48. Akhir dari Segalanya

27 7 3
                                    

Di dalam kamar yang terasa sempit oleh suasana tegang, Jeslyn berdiri mematung. Tatapannya tak lepas dari sosok Exsan yang kini berdiri di ambang pintu.

Wajahnya menunjukkan campuran perasaan tak percaya, ragu, dan kelelahan emosional yang begitu mendalam. Tangan Jeslyn mulai bergetar halus, perasaan yang telah lama ia tekan meletup tak terkendali. Dia menelan ludah, tetapi tidak mampu mengalihkan pandangannya dari Exsan.

Exsan sendiri terpaku di tempatnya, tatapan matanya menyiratkan keterkejutan yang luar biasa. Ada ketidakpercayaan dalam sorot matanya, seakan-akan otaknya belum sepenuhnya mampu menerima bahwa perempuan yang ada di hadapannya sekarang benar-benar Jeslyn, istrinya, orang yang selama tiga hari ini ia cari.

Sekian lama memendam rasa dan emosi yang terpendam, pertemuan ini seolah menjadi realitas yang menghantamnya tanpa peringatan.

Tanpa berkata apa-apa, Exsan perlahan melangkah masuk ke kamar, menutup pintu di belakangnya dengan pelan, seakan takut bahwa suara sekecil apa pun bisa memecahkan momen rapuh ini.

Ruangan menjadi lebih tertutup, lebih intim, namun tidak ada yang berani memecah keheningan di antara mereka. Suara napas mereka menjadi satu-satunya yang terdengar, semakin membebani suasana yang sudah dipenuhi ketegangan.

Jeslyn tidak bergerak, tubuhnya tetap kaku meski hatinya bergolak. Exsan, yang tadinya dipenuhi amarah dan rasa kehilangan, kini hanya bisa menatapnya dengan kebingungan dan kerinduan yang tak terucap. Di antara mereka, ada sebuah jarak emosional yang sulit dijangkau, meski fisik mereka hanya terpisah beberapa langkah.

"Jangan ngedeket!!" Jeslyn berteriak, tangannya terangkat, wajahnya penuh ketegangan. Sementara itu, Exsan terdiam, menahan langkahnya. Matanya masih basah, air mata mengalir tanpa bisa dia tahan.

"Jeslyn..." suaranya parau, penuh rasa bersalah yang mendalam.

"Berenti disana Exsan!!" Jeslyn memperingatkan lagi, suaranya getar, menahan emosinya yang meluap.

Exsan menangis, tak mampu lagi membendung perasaan. "Jeslyn, jangan gini... aku minta maaf," ujarnya lirih, air matanya kembali mengalir.

Kalimat Exsan terpotong oleh Jeslyn, "Kalau Lo maju dan deketin gue, gue bener-bener nggak akan maafin Lo," tegas Jeslyn, matanya tajam menusuk Exsan.

Exsan terdiam, tubuhnya beku di tempat. "Maafin aku Jeslyn! Itu salah paham, semuanya nggak kaya yang kamu pikirin. Dengerin aku dulu, Jes... Denge---"

"Stop ya San! Gue udah cape, gue mau kita beneran pisah," kata Jeslyn dengan tegas, tangannya bergetar, mencoba menahan tangis yang sudah di ujung.

Exsan menggeleng-gelengkan kepalanya dengan cepat, seakan menolak kenyataan yang ada. "Nggak, nggak, nggak! Aku nggak mau! Jeslyn pikirin anak kamu, anak kita..." suaranya bergetar, penuh ketakutan akan kehilangan.

"Nggak usah bawa-bawa bayi gue! Gue bisa urus bayi ini sendiri! Tanpa. Elo!" balas Jeslyn, emosinya meledak. Wajahnya memerah karena amarah yang lama terpendam.

Exsan mengusap air matanya, masih berharap bisa mengubah pikiran Jeslyn. "Kalau gitu pikirin mamah, bunda, papa sama ayah. Gimana kalau mereka ta---"

"Gue bakal ngomong sama mereka. Lagian sejak awal pun, Lo yang paling nolak kan perjodohan ini?! Kenapa sekarang Lo jadi maksa gue biar sama Lo terus?! Urusin aja tuh mantan pacar Lo!!" Jeslyn menatap Exsan dengan penuh kebencian.

Exsan menggeleng cepat. "Jangan bawa-bawa dia! Aku benci dia! Karena dia kita jadi gini... Jeslyn aku mohon, maafin aku," Exsan kembali mendekati Jeslyn, namun langkahnya lagi-lagi dihentikan oleh amarah Jeslyn.

"Gue bilang jangan deketin gue Exsan!! Kalau sampe Lo ngeyel, gue bakal lempar lo pake ini," ancam Jeslyn sembari mengangkat vas bunga, tatapannya tak main-main.

Mrs. Crazy Wife Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang