Thomas membawa Jeslyn dengan segera ke rumah sakit, kekhawatiran menyelimuti setiap gerakannya saat dia memapah Jeslyn ke ruang pemeriksaan. Setelah beberapa saat menunggu, seorang dokter datang dengan senyum tenang, memberikan hasil pemeriksaan yang seakan menenangkan ketegangan yang dirasakan Thomas. Tidak ada masalah serius pada kesehatan Jeslyn, namun perasaan lega itu hanya bertahan sesaat.
Ketika dokter melanjutkan penjelasannya, suasana ruangan berubah.
Thomas menatap dokter dengan cemas, lalu mengajukan pertanyaan yang selama ini menghantuinya, "Jadi gimana dok? Jeslyn nggak apa-apa kan?"
Dokter menjawab dengan nada tenang, "Tidak ada masalah serius untuk ibu Jeslyn. Bu Jeslyn hanya perlu banyak istirahat saja, tidak boleh kerja berlebihan, karena sekarang ibu sedang mengandung, usia kandungan kemungkinan baru satu Minggu."
Kata-kata itu menghantam keduanya seperti badai yang datang tiba-tiba. "Apa?!" Jeslyn dan Thomas serempak menyuarakan keterkejutan mereka, sementara mata mereka saling bertemu dengan tatapan penuh kebingungan.
"Dokter serius?" Tanya Jeslyn dengan suara nyaris berbisik, mencoba mengonfirmasi apa yang baru saja dia dengar.
"Iya," dokter melanjutkan sambil menyerahkan hasil pemeriksaan. "Ini ada hasil dari pemeriksaannya. Jika Ibu Jeslyn ingin memeriksa ulang lagi, ibu bisa gunakan testpack."
Jeslyn menerima surat itu dengan tangan gemetar. Dia membuka lembarannya perlahan, matanya menelusuri setiap kata yang tertulis, sampai akhirnya semuanya terasa nyata. "Jadi bener, ini... anak Exsan," gumamnya pelan, suara bergetar, sementara air mata hampir lolos dari matanya.
Dokter, yang masih duduk dengan tenang, melihat ke arah mereka. "Ada yang ingin ditanyakan lagi?" tanyanya ramah.
Thomas cepat-cepat menggeleng. "Nggak ada, dok, itu saja. Terimakasih banyak ya, dok," ucapnya, sambil merangkul bahu Jeslyn, berusaha menenangkan perempuan yang kini diam membisu dalam keterkejutannya.
"Jes, ayo kita pulang," lanjutnya lembut, mendorong Jeslyn keluar dari ruangan setelah mereka berpamitan pada dokter. Langkah mereka terasa berat, terutama bagi Jeslyn, yang pikirannya kini berputar tentang kabar mengejutkan ini.
Begitu mereka melangkah keluar dari ruang dokter, Jeslyn tiba-tiba menghentikan langkahnya. Napasnya terengah-engah, bukan karena kelelahan fisik, melainkan emosi yang menggelegak di dalam dirinya.
Dia berhenti di tengah lorong rumah sakit yang sepi, membuat Thomas, yang berjalan di sampingnya, ikut menghentikan langkah. Dia menatap Jeslyn dengan alis terangkat, bingung akan perubahan mendadak ini.
"Lo bisa balik," suara Jeslyn terdengar tegas namun dingin, menembus keheningan.
Thomas, masih tidak mengerti, merespons hati-hati, "Jes?"
"Gue mau balik sendiri," jawab Jeslyn dengan tatapan kosong ke lantai, tapi suaranya penuh ketegasan. Ada kekerasan dalam nada itu, tapi juga ketidakpastian yang terselip di ujung-ujung kata.
Thomas mengernyit. "Ini udah malam, Jes. Kamu lagi hamil, nggak baik kalau pulang sendirian. Aku khawatir," katanya, mencoba membawa nada lembut, tapi tetap menunjukkan rasa cemas yang jelas.
Jeslyn mendongak, tatapannya menusuk Thomas. "Gue bukan anak kecil," katanya sambil menggertakkan gigi. "Gue bisa jaga diri."
"Aku tau," balas Thomas pelan, menahan diri agar tidak memancing emosi lebih jauh, "tapi seenggaknya—”
"Gue bilang gue mau balik sendiri!" Jeslyn memotong, suaranya meledak, membuat echo di sepanjang lorong rumah sakit yang sunyi. Ada ledakan frustrasi dan kelelahan dalam suaranya yang tidak bisa lagi ditahan. Thomas terkejut sesaat, tapi tidak berusaha melawan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mrs. Crazy Wife
Teen FictionMrs. Crazy Wife [Sinopsis] Jeslyn Vega Altaraya, seorang CEO J.S Entertainment berusia 27 tahun, telah kehilangan rasa kepercayaan pada cinta setelah dikecewakan di masa lalu. Sepulang dari luar negeri, ayahnya menjodohkan Jeslyn dengan laki-laki be...