"Eh, apa yang barusan kupikirkan?"
"Kenapa?" Tanya Cedric.
Aku tersadar. Ah, akhir-akhir ini aku jadi sering berbicara sendiri.
"Tidak, kok. Aku cuma berpikir, hmm... ternyata kau pintar, ya," ucapku.
"Kebetulan saja," sahut Cedric.
"Berarti... kau, kan yang melempar contekan itu?"
"Contekan apa?"
"Contekan tadi! Ada tulisan dasar tetangga yang bodoh, begitu!" Kataku.
"Hah, yang mana?"
"Yang itu!"
"Oh. Iya, karena kau ini terlalu dungu," timpal Cedric dingin, mulai menjilat es krimnya.
"Hei, jangan bilang aku dungu seperti itu!" sahutku. "Tapi, terimakasih....."
"Terimakasih karena aku bilang dungu?"
"Bukan! Karena kau sudah memberi contekan! Kau ini!" Kataku gemas.
"Ayo pulang."
Cedric mengambil langkah cepat meninggalkanku.
"Hei, tunggu!" Teriakku menyusulnya. "Kau sengaja meninggalkanku, ya!?"
Cedric berhenti dan menatapku.
"A... apa? Kenapa melihatku seperti itu?"
"Hei, dungu. Hidungmu dilap dulu," Cedric menyeka hidungku dengan jempolnya.
"Ehh...?"
Jantungku berdebar-debar.
Apa-apaan, sih, dia!? Dia tidak boleh begini! Tidak boleh!
Pikiranku kalang kabut. Cedric membuatku berdebar? Tidak...!!! Ini mimpi buruk.
Santai saja, Kiara. Santai saja. Jangan terbawa perasaan. Hufft....
"Ehm, anu, makasih. Jadi, ehm..., aku penasaran," aku membuka obrolan dengan kacau. "Kenapa kau pindah?"
Cedric terdiam beberapa saat, sementara kami terus berjalan beriringan.
"Aku... ehm. Aku dikeluarkan dari sekolah," katanya. Suaranya kecil.
"Eh!? Bukannya kau ini pintar? Kenapa mereka mengeluarkanmu?" Tanyaku penasaran.
"Aku tidak tahu. Ah, hentikan membicarakan ini. Aku tidak suka," kata Cedric lalu membuang es krimnya yang belum habis ke tempat sampah.
"O...oke, maaf," kataku canggung. Perjalanan itu kami habiskan dengan diam yang canggung.
Ah, apa aku salah bicara, ya? Aku, kan, cuma ingin tahu. Bagaimana kalau Cedric marah?
Akhirnya kami sampai.
"Dah, Cedric. Terimakasih sudah menemaniku pulang," kataku mengucapkan salam perpisahan.
Cedric mengangguk, lalu kami berjalan ke arah berlawanan.
Keesokan harinya adalah tanggal merah.
Aku terbangun menemukan sebuah misscall dari Ryan. Aku meneleponnya balik.
"Halo, Kiara!" Kata suara di seberang.
"Halo, kenapa menelepon?" Tanyaku dengan suara sengau, baru bangun dari tidur.
"Hahaha, kau baru bangun ya?"
"Iya, hoamm."
"Hari ini kau ada acara, tidak?" Tanya Ryan.
"Sepertinya tidak," ucapku. "Kenapa?"
"Aku jemput, ya. Kita ke taman yang baru dibuka itu. Kau belum pernah ke sana, kan?" Tanya Ryan.
"Oh, taman yang baru itu. Aku sudah pernah," jawabku, "dengan Cedric."
"De... dengan Cedric?" Suara Ryan gusar. "Jadi... kalian pacaran?"
Ya ampun. Aku salah bicara lagi.
"Bukan, maksudku, kami hanya kebetulan lewat waktu itu jadi.... Ehm, ya begitu," aku bingung mau bilang apa.
"Aku jemput dua jam lagi. Ada yang ingin aku bicarakan," ucap Ryan dari seberang. Nadanya serius.
Ada yang ingin aku bicarakan.
Apa yang ingin dibicarakannya? Apa tidak bisa lewat telepon saja?
"Oke."
"Jadi... apa yang mau kau katakan?" Tanyaku ketika kami sampai di taman, duduk di salah satu bangku di sana.
"Ehm, begini."
"Iya?"
"Aku... ehm."
"Ayo, penasaran, nih!"
"Aku sudah putus dengan Yuna."
"Wah, padahal kalian, kan dihukum piket satu bulan. Pasti sulit piket berdua dengan mantan. Aku turun berduka, ya," kataku ceplos.
"Aakhh, kau ini kenapa malah bilang begitu, sih!?" Ryan mengacak-acak rambutnya.
"Eh, apa aku salah bicara? Lalu kau mau aku bilang apa?" Tanyaku polos.
"Ukkh... Kiara... maksudku itu... karena aku sudah putus dengan Yuna. Itu berarti kau bisa jadi pacarku. Jadilah pacarku!" Ryan tersipu dan menggenggam tanganku.
Jantungku berdegup tak karuan. Pipiku memerah.
"Iya! Iya! Aku mau jadi pacarmu!" Kataku dengan gemetar.
Ryan tertawa terbahak-bahak.
"Eh, jangan bilang kau cuma menipuku!?" Aku terkejut. "Ini tidak lucu!" Aku bangkit berdiri dan ingin pergi dari hadapan Ryan.
Tapi Ryan menahan tanganku.
"Aku serius, jangan pergi. Aku hanya terlalu senang kau menerimaku."Jantungku berdegup kencang. Pipiku memerah. Pikiranku kalut.
"Ryan, dasar kau ini!!!" Seruku.
----
Please leave your vomment :D
A little A/N
Horray cerita kali ini ada ilustrasinya, dibuat handmade oleh author ... sorry kalau kurang bagus seperti ceritanya, hehe xP
I am a totally amateur...Karena semakin ke sini banyak adegan mesra(?) Cedric-Kiara, maka Author sebisa mungkin memperbanyak ilustrasi
Thanks for readers' supports this far♡
KAMU SEDANG MEMBACA
Psycho Boy [TAMAT]
Teen FictionKiara hanya ingin membuktikan pada semua orang dan dirinya sendiri, kalau Cedric juga punya hati. Cover by: _Ragdoll_ Chapter terakhir diprivate. Ikuti untuk membaca.