Jeslyn duduk diam di dalam mobilnya, tangan kanannya menggenggam erat kemudi, sementara tangan kirinya meraih ponsel yang tergeletak di kursi penumpang. Udara dingin AC mobil terasa menenangkan, tapi tidak cukup untuk meredakan kegelisahan yang melingkupi dirinya.
Setelah menyalakan ponsel, layar langsung menyala dengan deretan notifikasi yang mulai memenuhi layar. Matanya menelusuri pesan-pesan yang masuk, namun perhatian utamanya tertuju pada panggilan tak terjawab dan pesan dari Exsan yang telah lama dia abaikan.
Tiba-tiba, nada dering ponselnya berbunyi. Nama Exsan terpampang jelas di layar, membuat Jeslyn terdiam sesaat. Detak jantungnya terasa meningkat, dan tanpa sadar, jemarinya sedikit gemetar. Dia menatap layar itu dalam beberapa detik yang terasa seperti selamanya, ragu apakah akan mengangkat panggilan tersebut atau tidak.
Namun, entah karena rasa tanggung jawab atau perasaan yang tak bisa dia definisikan, Jeslyn akhirnya menyentuh layar untuk menerima panggilan. Tarikan napas panjang keluar dari bibirnya, seolah mempersiapkan diri untuk percakapan yang dia tahu akan berujung pada ketegangan. Sementara di luar, suara lalu lintas dan gemuruh kota terdengar samar melalui kaca jendela mobil yang tertutup rapat.
"Kenapa?" Jeslyn menjawab dengan suara datar, pandangannya masih terpaku pada dashboard mobil.
Suara Exsan yang terdengar cemas langsung menyerbu dari seberang telepon, "Lo kemana aja sih? Kenapa handphone Lo nggak aktif?!"
"Aku banyak kerjaan tadi," Jeslyn menghela napas pelan, berusaha menahan rasa lelah yang terus membayangi pikirannya.
"Tapi Lo bisa kan kabarin gue dulu?!!! Gue kalang kabut di rumah Jeslyn! Gue khawatir!!" Nada suara Exsan terdengar lebih tinggi, mencerminkan kekhawatirannya yang memuncak.
Jeslyn diam sejenak, memandang jalan yang ramai di luar jendela mobilnya. "Sekarang udah nggak khawatir kan?"
Suara Exsan sedikit merendah, tetapi tetap penuh desakan, "Jes...? Lo dimana? Hari ini Lo nggak balik malam lagi kan? Gue udah pesen makan malam buat kita. Gue pesen makanan kesukaan Lo, cumi bakar."
Jeslyn terdiam lagi, merasakan desakan lembut dalam kata-kata Exsan, tapi tetap dengan perasaan tak menentu yang menyelimuti hatinya. Di dalam mobil yang sunyi, hanya suara napasnya yang terdengar samar.
"Jes?" Exsan memanggil lagi, kali ini lebih lembut.
Jeslyn menarik napas panjang sebelum akhirnya berbicara, "Hmm, San? Kamu makan sendiri aja, aku udah janji sama seseorang. Maaf ya?"
Suasana langsung terasa tegang setelah jawaban Jeslyn. Di seberang sana, Exsan terdiam, mungkin tak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. Namun sebelum Exsan bisa membalas, Jeslyn dengan tegas menekan layar ponselnya, memutuskan sambungan.
Kepalanya bersandar ke kursi mobil, perasaan bersalah sedikit menyelinap, namun dia segera menepisnya. Di luar, malam semakin larut, sementara Jeslyn kembali mencoba fokus pada janji yang sudah dia buat, meski rasa tak nyaman terus menghantui.
💌💌💌💌💌
Jeslyn melangkah masuk ke restoran dengan kepala tegak, meski ada beban tak terlihat yang menggantung di bahunya. Restoran itu mewah dengan suasana hangat dari pencahayaan kuning lembut dan meja-meja yang tertata rapi. Para pelayan bergerak anggun di antara tamu-tamu yang mengenakan pakaian formal. Udara dipenuhi aroma masakan lezat, tetapi tak satu pun dari itu menarik perhatian Jeslyn.
Langkah kakinya mantap, seakan melawan perasaan tak nyaman yang terus mengganggu pikirannya. Sorot matanya menunjukkan kekosongan, seperti ada sesuatu yang tak ingin dia hadapi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mrs. Crazy Wife
Teen FictionMrs. Crazy Wife [Sinopsis] Jeslyn Vega Altaraya, seorang CEO J.S Entertainment berusia 27 tahun, telah kehilangan rasa kepercayaan pada cinta setelah dikecewakan di masa lalu. Sepulang dari luar negeri, ayahnya menjodohkan Jeslyn dengan laki-laki be...