven sembari memakan coklat di tangannya, Exsan terkesiap buru-buru memasukkan ponselnya, dia juga ingin menemui Khatrine, namun Jeslyn? Perempuan itu sudah menyuruhnya datang secepatnya ke ruang kepala sekolah.
“Kayanya gue nyusul aja deh,” jawaban Exsan membuat tiga temanya memandang kaget, “Tumben Lo? Biasanya paling gercep,” ucap Galen, Exsan nampak berfikir, “Eum… gue rasa hari ini Athala bakal dateng. Gue males ketemu dia, so, Lo aja pergi jengukin Khatrine,” alasan Exsan memang sedikit masuk akal.
Lagi pula kalau semisal Exsan dan Athala di pertemukan di rumah sakit, akan sedikit berbahaya, takut saja kejadian beberapa waktu lalu terulang lagi.
“Ouh! Yaudah, kita kesana duluan ya,” Exsan mengangguk lalu membiarkan ketiga temannya berjalan lebih dulu. Setelah tubuh teman-temannya tidak terlihat, Exsan berbalik badan dan berlari cepat agar sampai ke ruang kepala sekolah.
💌💌💌💌💌
Di dalam ruangan kepala sekolah yang tenang, Jeslyn dan Martin masih asyik berbincang dengan tawa kecil sesekali terdengar di antara mereka. Jeslyn tampak lebih santai, duduk dengan kaki menyilang, sementara Martin bersandar di kursinya dengan ekspresi ramah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mrs. Crazy Wife
Teen FictionMrs. Crazy Wife [Sinopsis] Jeslyn Vega Altaraya, seorang CEO J.S Entertainment berusia 27 tahun, telah kehilangan rasa kepercayaan pada cinta setelah dikecewakan di masa lalu. Sepulang dari luar negeri, ayahnya menjodohkan Jeslyn dengan laki-laki be...