01. Awal Mula

91 6 1
                                    

Jakarta, 12 Mei 2022

Perempuan dengan penampilan glamor itu sedang menatap dirinya di pantulan cermin , terakhir dia oleskan lipstik pada bibirnya.

Setelah selesai dia ambil iPad yang terletak di atas nakas.

Kaki jenjangnya mengayun anggun menuruni tangga, dia beberapa kali tersenyum kecil saat berpapasan dengan art yang bekerja.

Tanpa mengucapkan apapun perempuan itu mendaratkan bokongnya di kursi lalu menyalakan iPad yang sedari tadi dia pegang, matanya tidak melirik pada sarapan yang sudah di siapkan.

Sang ibu yang melihat kelakukan putrinya berdecak, sudah menjadi kebiasaan putri tunggalnya setiap hari. Anak itu kalau tidak dipaksa untuk sarapan, maka dia tidak akan memakannya.

Suara sang ibu mengalihkan fokusnya, menatap dengan penuh tanya, “Makan dulu! Kamu ini suka kebiasaan ya Jeslyn!”

Ya, namanya Jeslyn atau lebih lengkapnya Jeslyn Vega Altaraya. Dia adalah pengusaha sukses yang bekerja di bidang industri musik, J.S Entertainment. Jeslyn juga adalah CEO yang sangat disegani disana.

Sifatnya yang dingin membuat karyawan jadi sedikit takut terhadapnya. Tapi, sebenarnya itu bukan sifat asli Jeslyn. Perempuan ini memiliki kepribadian yang hangat sebenarnya, namun karena suatu hal dirinya jadi merubah sikapnya.

“Entar Jeslyn makan,” balas perempuan itu lalu lanjut pada kegiatan awalnya.

Ayahnya yang melihat hanya menggelengkan kepala, sampai seseorang datang dengan suara cemprengnya, duduk di sebelah Jeslyn dan menyantap sarapannya dengan nikmat, dia Olyne adiknya.

Jeslyn hanya acuh, sudah biasa seperti ini.

Hening beberapa saat hingga suara ayahnya kembali menginterupsi Jeslyn.

“Ayah mau minta tolong sama kamu,” Jeslyn menaikan satu alisnya, “Hari ini ayah sama bunda mau keluar kota, kemungkinan pulangnya bulan depan. Tolong kamu bantu Olyne daftar sekolah ya? Kami nggak bisa, setelah ini kita langsung ke bandara,”

Jeslyn membulatkan matanya, apa-apaan?! Dia saja hari ini ada rapat penting, bagaimana mungkin dia harus mengurus Olyne juga?

Jeslyn menggeleng cepat, “Nggak bisa! Jeslyn hari ini ada rapat, ayah aja atau bunda emang nggak bisa?”

“Nggak bisa sayang... Kalaupun bisa, bunda nggak akan minta tolong kamu,” jelas Indah dengan sabar. Jeslyn menatap kedua orangtuanya yang memancarkan mata memohon, lalu wajahnya dia alihkan pada Olyne yang dengan santai memainkan iPad milik nya sambil mengunnyah roti.

Jeslyn menghela napas, “Tapi hari ini Jeslyn beneran nggak bisa, ada rapat penting,”

“Sebenatr aja nak, ya? Bunda minta tolong,” Jeslyn memejamkan matanya mencoba sabar. Bukannya tidak mau membantu hanya saja waktunya sangat mepet dengan jam rapatnya, kalau dia telat bisa-bisa terkena amukan sekretarisnya.

“Lo harus berguna jadi kakak sekali-kali. Kerjaan Lo mantengin dokumen sama komputer mulu! Guna dikit buat keluarga,”

Andai saja tidak ada orangtuanya sudah dipastikan wajah Olyne akan terdapat cap tangan berwarna merah, serta kuping yang ikut me-merah juga.

Mau bagaimana lagi kan? Akhirnya Jeslyn mengiyakan saja suruhan orangtuanya.

💌💌💌💌💌

Benar-benar menyebalkan, sekolah Olyne sangat jauh dari rumah. Mereka harus menempuh waktu kurang lebih setengah jam!

Jeslyn berdecak kesal karena jalan Olyne sangat lamban.

“Bisa cepet nggak si Lo?! Gue nggak ada waktu nih,”  gerutu Jeslyn di depan Olyne. Perempuan itu sedang memakai lipstiknya membuat Jeslyn berdecak kesal.

Apa anak jaman sekarang seperti ini? Mementingkan penampilan bukan waktu! Jeslyn jadi semakin kesal, dia berbalik lalu menjewer tenginga Olyne membuat siempunya berteriak, “Sakit kak!”

*****

Dan disinilah mereka sekarang, di loby yang cukup besar. Awalnya masuk kedalam sekolah ini Jeslyn berdecak kagum. Bagaimana tidak setiap gedungnya di lapisi kaca, loby yang besar serta ada beberapa lapangan dan kolam berenang.

Jeslyn jadi penasaran berapa uang yang harus di habiskan untuk bisa masuk ke sekolah ini.

Seorang guru datang memberikan sebuah berkas yang cukup tebal, Jeslyn menerima berkas itu. Dia buka perlahan dan membacanya saat sampai di halaman biaya, matanya melotot terkejut, bahkan uang bulanan sekolah ini saja sudah melebihi gaji UMR di Jakarta.

Tidak kuat melihat nominal harga yang cukup membuat isi dompet menjerit-jerit, Jeslyn menutup berkas itu. Dia pandang sinis adiknya yang tersenyum saat berbicara sedang berbicara dengan sang guru.

“Manusia nggak tau diri,” gumam Jeslyn. Bukan apa, hanya saja sekolah ini sangat mahal, walau ya orangtuanya tidak mempermasalahkan harga tapi tetap saja Jeslyn rugi, mengingat kelakukan adiknya dulu saat SMP yang sering bolos. Dia takut sekarang pun Olyne akan membolos.

“Jadi bagaimana Bu? Sudah dibaca?”

Jeslyn mengerjap lalu berdeham kecil, dia membenarkan posisinya duduknya. Wajahnya di setting sedatang mungkin, “Ya,” ucapnya singkat.

Setelah menyelesaikan semua biaya pendaftaran akhirnya mereka dapat segera pulang. Jeslyn melihat jam yang berada di tangannya, dia sekarang sedang berdiri di depan ruang musik menunggu adiknya yang bertemu dengan teman satu SMP-nya dulu.

Berkali-kali Jeslyn berdecak kesal, karena sekarang dia sudah telat tiga puluh menit. Sampai tak lama sebuah bola basket menggelinding kearahnya, Jeslyn menatap bola itu dengan dahi yang mengernyit, dia berjongkok lalu mengambil bolanya.

Hingga sebuah sepatu berwarna putih tepat berpijak didepannya, masih dengan posisi berjongkok Jeslyn mendongkak menatap siapa orang itu.

Wajahnya sedikit terkejut, buru-buru Jeslyn berdiri.

“Maaf Tante itu bola saya,” Jeslyn meneguk ludahnya susah payah saat mendengar suara berat dari anak laki-laki ini, “Tante?” lalu Jeslynpun tersadar dan langsung memberikan bola yang sedang dia pegang.

Anak remaja laki-laki itu menggaruk belakang kepalanya saat sudah menerima bola, dia menatap aneh pada tingkah Jeslyn, “Makasih Tante,” setelah itu dia berbalik kembali menuju lapangan.

Jeslyn bernapas lega, entah kenapa sedari tadi dia malah menahan napasnya. Tangannya terangkat memegang jantungnya yang berdebar.

“Gila, gila! Kenapa gue deg degan?!” hingga kedatangan Onlyne membuatnya kembali sadar. “Kenalin kak, temen gue,”

Jeslyn menatap uluran tangan anak perempuan itu, “Anatha, Kak,” Jeslyn membalas uluran itu, “Jeslyn,”

Setelah berbincang sedikit barulah mereka kembali ke parkiran pergi untuk menuju kantor Jeslyn.

“Gua harus cari anak itu,” gumam Jeslyn dengan mata fokus pada jalanan di depan.



























_______________________________________________________

Jangan lupa vote ya Chingu deul, dan jangan lupa makan, mandi dan beribadah, sampai ketemu di chapter selanjutnya.

Luv!

Tbc

Mrs. Crazy Wife Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang