"Ah, maaf. Aku tidak sadar," kata Ryan lalu melepaskan genggamannya.
Kami menempati salah satu meja di kafe itu. Iya, tempatnya adalah sebuah kafe.
"Ryan, kenapa kau tidak pernah piket hukuman?" Tanyaku mengeluhkan pelanggarannya selama seminggu ini.
"Ah, bagaimana, ya. Kau tahu Yuna, kan. Kalau aku tidak menuruti perkataannya, dia akan memutusiku," jawab Ryan.
Aku mendengus. "Kau tidak kasihan padaku dan Cedric? Kami sudah sebisa mungkin menjalankan hukuman. Apalagi aku. Sebenarnya aku, kan tidak terlibat dalam perkelahian tempo hari."
Ryan tertawa.
"Cedric? Kau menyukai cowok itu, ya?"
Aku terkejut mendengar perkataan Ryan.
"Jelas tidak mungkin!"
"Oh begitu. Baguslah," sahutnya lagi.
"Eh?! Memangnya kenapa!?"
"Tidak apa-apa, kok. Baiklah, sebagai ganti piket, hari ini aku akan menraktirmu. Bagaimana?" Ryan negosiasi.
"Ah, percuma. Aku akan tetap melaporkanmu pada guru," dengusku.
"Jangan, kumohon, ya?" Ryan menangkupkan kedua tangannya.
"Hmm, bagaimana, ya? Aku sudah berjanji dengan Cedric untuk melaporkan kalian," sahutku.
"Kau ini, Cedric terus! Rupanya Cedric mulai penting untukmu ya?" Goda Ryan.
"Bukan begitu!"
"Ah, tapi terserahlah. Toh, aku yakin Yuna bisa membujuk guru untuk tidak menghukum kami. Ayahnya pemilik sekolah," kata Ryan santai.
"Kau ini, memanfaatkan pacar sendiri!" Seruku.
Ryan terdiam.
"Hey, sesungguhnya hanya itulah alasanku pacaran dengan Yuna. Aku kasihan, dia begitu menyukaiku. Yah, dia cantik, kaya dan populer. Apa salahnya dipacari?"
"Kau ini busuk!!!"
"Ssht... jangan teriak-teriak begitu!" Tegur Ryan, "Aku juga menyukai orang lain."
"Hah, memangnya siapa yang kau suka itu?"
Ryan diam lagi.
Ia memegang tanganku dan menatapku lurus.
Aku salah tingkah.
"Kau....," bisiknya.
WOI RYAN. SIALAN KAU.
Aku sampai tidak bisa bicara. Suasananya canggung.
"Permisi, mau pesan apa?"
Tiba-tiba pelayan datang.Ryan langsung melepas genggamannya. Aku pura-pura sibuk membaca buku menu.
Kami akhirnya memesan minuman dan makanan di cafe itu.
Setelahnya, kami pergi ke sebuah mall.
Aku melirik arlojiku. "Ryan, ini sudah malam. Kenapa malah ke mall?"
"Mamamu bilang batasnya sampai jam sepuluh. Ini baru jam delapan."
"Ta... tapi...."
"Sudahlah, kau ini kurang piknik. Yuk, ikut," kata Ryan, lagi-lagi tanpa sadar memegang tanganku.
Setelah beberapa lama menemani Ryan, kami berhenti di sebuah kedai es krim.
Aku menjilat es krim cepat-cepat. Sebetulnya aku dilarang makan es malam-malam.
"Jadi, bagaimana?" Tanya Ryan.
"Apanya?"
"Apa kau juga suka padaku?"
Aku menghela nafas. "Bagaimanapun kau masih pacaran dengan Yuna, kan? Kau tidak boleh begitu."
"Baiklah, aku akan memutuskan Yuna. Tetapi setelah itu kau harus jadi pacarku, ya?"
"Ah, aku tidak bisa menjawabnya sekarang," kataku.
Ryan mengacak-acak rambutku. Ia tertawa manis.
Aku tersipu.
Ryan akhirnya mengantarku pulang.
***
Hari Minggu yang cerah. Kuputuskan untuk jogging keliling komplek.
Aku sambil memikirkan perkataan Ryan kemarin. Benarkah yang dikatakannya itu?
"Uh, masa dia menembak ketika masih berpacaran," gumamku sambil mempercepat lari.
GUBRAK!!!
--------
Don't be a silent reader, please :D
KAMU SEDANG MEMBACA
Psycho Boy [TAMAT]
Teen FictionKiara hanya ingin membuktikan pada semua orang dan dirinya sendiri, kalau Cedric juga punya hati. Cover by: _Ragdoll_ Chapter terakhir diprivate. Ikuti untuk membaca.