Pohon

28.3K 1.6K 89
                                    

Cedric duduk diam kaku di sebelahku di jok belakang mobilku, perjalanan menuju sekolah.

Kami melewati sebuah jalan yang tidak rata, mobilpun terguncang. Kepala Cedric terbentur langit-langit mobil (karena ia terlalu tinggi), membuat suara benturan yang cukup keras.

Membuatku bahkan pak sopir terkejut. Tapi Cedric sama sekali tidak bereaksi, duduk kaku seperti batu.

Aku tertawa kecil melihatnya tegang, apa dia benar benar sudah sembuh?

BUGH!

Aku meninju bahunya. "Kenapa begitu tegang? Santai saja!"

Cedric bahkan terlalu tegang untuk kaget, "Ah, iya," jawabnya.

Aku kembali tertawa terbahak-bahak. Tak terasa kami sampai di depan gerbang sekolah dan kemudian turun menuju kelas.

Pelajaran membosankan berlalu begitu saja. Tak perlu kujelaskan. Yang kami semua tunggu pun tiba.
Bel istirahat.

Clarisa beranjak dari bangkunya dan merangkul pundak Cedric.
"Ced, ke kantin, yuk," ucapnya.

Cedric mengangguk dan Clarisa langsung menarik tangannya keluar kelas.

Tidak mau ditinggal lagi, aku pun menimpali. "Nah aku tidak diajak?" Tanyaku.

Clarisa melirikku dan berbisik, "Maaf, Kir. Kau mengerti maksudku, kan?" Ia mengerjap-ngerjapkan matanya. Bulu mata lentik berlapis maskara miliknya bergoyang. Ia kembali menarik Cedric keluar kelas. Meninggalkanku yang hanya membalas dengan tatapan nanar.

Mengerti apa? Apa maksudnya?

Jelas maksudnya. Ia menyukai Cedric.

"Clarisa menyukai Cedric?" Gumamku.

Bagaimana kalau juga Cedric menyukainya?

DEG. DEG. DEG.

Kenapa dadaku jadi sesak?
Uuuukhhh sialan!
Aku tidak boleh begini!

Iya, aku dan Cedric itu teman. Kami berteman. Tidak ada yang salah, kan, jika ia juga berteman dengan yang lain?

Aku berusaha tersenyum, tapi rasanya janggal.

"Kir," Ryan menyentuh pundakku.

"Ah, apa?" Sahutku. Well, kami memang sudah putus tapi bukan berarti kami menjauh dari satu sama lain karena ia sudah menjadi temanku sejak kecil, dan kami lebih seperti kakak-adik. Aku juga telah menerima kenyataan bahwa Ryan adalah seorang playboy dan ia tak pernah benar-benar memiliki rasa apapun padaku atau bahkan Yuna atau perempuan lain yang ia dekati.

Aku juga menyadari hubungan pacaran kami yang singkat kemarin bukanlah apa-apa, karena aku memang tidak memiliki rasa padanya selain sebagai kakak. Itu sebabnya aku dan dia cepat melupakan hubungan basa-basi kami kemarin, yang ternyata hanyalah luapan emosi sementara.

"Hari ini Yuna masih tidak hadir, ya?" Tanyanya.

Aku melirik ke arah bangku Yuna. Kosong.
Aku mengangkat bahu.
"Tidak tahu juga, Yan," sahutku.

"Yuna pindah," ucap Gaby, teman sekelasku yang suka bergosip dengan gengnya.

"Benar itu, kalian tidak tahu?" Timpal Allica, teman segeng Gaby.

"Pindah sekolah? Kemana?" Tanyaku.

"Kenapa ia harus pindah sekolah? Sekolah ini, kan, milik ayahnya?" Ryan menimpali.

"Kalau alasan dan kemana perginya kami juga tidak tahu. Yuna juga tidak memposting apapun di media sosialnya," imbuh Gaby.

"Kau, kan, pacarnya, Ryan? Kenapa sampai tidak tahu?" Allica menunjuk Ryan dengan kuku telunjuknya yang berpoles cat kuku.

Psycho Boy [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang