"Kiara!" Panggil Cedric. Langkahku terhenti.
"Iya?"
"Kenapa kau begitu memperdulikanku?" Tanya Cedric.
Aku tertegun.
Benar, kenapa aku begitu memperdulikan Cedric?Aku menghela nafas.
"Karena kau temanku," jawabku.
Selama ini, aku memang terus berusaha menjadi teman bagi Cedric. Namun berbagai hal terus terjadi dan membuat kami diskomunikasi dan menjauh, bukan dekat.
Mungkin aku seharusnya berhenti memahami Cedric.Aku takkan bisa memahaminya, begitupun dengannya, takkan pernah paham denganku. Aku harusnya berhenti mencoba berteman dengannya. Mungkin kami memang tidak pernah terlahir sebagai teman, sekeras apapun kami berusaha.
Aku kembali menghela nafas dan melanjutkan perkataanku.
"Rasa sakit bukan temanmu, akulah temanmu."
Cedric hanya diam, aku kembali
melangkah keluar kamar.Aku hampir belok menuju dapur, namun aku mendengar seseorang membuka pintu rumah.
"Wah, ada Kiara?" Ucap sebuah suara yang sepertinya kukenal.
Ibu Cedric. Rupanya mereka telah pulang dari dinas. Ups, aku tidak sadar sudah di sini sampai sore.
"Kiara ada kerja kelompok dengan Cedric?" Tanya Ibu Cedric lembut.
"Hmmm, tidak. Cedric sakit, jadi... aku datang untuk menjenguknya," jawabku.
"Oh, si Cedric sakit?" Tanyanya lagi.
Aku mengangguk. Lalu Ayah Cedric pun ikut masuk ke dalam rumah.
"Ah, karena anda berdua sudah datang, saya sebaiknya kembali ke rumah," ucapku.
"Ah, iya. Papa dan Mamamu pasti mencarimu. Mereka sebentar lagi datang, kami pisah mobil tadi. Terimakasih sudah menjenguk Cedric," sahut Ibu Cedric.
"Sama-sama," aku pun melangkah keluar rumah. Dan benar saja, mobil mewah (memang mewah, tidak bermaksud sombong) Papa sudah terparkir di depan pagar rumah, menunggu dibukakan oleh satpam kami.
***
Seusai makan malam aku duduk termenung di meja belajarku. Tidak ada PR, tidak ada ulangan untuk besok. Hanya saja, aneh rasanya...
Kemarin-kemarin di jam ini, aku sedang mengerjakan PR berdua dengan Cedric. Rasanya berbeda karena hari ini dia tidak menginap di sini.
Ups! Kenapa aku terus-terusan memikirkannya?
Yah, bagaimana tidak. Aku masih bingung, apa alasannya takut pada foto panti asuhan yang tergantung di kamar tamu?
Atau apa alasannya hingga menyayat-nyayat lengannya sampai membuatnya sakit demam? Aku tak habis pikir, dia seolah tak menghargai hidupnya sendiri.Akulah temanmu.
Glek!
Perkataanku tadi sore mengiang di telinga. Aduhh apa tadi sore aku berlebihan, ya? Aduhhh aku jadi malu sendiri mengingatnya.
Tapi...
Tririririring!~
Aku terkejut mendengar bunyi handphoneku sendiri. Ada telepon masuk. Dari siapa? Dari perusahaan telepon? Apa Papa belum membayar tagihan kartuku bulan ini?
Tidak ada nama yang tercantum dari si penelepon, artinya ia tidak ada di daftar kontakku.
Nomor pun tidak ada, hanya ada tulisan Private Number.Dengan cuek aku mengangkatnya. Mungkin hanya salah sambung, pikirku.
"Halo?"
"Kir," jawab suara dari seberang.
"Iya, ini siapa, ya?" Tanyaku berusaha ramah.
"Ini aku."
"Siapa?"
"C... Cedric," ucapnya gugup dan terbata.
Aku agak syok, ternyata orang sialan macam Cedric juga bisa memiliki ponsel. "Ced--"
"Aku menelponmu untuk--" ia menyelaku, "hanya untuk... hmm, a... aku hanya ingin tanya... ah, apa besok kita ada PR?"
"Bukannya tidak ada, kan?" Sahutku.
"Ah, iya benar. Aku lupa," jawab suara di seberang. Memang tampaknya orang ini benar Cedric.
"Iya, kalau begitu--"
"Ah, jangan salah sangka!" Potong Cedric lagi. "Ah... aku meneleponmu karena Ibuku yang meminta, dan... ya, aku tidak bisa ke rumahnu karena ini sudah larut, jadi.....," ia menggantungnya.
Aku menunggu ia menyelesaikannya.
"Jadi... aku meneleponmu."
"Iya, Cedric! Santai saja, hahahaha!" Aku tertawa karena ia gelagapan begitu di telepon.
"Kau sudah tidak demam lagi?""Kurasa aku sudah merasa baikan," sahutnya. "Besok aku sekolah."
"Baguslah kalau begitu! Ah iya, ransel di depan rumahmu sudah kau ambil?"
"Sudah."
"Baguslah kalau begitu, sampai bertemu di sekolah! Bye Ced--"
"Kir!"
"Eh, iya?
"Hmmm aku... hmm... hanya ingin tahu....," Cedric kembali menggangtungkan omongonnya.
"Iya?"
"Besok, boleh aku ikut mobilmu ke sekolah?"
Wah, tumben! Aku sebenarnya agak terkejut ia menanyakan hal itu. "Ah, tentu saja," sahutku senang.
"Hm, trims. Ak... aku akan tutup... teleponnya," kata Cedric dari seberang sambungan.
"Tapi kenapa kau mau ikut mobilku? Biasanya kau lebih suka jalan kaki?" tanyaku sebelum ia sempat menutup telepon, langsung ke inti.
"I... itu karena...," Cedric kembali terbata. "Karena kau sendiri yang bilang."
"Heh, bilang apa?"
"Karena kau temanku."
Seulas senyum simpul terbentuk di bibirku.
---------------------------------------------------
Hai readerssssss trims sudah mau baca sampai sini. Chapter ini author buat sebagian pakai PC. Terbitnya gajadi ditunda seminggu lebih hehe ;V sorry sudah membuat kalian menunggu.
Author tahu menunggu itu tidak mudah...... hasekkk
BTW jangan lupa tinggalkan jejak kalian di bawah ini
*panah bawah*
KAMU SEDANG MEMBACA
Psycho Boy [TAMAT]
Novela JuvenilKiara hanya ingin membuktikan pada semua orang dan dirinya sendiri, kalau Cedric juga punya hati. Cover by: _Ragdoll_ Chapter terakhir diprivate. Ikuti untuk membaca.